Air bah (Nuh)

bencana alam luar biasa pada zaman lampau

Air bah pada zaman Nuh ("Air bah raksasa"; bahasa Inggris: Great Deluge) adalah sebuah cerita tentang banjir bandang yang ditemukan di dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Al-Qur'an.[1] Ceritanya mengisahkan tentang keputusan Tuhan untuk mengembalikan Bumi ke keadaan sebelum terjadinya penciptaan yang kondisinya kacau balau dengan air, lalu membangunnya kembali sedari awal.[2]

Banjir besar yang meliputi seluruh bumi seperti yang dikisahkan dalam cerita ini tidak sesuai dengan temuan fisik atas geologi, paleontologi, dan distribusi spesies secara global.[3][4][5][6][7][8][9][10] Cabang dari pembelajaran Kreasionisme yang dikenal dengan Geologi Banjir adalah sebuah upaya pseudosains untuk mendukung klaim kalau banjir global tersebut memang pernah terjadi.[11]

Kisah banjir bandang Nuh memiliki kemiripan yang sangat kuat dengan beberapa bagian dari Kisah Utnapishtim pada Epos Gilgamesh, yang dituliskan lebih awal dari sumber-sumber Samawi.

Sumber

sunting
 
Pembangunan Bahtera (dilukis oleh James Tissot pada sekitar 1896–1902 )

Narasi air bah adalah bagian dari 11 bab pertama dari Kitab Kejadian, yang diberi kategori "kisah sejarah purba".[12] Bab-bab ini membentuk bagian pengantar untuk narasi patriarki yang ada pada bab-bab berikutnya, meskipun hanya terdapat sedikit hubungan di antaranya. Isi dari bab-bab ini seperti dongeng dan legenda.[13][12][14] Sebagai contoh, nama karakter dan geografinya—Adam ("Manusia") dan Hawa ("Hidup"), Tanah Nod ("Mengembara"), dan seterusnya—adalah berupa nama-nama simbolik ketimbang nama-nama yang realistis, dan sebagian besar narasi terdiri dari daftar "pengalaman pertama". Seperti pembunuhan pertama, anggur pertama, pembangun kerajaan pertama, dan seterusnya.[15] Beberapa tokoh, tempat dan peristiwa yang disebutkan dalam Kitab ini disebutkan di tempat lain dalam Alkitab.[15]

Hal ini membuat para ahli menganggap bahwa kisah dalam bab-bab ini membentuk susunan akhir yang ditambahkan ke Kitab Kejadian untuk dijadikan sebagai bagian pendahuluan.[16] Salah satu pendapat ekstrim mengatakan bahwa kisah ini adalah produk dari periode Hellenistik, yang mana berarti penulisan kisah ini terjadi tidak lebih awal dari dekade-dekade pertama di abad ke-4 SM;[17] Di lain pihak, sejumlah ahli yang lain menilai sumber Yahwis ditulis pada abad ke-6 SM, yakni pada masa sebelum dikontrolnya Israel oleh Persia, konklusi ini diambil dikarenakan di dalam kisah "sejarah purba" terdapat banyak pengaruh Babilonia dalam bentuk mitos.[18][a]

Kisah banjir Nuh adalah dua versi cerita yang digabungkan.[19] Yang mengakibatkan banyak rinciannya kontradiktif, seperti berapa lama air bah-nya berlangsung (40 hari menurut Kejadian 7:17, 150 hari menurut Kejadian 7:24), berapa banyak hewan yang harus dibawa ke dalam Bahtera (dari segala yang hidup masing-masing satu pasang menurut Kejadian 6:19, sedangkan menurut Kejadian 7:2 adalah tujuh pasang untuk masing-masing hewan yang halal dan sepasang untuk yang haram), dan mengenai apakah Nuh melepaskan burung gagak yang "pergi ke sana kemari sampai air mengering" atau seekor burung merpati yang pada kesempatan ketiga melakukannya "tidak kembali kepadanya lagi," atau mungkin keduanya.[20] Terlepas dari kontradiksi pada detail-detail ini, cerita ini membentuk satu kesatuan yang utuh (beberapa ahli melihatnya memiliki "struktur kiastik", yakni sebuah struktur sastra di mana butir pertama disesuaikan dengan butir yang terakhir, yang kedua dengan yang kedua terakhir, dan seterusnya),[b] dan banyak upaya telah dilakukan untuk menjelaskan kesatuan ini, termasuk upaya untuk mengidentifikasi mana dari kedua sumber ini yang lebih awal yang kemudian mempengaruhi yang lainnya.[21][c]

Narasi tentang banjir Nuh dalam Kitab Kejadian sebagian besar terdiri dari Sumber Yahwis dan Sumber Keimaman; sedangkan Sumber Elohis yang kemudian digabungkan dengan narasi Yahwis tampaknya tidak memiliki narasi yang berkaitan dengan peristiwa yang mendahului perselisihan antara Sarah dan Hagar.[22] Narasi Yahwis, yang berabad-abad lebih tua dari sumber Keimaman,[23] tampaknya memiliki kemiripan yang sangat kuat dengan mitos air bah dari Epos Gilgamesh: Setelah ditemukan oleh Yahweh (Tuhan) sebagai orang yang benar di dunia yang penuh dengan kejahatan, Nuh membangun Bahtera atas perintah-Nya. Dia menerima instruksi tentang jumlah hewan yang harus dibawa (tujuh hewan dan unggas yang halal, tetapi dua dari hewan yang haram). Aliran deras selama seminggu menyebabkan Air Bah, yang berlangsung selama empat puluh hari, setelah itu Nuh melepaskan seekor merpati seminggu sekali selama empat minggu sampai merpati itu gagal kembali. Nuh menganggap ini berarti bahwa burung itu akhirnya menemukan tanah kering untuk bersarang. Sehingga dia memimpin keluarganya keluar dari Bahtera, di mana dia membangun sebuah altar untuk Yahweh, mendorong Sang Ilahi untuk membentuk sebuah perjanjian dengannya. Sedangkan Sumber Keimaman yang sebagian besar berfungsi sebagai alat untuk mempromosikan pengaruh Tuhan secara keseluruhan dalam kejadian tersebut, menyisipkan narasi di mana Tuhan berbicara langsung kepada Nuh dan memuji kebajikannya, sebelum akhirnya bersumpah akan membuat perjanjian dengannya dan memberikan instruksi yang ketat mengenai struktur Bahtera-nya. Tuhan kemudian memerintahkan Nuh untuk membawa masing-masing dua ekor yang unggul dari hewan-hewan untuk dibawa ke Bahtera-nya, meskipun dikarenakan teks sumber Keimaman tidak pernah benar-benar menceritakan Nuh melakukannya, hal ini segera dilanjutkan dengan klaim kontradiktif dari sumber Yahwis di mana Nuh membawa tujuh ekor untuk sebagian besar hewan dan dua ekor untuk beberapa. Sumber Keimaman kemudian menceritakan bahwa air bah yang berlangsung selama 150 hari, tanpa menjelaskan bagaimana airnya bisa naik seperti yang diceritakan sumber Yahwis—meskipun kemudian menjelaskan bahwa Tuhan menutup jendela cakrawala dan jurang maut untuk meredakan air, yang menyiratkan bahwa detail-detail ini bersumber darinya juga. Pada akhirnya, di tempat peristirahatan Bahtera, yang dikenal sebagai pegunungan Ararat, Tuhan memberitahu Nuh untuk memerintahkan penghuni Bahtera untuk turun.[24]

Secara ringkas, narasi Yahwis yang 'asli' tentang Kisah Air Bah ini cukup sederhana; terjadi hujan dalam seminggu yang dilanjutkan dengan banjir empat puluh hari yang kemudian hanya membutuhkan waktu seminggu untuk surut untuk menyediakan panggung bagi Nuh untuk membentuk perjanjian dengan Tuhan. Sumber Keimaman lah yang menambahkan lebih banyak angka fantastis, seperti banjirnya berlangsung 150 hari, yang airnya berasal dari tangan Tuhan di langit dan di bumi, dan membutuhkan waktu sepuluh bulan untuk akhirnya berhenti. Gilbert Christopher berpendapat bahwa penggambaran sifat Yahweh yang pikiran dan suasana hatinya gampang berubah dan agak lugu di Sumber Yahwis jelas sangat berbeda dari sumber Keimaman yang menggambarkan Yahweh sebagai sosok yang agung, transendental dan berbudi tinggi.[25]

Mitologi perbandingan

sunting

Mitos air bah Nuh dianggap terinspirasi dari Kisah banjir bandang yang serupa yang berasal dari Mesopotamia.[26] Kisah dari Mesopotamia memiliki tiga versi berbeda, yakni epos berbahasa Sumeria tentang Ziusudra; dan sebagai episode dalam epos-epos Babilonia yakni Atrahasis dan Gilgamesh.[27] Penyiratan kisah air bah juga ditemukan dalam Daftar Raja Sumeria dan Instruksi Shurrupak. Yi Samuel Chen Berpendapat bahwa narasi ini ditambahkan selama Periode Babilonia Lama, sebagai analisa atas mengapa teks-teks sebelumnya tidak mengandung mitos ini, dan teks-teks yang memuatnya ditulis selama dan setelah Periode Babilonia Lama.[28] Periode Babilonia Lama terjadi setelah Periode Ur III, sebuah era yang dikenal sebagai era di mana raja-raja mendewakan diri mereka sendiri.[29] Chen berpendapat bahwa kemangkatan periode Ur III mengilhami unsur-unsur narasi air bah ini.[30]

Catatan Alkitab

sunting

Kisah air bah ini dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen dalam Kitab Kejadian pasal 6-9.

Latar belakang

sunting

Setelah 10 generasi manusia muncul sejak penciptaan manusia pertama, Adam dan Hawa, maka "kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata."[31] Bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi.[32] Akibatnya berfirmanlah TUHAN:

"Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan, binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka." (TB)[33]
"Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal bahwa Aku telah menjadikan mereka." (TB2)

Nuh diberi tugas

sunting

Di antara umat manusia waktu itu, Alkitab mencatat bahwa "Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan,"[34] serta "Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah."[35] Berfirmanlah Allah kepada Nuh:

"Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi.
Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir; bahtera itu harus kaubuat berpetak-petak dan harus kaututup dengan pakal dari luar dan dari dalam. Beginilah engkau harus membuat bahtera itu:
  • 300 hasta panjangnya (~157 meter)
  • 50 puluh hasta lebarnya (~26,2 meter)
  • 30 hasta tingginya. (~15,7 meter)
Buatlah atap pada bahtera itu dan selesaikanlah bahtera itu sampai sehasta dari atas, dan pasanglah pintunya pada lambungnya; buatlah bahtera itu bertingkat bawah, tengah dan atas.
Sebab sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit; segala yang ada di bumi akan mati binasa."[36]

Perjanjian Allah dengan Nuh

sunting

Dalam rangka kedatangan air bah dan pembuatan bahtera itu, Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh:

"Dengan engkau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: engkau bersama-sama dengan anak-anakmu dan isterimu dan isteri anak-anakmu. Dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau bawa satu pasang ke dalam bahtera itu, supaya terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau; jantan dan betina harus kaubawa. Dari segala jenis burung dan dari segala jenis hewan, dari segala jenis binatang melata di muka bumi, dari semuanya itu harus datang satu pasang kepadamu, supaya terpelihara hidupnya. Dan engkau, bawalah bagimu segala apa yang dapat dimakan; kumpulkanlah itu padamu untuk menjadi makanan bagimu dan bagi mereka."[37]

Pelaksanaan

sunting

Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.[38] Nuh membuat bahtera itu dengan bantuan tiga orang anak laki-lakinya: Sem, Ham dan Yafet.[39] Bahtera itu selesai sebelum hari ke-10 bulan ke-2 ketika Nuh berusia 600 tahun.[40]

Tujuh hari sebelum air bah datang (hari ke-10 bulan ke-2 ketika Nuh berusia 600 tahun), berfirmanlah TUHAN kepada Nuh:

"Masuklah ke dalam bahtera itu, engkau dan seisi rumahmu, sebab engkaulah yang Kulihat benar di hadapan-Ku di antara orang zaman ini.
Dari segala binatang yang tidak haram haruslah kauambil 7 pasang, jantan dan betinanya,
tetapi dari binatang yang haram 1 pasang, jantan dan betinanya;
juga dari burung-burung di udara 7 pasang, jantan dan betina,
supaya terpelihara hidup keturunannya di seluruh bumi. Sebab tujuh hari lagi Aku akan menurunkan hujan ke atas bumi 40 hari 40 malam lamanya, dan Aku akan menghapuskan dari muka bumi segala yang ada, yang Kujadikan itu." Lalu Nuh melakukan segala yang diperintahkan TUHAN kepadanya.[41] Binatang-binatang tidak haram itu menjadi makanan bagi Nuh dan keluarganya. Masuklah Nuh ke dalam bahtera itu bersama-sama dengan anak-anaknya dan isterinya dan isteri anak-anaknya karena air bah itu. Dari binatang yang tidak haram dan yang haram, dari burung-burung dan dari segala yang merayap di muka bumi, datanglah sepasang mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu, jantan dan betina, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh. Setelah tujuh hari datanglah air bah meliputi bumi.[42]

Kronologi air bah

sunting

Tabel kronologi air bah pada zaman Nuh.[43]

Peristiwa Ayat Alkitab Periode (hari)
Hujan lebat turun meliputi bumi 40 hari 40 malam lamanya
mulai dari hari ke-17 bulan ke-2 pada waktu Nuh berumur 600 tahun.
Pada hari itulah terbelah segala mata air samudra raya yang dahsyat
dan terbukalah tingkap-tingkap di langit.
Kejadian 7:4, 11–12 40
Permukaan air terus meningkat selama 110 hari sehingga berkuasa seluruhnya selama 150 hari Kejadian 7:24 110
Air mulai surut dari muka bumi dan terus berkurang.
Terkandaslah bahtera itu pada pegunungan Ararat.
Mulai dari hari ke-17 bulan ke-7 sampai hari ke-1 bulan ke-10
ketika tampaklah puncak-puncak gunung.[44]
Kejadian 8:3–5 74
Setelah 40 hari Nuh melepaskan seekor burung gagak Kejadian 8:6–7 40
Setelah 7 hari Nuh melepaskan seekor burung merpati.
Periode ini diimplikasikan dari kata "tujuh hari lagi" di ayat 8:10
dan ternyata perlu untuk total jumlah hari
Kejadian 8:8 7
Setelah 7 hari Nuh melepaskan burung merpati kedua kalinya Kejadian 8:10 7
Setelah 7 hari Nuh melepaskan burung merpati ketiga kalinya Kejadian 8:12 7
Sampai saat ini telah terhitung 285 hari, tetapi baru pada hari ke-1 bulan ke-1 tahun ke-601
Nuh membuka tutup bahtera itu dan melihat-lihat muka bumi yang mulai kering.
Sejak Nuh masuk ke dalam bahtera (ayat 7:11) terhitung 314 hari, sehingga ada jeda 29 hari.
Kejadian 8:13 29
Nuh dan keluarganya baru keluar dari bahtera atas perintah Allah pada hari ke-27 bulan ke-2 tahun ke-601.
Jadi sejak pembukaan tutup bahtera sampai semua keluar terdapat jeda 57 hari.
Kejadian 8:14–18 57
Total 371

Persembahan syukur setelah keluar dari bahtera

sunting

Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu. Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam."[45] Lalu Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi. Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan. Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan. Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri. Dan kamu, beranakcuculah dan bertambah banyak, sehingga tak terbilang jumlahmu di atas bumi, ya, bertambah banyaklah di atasnya."[46]

Perjanjian Allah dengan manusia dan hewan setelah air bah

sunting

Berfirmanlah Allah kepada Nuh dan kepada anak-anaknya yang bersama-sama dengan dia:

"Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan keturunanmu, dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu: burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi yang bersama-sama dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu, segala binatang di bumi. Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi." Dan Allah berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi. Apabila kemudian Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di awan, maka Aku akan mengingat perjanjian-Ku yang telah ada antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, segala yang bernyawa, sehingga segenap air tidak lagi menjadi air bah untuk memusnahkan segala yang hidup. Jika busur itu ada di awan, maka Aku akan melihatnya, sehingga Aku mengingat perjanjian-Ku yang kekal antara Allah dan segala makhluk yang hidup, segala makhluk yang ada di bumi."[47] Anak-anak Nuh yang keluar dari bahtera ialah Sem, Ham dan Yafet; dan dari mereka inilah tersebar penduduk seluruh bumi.[48]

Kisah air bah dalam budaya-budaya di dunia

sunting
 
Prasasti Air bah yang berisi epos Gilgames dalam bahasa Akkadia

Cerita-cerita air bah Mesopotamia

sunting

Kebanyakan sarjana Alkitab modern menerima tesis bahwa cerita air bah di dalam Alkitab berkaitan dengan sebuah siklus mitologi Asyur-Babilonia yang banyak mengandung kesamaan dengan cerita Alkitab. Mitos air bah Mesopotamia sangat populer—pengisahan kembali yang terakhir dari cierta ini berasal dari abad ke-3 SM. Sejumlah besar teks-teks asli dalam bahasa Sumeria, Akkadia dan Asyur, ditulis dalam huruf paku, telah ditemukan oleh para arkeolog, tetapi tugas pencarian kembali prasasti-prasasti lainnya tetap berlangsung, seperti halnya juga penerjemahan atas prasasti-prasasti yang telah ditemukan.

Prasasti-prasasi tertua yang telah ditemukan ini, epos Atrahasis, dapat diduga waktu penulisannya melalui colophon (identifikasi penulisan) ke masa pemerintahan buyut Hammurabi, Ammi-Saduqa (1646–1626 SM). Prasasti ini ditulis dalam bahasa Akkadia (bahasa Babilonia kuno), dan menceritakan bagaimana dewa Enki memperingatkan sang pahlawan Atrahasis ("Sangat Bijaksana") dari Shuruppak untuk membongkar rumahnya (yang dibuat dari buluh-buluh) dan membangun sebuah kapal untuk menyelamatkan diri dari air bah yang dipakai oleh dewa Enlil, yang murka karena hingar-bingar di kota-kota, untuk memusnahkan manusia. Kapal ini mempunyai atap "seperti Apsu" (samudra dunia bawah yang berisikan air tawar yang tuannya adalah Enki), lantai atas dan bawah, dan harus ditutup dengan aspal (bitumen). Atrahasis naik ke kapal itu bersama dengan keluarganya dan binatang-binatang lalu mengunci pintunya. Badai dan air bah pun datang. Bahkan para dewata pun takut. "Mayat-mayat menyumbat sungai seperti capung." Setelah tujuh hari banjir berhenti dan Atrahasis memberikan kurban. Enlil murka, tetapi Enki, sahabat umat manusia, tidak peduli kepadanya - "Aku telah memastikan bahwa kehidupan diselamatkan" - dan pada akhirnya Enki dan Enlil sepakat dengan cara-cara lain untukmengendalikan populasi manusia. Cerita ini juga ada dalam versi Asyur yang belakangan.[49]

Cerita Ziusudra dikisahkan dalam bahasa Sumeria dalam potongan-potongan Kejadian Eridu, yang dapat diperkirakan tanggal penulisannya dari tulisannya yaitu akhir abad ke-17 SM. Cerita ini mengisahkan bagaimana Enki memperingatkan Ziusudra (yang berarti "ia melihat kehidupan," dalam rujukan kepada hadiah keabadian yang diberikan kepadanya oleh para dewata), raja Shuruppak, tentang keputusan dewata untuk menghancurkan umat manusia dengan air bah (teks yang menggambarkan mengapa dewata telah memutuskan hal ini telah hilang). Enki memerintahkan Ziusudra untuk membangun sebuah kapal yang besar (teks yang menceritakan perintah ini juga hilang). Setelah air bah selama tujuh hari, Ziusudra memberikan kurban yang selayaknya dan menyembah kepada An (dewa langit) dan Enlil (penghulu dewata), dan memperoleh kehidupan yang kekal di Dilmun, Taman Eden di kalangan bangsa Sumeria.[50]

Kisah tentang Utnapishtim (terjemahan dari "Ziusudra" dalam bahasa Akkadia), sebuah episode dalam Epos Gilgames di kalangan bangsa Babilonia, dikenal dari salinan-salinan milenium pertama dan barangkali berasal dari cerita Atrahasis.[51][52] Ellil, (setara dengan Enlil), penghulu para dewata, bermaksud menghancurkan seluruh umat manusia dengan air bah. Utnapishtim, raja Shurrupak, diperingatkan oleh dewa Ea (setara dengan Enki) untuk menghancurkan rumah yang dibangunnya dari buluh dan menggunakan bahan-bahannya untuk membangun sebuah bahtera serta memuatinya dengan emas, perak, dan benih dari segala makhluk hidup dan semua tukangnya.. Setelah badai yang berlangsung selama tujuh hari, dan kemudian 12 hari lagi hingga air surut, kapal itu mendarat di Gunung Nizir; setelah tujuh hari lagi Utnapishtim mengeluarkan seekor merpati, yang kemudian kembali, lalu seekor burung layang-layang, yang juga kembali, dan akhirnya seekor gagak, yang tidak kembali. Utnapishtim kemudian memberikan persembahan (yang terdiri dari masing-masing tujuh ekor binatang) kepada para dewata, dan dewata mencium bau harum daging bakar dan berkerumun "seperti lalat." Ellil marah karena ada manusia yang selamat, tetapi Ea memakinya, sambil berkata, "Bagaimana mungkin engkau mengirim air bah tanpa berpikir panjang? Terhadap orang-orang berdosa, biarkanlah dosa mereka tetap ada, tentang mereka yang jahat biarkanlah kejahatannya tetap bertahan. Hnetikanlah, jangan biarkan hal itu terjadi, kasihanilah, [Agar manusia tidak binasa]." Utnapishtim dan istrinya kemudian memperoleh karunia keabadian dan dikirim untuk tinggal "jauh di mulut sungai."[53]

Pada abad ke-3 SM Berossus, seorang imam agung dari kuil Marduk di Babilonia, menulis sejarah Mesopotamia dalam bahasa Yunani untuk Antiokhos I Soter (323–261 SM). Tulisan Berossus Babyloniaka telah lenyap, tetapi seorang sejarahwan Kristen abad ke-3 dan ke-4, Eusebius mengisahkannya kembali dari legenda tentang Xisuthrus, versi Yunani dari Ziusudra, dan pada hakikatnya adalah cerita yang sama.[54]

Cerita-cerita air bah lainnya

sunting

Cerita-cerita tentang air bah tersebar luas dalam mitologi dunia, dengan contoh-contoh praktis dari setiap masyarakat. Padanan Nuh dalam mitologi Yunani adalah Deucalion, sedangkan dalam teks-teks India sebuah banjir yang mengerikan dikisahkan telah meninggalkan hanya satu orang yang selamat, yaitu seorang suci yang bernama Manu yang diselamatkan oleh Wisnu dalam bentuk seekor ikan, dan dalam Zoroastrian tokoh Yima menyelamatkan sisa-sisa umat manusia dari kehancuran oleh es. Cerita-cerita air bah telah ditemukan pula dalam berbagai mitologi dari banyak bangsa pra-tulisan dari wilayah-wilayah yang jauh dari Mesopotamia dan benua Eurasia; salah satu contohnya adalah legenda orang-orang Indian Chippewa.[55] Para etnolog dan mitologis mengatakan bahwa legenda-legenda seperti legenda orang Chippewa harus diperlakukan dengan sangat hati-hati karena adanya kemungkinan kontaminasi dari hubungan mereka dengan agama Kristen (dan keinginan untuk menyesuaikan bahan tradisional agar cocok dengan agama yang baru mereka peluk), serta sebagai kebutuhan yang lazim untuk menjelaskan bencana alam yang tidak dapat dikendalikan oleh masyarakat-masyarakat purba. Mereka yang menafsirkan Alkitab secara harafiah menunjukkan bahwa cerita-cerita ini adalah bukti bahwa air bah di dalam Alkitab itu benar-benar terjadi dalam sejarah.

Perbandingan antara kisah-kisah air bah

sunting
 
Loh batu berisi kisah air bah menurut Epos Gilgames

Epos Gilgames

sunting

Tablet 11 dari Epos Gilgames, yang dibuat di Mesopotamia pada abad ke-14 sampai ke-11 SM, memuat suatu kisah air bah yang mirip dengan riwayat air bah Nuh.[56] Professor Gary Rendsburg mengamati persamaan dan perbedaannya:[57]

Urutan Bagian peristiwa Ada di Epos Gilgames? Ayat Alkitab
1 Faktor moral Tidak Kejadian 6:5–13
2 Kayu, pakar, jerami Ada Kejadian 6:14
3 Ukuran bahtera Ada Kejadian 6:15
4 Bahtera bertingkat Ada Kejadian 6:16
5 Perjanjian Tidak Kejadian 6:17–22
6 Penduduk Ada Kejadian 7:1–5
7 Air bah Ada Kejadian 7:6–23
8 Kandas di puncak bukit Ada Kejadian 7:24–8:5
9 Burung-burung dilepaskan Ada Kejadian 8:6–12
10 Tanah kering Ada, tetapi lebih sedikit Kejadian 8:13–14
11 Semua dibebaskan Ada Kejadian 8:15–19
12 Persembahan korban Ada Kejadian 8:20–22

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Leeming 2010, hlm. 469.
  2. ^ Bandstra 2009, hlm. 61.
  3. ^ Montgomery 2012.
  4. ^ Cohn 1999.
  5. ^ Kuchment, Anna (August 2012). "The Rocks Don't Lie: A Geologist Investigates Noah's Flood". Scientific American. Diakses tanggal December 31, 2018. 
  6. ^ Raff, Rudolf A. (January 20, 2013). "Genesis meets geology. A review of the rocks don't lie; a geologist investigates Noah's flood, by David R. Montgomery". Evolution & Development. 15 (1): 83–84. doi:10.1111/ede.12017. 
  7. ^ "The Rocks Don't Lie: A Geologist Investigates Noah's Flood". Publishers Weekly. May 28, 2012. Diakses tanggal December 31, 2018. 
  8. ^ Bork, Kennard B. (December 2013). "David R. Montgomery. The Rocks Don't Lie: A Geologist Investigates Noah's Flood". Isis. 104 (4): 828–829. doi:10.1086/676345. 
  9. ^ McConnachie, James (August 31, 2013). "The Rocks Don't Lie, by David R. Montgomery - review". The Spectator. Diakses tanggal December 31, 2018. 
  10. ^ Prothero, Donald R. (January 2, 2013). "A Gentle Journey Through the Truth in Rocks". Skeptic. Diakses tanggal January 2, 2019. 
  11. ^ Isaak 2007, hlm. 237-238.
  12. ^ a b Cline 2007, hlm. 13.
  13. ^ Alter 2008, hlm. 13-14.
  14. ^ Sailhamer 2010, hlm. 301 and fn.35.
  15. ^ a b Blenkinsopp 2011, hlm. 2.
  16. ^ Sailhamer 2010, hlm. 301.
  17. ^ Gmirkin 2006, hlm. 240-241.
  18. ^ Gmirkin 2006, hlm. 6.
  19. ^ Cline 2007, hlm. 19.
  20. ^ Cline 2007, hlm. 20– Which was it—40 or 150 days? ... And how many animals ... One pair of each ... Or seven pairs of each ... And did he release a raven ... until the waters were dried up ... or did he release a dove three different times ... ?
  21. ^ Arnold 2009, hlm. 97.
  22. ^ Carr, David M. (2014). "Changes in Pentateuchal Criticism". Dalam Saeboe, Magne; Ska, Jean Louis; Machinist, Peter. Hebrew Bible/Old Testament. III: From Modernism to Post-Modernism. Part II: The Twentieth Century – From Modernism to Post-Modernism. Vandenhoeck & Ruprecht. ISBN 978-3-525-54022-0. 
  23. ^ Gmirkin 2006, hlm. 4.
  24. ^ Genesis 7–8
  25. ^ Gilbert, Christopher (2009). A Complete Introduction to the Bible. Paulist Press. ISBN 9780809145522. 
  26. ^ Chen 2013, hlm. 1.
  27. ^ Finkel 2014, hlm. 88.
  28. ^ Chen 2013, hlm. 7.
  29. ^ Frayne, Douglas R. A Handbook of Gods and Goddesses of the Ancient Near East: Three Thousand Deities of Anatolia, Syria, Israel, Sumer, Babylonia, Assyria, and Elam. Penn State University Press, 2021.
  30. ^ Chen 2013, hlm. [halaman dibutuhkan].
  31. ^ Kejadian 6:5
  32. ^ Kejadian 6:11
  33. ^ Kejadian 6:7
  34. ^ Kejadian 6:8
  35. ^ Kejadian 6:9
  36. ^ Kejadian 6:13–17
  37. ^ Kejadian 6:18–21
  38. ^ Kejadian 6:22
  39. ^ Kejadian 6:10
  40. ^ Tujuh hari sebelum kejadian yang dicatat dalam Kejadian 7:11
  41. ^ Kejadian 7:1–5
  42. ^ Kejadian 7:7–10
  43. ^ E.F. Kevan, Commentary on Genesis. Dalam The New Bible Commentary, ed. F. Davidson (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Pub. Co., 1953), pp. 84-85.
  44. ^ Dianggap ada 30 hari sebulan, jadi 13+30+30+1 = 74 hari.
  45. ^ Kejadian 8:20–22
  46. ^ Kejadian 9:1–7
  47. ^ Kejadian 9:8–17
  48. ^ Kejadian 9:18–19
  49. ^ Teks mitos Atrahasis
  50. ^ Text tentang mitos Ziusudra
  51. ^ bah.htm Tinjauan tentang mitos air bah Mesopotamia[pranala nonaktif permanen]
  52. ^ Tigay, hlm. 214-240, 239
  53. ^ "Teks mitos Utnapishtim". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-04-18. Diakses tanggal 2013-05-27. 
  54. ^ "Teks mitos Xisuthrus". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-03-26. Diakses tanggal 2013-05-27. 
  55. ^ Mitos air bah Chippewa
  56. ^ Epic of Gilgamesh. Tablet 11. Mesopotamia, 14th–11th century BCE. In e.g. James B. Pritchard. Ancient Near Eastern Texts Relating to the Old Testament, 93–95. Princeton: Princeton University Press, 1969. ISBN 0-691-03503-2.
  57. ^ Gary A. Rendsburg. “Lecture 7: Genesis 6–8, The Flood Story.” In The Book of Genesis, Course Guidebook, page 29. Chantilly, Virginia: The Teaching Company, 2006. ISBN 1-59803-190-2.

Pustaka tambahan

sunting

Pranala luar

sunting


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan