Geger Tahta Kasepuhan (2020)

Geger Tahta Kasepuhan merupakan konflik penerus tahta Sultan Sepuh sepeninggal Sultan Sepuh Arief Natadiningrat. Sepeninggal beliau terjadi konflik internal di kalangan keluarga kesultanan Kasepuhan dimana pihak Raharjo Jali yang merupakan cucu dari Sultan Sepuh Aluda (bertahta: 1899–1842) menuduh bahwa Sultan Sepuh Alexander yang menggantikan kakeknya tersebut bukanlah anak kandung dari Sultan Sepuh Aluda[1]

Aturan yang selama ini berlaku pada masa kolonial Belanda menyatakan dimana pengganti sultan harus merupakan putera dari sultan sebelumnya[2],[3]

Silsilah keluarga Sultan Sepuh Aluda

sunting

Pihak keluarga Rahardjo Jali menjelaskan bahwa Sultan Sepuh Aluda memiliki dua orang Istri yakni Ratu Ayu Gumiwah Raja Pamerat yang wafat 1922 dan Nyimas Rukiah yang wafat 1979,[1] dari istri pertama yaitu Ratu Ayu Pamerat, Sultan Sepuh Aluda memiliki anak antara lain ialah

  • Ratu Raja Ati Putriningrat
  • Ratu Raja Tuti Gartinah Wulung Ayu Ningrat
  • Ratu Raja Kirana
  • Ratu Raja Hani[4]

Sementara Alexander Gumelar Rajaningrat adalah anak titipan (bukan anak kandung dari Sultan Sepuh Aluda[1])

Pasca meninggalnya Ratu Ayu Gumiwah Raja Pamerat pada 1922, Sultan Sepuh Aluda kemudian menikah lagi dengan Nyimas Rukiah[5] dan dikaruniai anak yaitu

  • Elang Mas Mohammad Sulung
  • Ratu Mas Shopie Djohariah
  • Ratu Mas Dolly Manawijah
  • Elang Mas Soegiono
  • Ratu Mas Alit Saleha
Dr. Snouck HurgronjeNyai Sangkana
?Siti Aminah
Sultan Sepuh AlexanderNyai Mintarsih
Sultan Sepuh Maulana Pakuningrat
Sultan Sepuh P.R.A. Arief Natadiningrat

Achmad Hasyim dalam pemaparannya dalam seminar Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon yang bertajuk Geger Kesultanan Kasepuhan Cirebon, persfektif filologi, sejarah dan politik Islam menjelaskan mengenai silsilah Sultan Sepuh Alexander diantaranya

Snouck Hurgronje (orientalis Belanda) menikah dengan Nyai Sangkana melahirkan Siti Aminah, Siti Aminah lantas menikah dan melahirkan Alexander Gumelar[4]

Upaya rekonsiliasi

sunting

Pihak Raharjo Jali menjelaskan bahwa sudah bertahun-tahun upaya persuasif dijalankan kepada keluarga Sultan Sepuh yang bertahta namun tidak ditanggapi, bahkan permintaan pihak Raharjo Jali untuk melakukan uji DNA juga tidak mendapatkan respon[1]

Upaya Hukum masalah tahta Kasepuhan

sunting

Alexander Rajaningrat menjadi Sultan Sepuh pada tahun 1942 sepeninggal Sultan Sepuh Aluda, namun permasalahan ini ditentang oleh keluarga Sultan Sepuh Aluda yang menuduh bahwa Alexander bukanlah anak kandung dari Sultan Sepuh Aluda.[1]

Upaya hukum tahun 1958

sunting

Pada tahun 1958, enam keturunan Sultan Sepuh Aluda menolak jabatan Sultan yang diserahkan kepada Alexander Rajaningrat dari enam nama yang mengajukan penolakan tersebut dua diantaranya adalah anak-anak Sultan Sepuh Aluda dengan Nyimas Rukiah yakni Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah.[6] Dalam persidangan, Alexander Rajaningrat mengajukan forum Previlegiatum (bahasa Indonesia : Dewan Adat) namun majelis hakim menolaknya, pengadilan mengeyampingkan dewan adat dan lainnya, menurut Erdi Soemantri (kuasa hukum keduanya pada 2001) yang merupakan kuasa hukum dari Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah dengan ditolaknya forum Previlegiatum tersebut maka pengadilan telah menolak dia sebagai Sultan.[6]

Keputusan pengadilan tentang forum Previlegiatum yang diajukan oleh Alexander Rajaningrat tertuang pada surat putusan bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964.[6]

Upaya hukum tahun 2001

sunting

Berdasarkan surat putusan itu bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964 yang menolak forum Previlegiatum yang diajukan oleh Alexander Rajaningrat maka pada tahun 2001 Ratu Mas Dolly Manawijah dan Ratu Mas Shopie Djohariah menunjuk Edi Soemantri sebagai kuasa hukumnya, Erdi Soemantri selaku kuasa hukum Ratu Mas Dolly Manawijah dan Ratu Mas Shopie Djohariah lantas mengajukan Adjudikasi pada tahun 2001 yang menghasilkan putusan untuk menjalankan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap hingga tingkat MA.[6]

Berdasarkam keterangan dari Asyrotun Mugiastuti selaku humas Pengadilan Negeri Cirebon bahwa permohonan eksekusi pertama tahun 2001 sempat diproses sampai penetapan KPN dan BA Adjudikasi, menurutnya pada berkas yang ada tidak ditemukan alasan kenapa belum dilakukan eksekusi.[7] Pada selasa 8 Juni 2004 pengugat sempat mengajukan adjudikasi. Pemeriksaan tanah objek perkara terkait batasnya objek sengketa sesuai atau tidak dengan putusan[7]

Akhirnya dijalankan pada 2004. Ini berkasnya ajudikasinya. Isinya untuk menjalankan putusan yang sudah berkekuatan tetap sampai tingkat MA, gang belum pernah dijalankan, kemudian berikutnya, berita acara ajudikasinya ini kita lakukan pengecekan objek tanah dan lainnya. Putusan berita acaranya jatuh kepada keluarga ibunya Rahardjo" (Erdi Soemantri) - (Red : Ratu Mas Dolly Manawijah ialah ibu dari Rahardjo)

Menurut Erdi Soemantri selaku kuasa hukum, Adjudikasi yang dilakukan pada tahun 2004 tidak terlaksana karena terdapat kendala, salah satunya ialah biaya.

Biaya yang dibutuhkan cukup besar mengingat lokasi yang diadjudikasi juga cukup besar meliputi dua wilayah pengadilan yaitu Pengadilan Negeri Cirebon di wilayah kota dan Pengadilan Negeri Sumber di kabupaten[7]

Upaya hukum tahun 2011

sunting

Pada tahun 2011 keluarga penggugat melakukan permohonan eksekusi,[7] kemudian dilakukan adjudifikasi data[6] namun permohonan yang dilakukan oleh keluarga penggugat tersebut tidak berlanjut kepada eksekusi, demikian juga permohonan yang dilakukan pada 2012 juga tidak berlanjut kepada eksekusi tanpa diketahui penyebabnya[7]

Pada tahun 2014 Ratu Mas Dolly Manawijah meninggal dunia, setahun setelahnya pengadilan Agama Bogor berdasarkan putusan surat putusan nomor 70/Pdt.P/2015/PA.Bgr menetapkan tiga anak Ratu Mas Dolly Manawijah sebagai ahli waris yakni Rahardjo Jali, Ani Andayani dan Dewantoro.[6]

Upaya hukum tahun 2020

sunting

Permohonan eksekusi dilajutkan kembali oleh para ahli warisnya yang baru saya ajukan pada 2019 kalau ga salah karena terdapat surat dari Bawas MA untuk mempertanyakan kelanjutan eksekusinya. Di pertengahan pengajuan permohonan kami terkendala kembali sehingga tertunda dan pada 24 Agustus 2020 kemarin kami ajukan kembali permohonan eksekusi (Erdi Soemantri)[7]

Pada tahun Agustus 2020, Erdi Soemantri selaku kuasa hukum dari ahli waris Ratu Mas Dolly Manawijah mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri Cirebon terkait tanah pribadi sultan dan tanah milik keraton, Erdi Soemantri selaku kuasa hukum dari ahli waris kemudian mengajak pemerintah agar memetakan tanah keraton yang terkena undang-undang pokok agraria sehingga persoalan aset keraton pun bisa diseleseikan.[6]

Erdi Soemantri mengaku mendapat amanah dari Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah agar mengembalikan keraton sebagai tempat syiar Islam. Erdi Soemantri juga mengajak keluarga lainnya untuk mengkaji dan meneliti persoalan ini agar menemukan solusi[6]

Mari duduk bersama, tentukan siapa yang sanggup. Mari menjalankan amanah dan kembangkan Cirebon. Sekarang sudah terlalu bias, ini merasa punya hak, punya ini dan lainnya. Mari kita kaji, teliti dan musyawarah. Cirebon tidak seperti Jogja. (Erdi Soemantri)[6]

Yogyakarta merupakan daerah dengan status Istimewa dimana penguasa kesultanan Yogyakarta Hadiningrat memiliki kuasa politik atas wilayahnya, pada masa awal kemerdekaan Indonesia ada beberapa wilayah Istimewa di Indonesia, diantaranya Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Surakarta dan Daerah Istimewa Kutai[8]

Pengangkatan Raharjo Jali sebagai Kanjeng Gusti Volmacht van beheer Kasepuhan

sunting

Pada masa pergantian sultan ini maka pihak keluarga besar Sultan Sepuh Aluda menunjuk Raharjo Jali sebagai volmacht (wali) kesultanan Kasepuhan yang ikrar dan pelantikannya dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2020 di Masjid Agung Sang Cipta Rasa[9]

Pelantikan Raharjo Jali ini kemudian tidak dipermasalahkan oleh Heru Arianatareja yang merupakan ketua dari Sentana Kesultanan Cirebon[10]

Pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin dan penolakannya

sunting

Pasca meninggalnya Sultan Sepuh Arief Natadiningrat bin Maulana Pakuningrat bin Alexander Rajaningrat pada 22 Juli 2020,[11] pihak keluarga Sultan Sepuh Arief memajukan nama Luqman Zulkaedin yang merupakan putera kedua Sultan Sepuh Arief sebagai penerus tahta di kesultanan Kasepuhan, Cirebon, acara pelantikannya kemudian digelar pada tanggal 30 Agustus 2020 ditengah gelombang protes dari para kerabat kesultanan Cirebon dan para santri.[12] Pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin ditandai dengan penyerahan dan penyematan keris peninggalan Sunan Gunung Jati[13] oleh pamannya (adik mendiang Sultan Sepuh Arief) yang bernama Pangeran Raja Goemelar Soeriadiningrat[14]

Penolakan dan alasannya

sunting

Pada tanggal 30 Juli 2020, Prof. Dr. H. Pangeran Raden Hempi Raja Kaprabon, Drs., M.Pd. selaku pimpinan di Kaprabonan Cirebon menuliskan surat yang ditujukan kepada para wargi dan pini sepuh keraton Kasepuhan serta sentana kesultanan Cirebon yang menyatakan bahwa penerus di Kasepuhan tidak dapat diteruskan oleh puteranya[15],[16]

assalammu'alaikum wr wb



Bersama ini kami prihatin dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya di Keraton Kasepuhan sejak dahulu setelah meninggalnya Sultan Sepuh V Pangeran Mochammad Syafiudin Matangaji pada 1786 Masehi, zaman pemerintahan Belanda,” tulis Hempi dalam keterangannya.

Karena situasi saat itu dipengaruhi penguasa pemerintahan kolonial Belanda, sebut Hempi, Sultan Sepuh VI yang dilantik bukan trah Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah). Sultan Sepuh VI yang dilantik pemerintah kolonial Belanda adalah Sultan Hasanudin (Ki Muda), dan berlanjut sampai keturunannya sekarang almarhum Sultan Sepuh XIV.

Dengan dasar sejarah terdahulu, dan sekarang telah menjadi Negara Republik, maka keutuhan keturunan Kesultanan Kasepuhan harus dikembalikan kepada trah/nasab yang sebenarnya. Agar kedudukan Sultan Kasepuhan benar-benar turunan asli Sunan Gunung Jati. Sehingga doa dan marwah Sultan Kasepuhan nyambung dengan leluhurnya.



Jadi penerus Sultan Sepuh XIV tidak dapat diteruskan oleh putranya. Karena akan menjadi masalah yang berkepanjangan dari keturunan punggel yang bukan keturunan Sunan Gunung Jati,” demikian pernyataan sejarah dan penertiban Kesultanan Kasepuhan Cirebon yang ditulis Hempi dalam suratnya.[15]

Pada tanggal 26 Agustus 2020, para tokoh lintas keraton di Cirebon yang tergabung dalam kerabat kesultanan Cirebon diwakili oleh Pangeran Elang Tommy Iplaludin Dendabrata, S.Pd. M.Pd. yang juga merupakan Pangeran Patih dari kesultanan Kacirebonan mengeluarkan pernyataan sikap di tempat pemakaman para sultan Cirebon yaitu Astana Gunung Sembung di desa Astana, Cirebon untuk menolak para pihak yang bukan merupakan nasab dari Sunan Gunung Jati sebagai penerus tahta kesultanan Kasepuhan termasuk Pangeran Raja Luqman Zulkaedin yang diindikasikan akan dinobatkan menjadi penerus tahta, hal tersebut dikarenakan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin bukanlah nasab langsung Sunan Gunung Jati[17]

“Kami tidak bertanggungjawab atas penobatan saudara Luqman Zulkaedin sebagai Sultan Kasepuhan karena yang bersangkutan bukan nasab atau keturunan langsung dari Sunan Gunung Jati,”[17]

Pada tanggal 30 Agustus 2020 bertepatan dengan acara pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin oleh para pendukungnya, Hj. Ratu Mawar Kartina, S.H., M.H. yang merupakan putri dari almarhum Sultan Anom Djalaluddin dari kesultanan Kanoman meneriakan penolakannya di bangsal Prabayaksa kesultanan Kasepuhan,[18] baginya proses Jumenengan (bahasa Indonesia : naik tahta) Pangeran Luqman Zulkaedin tidak sah karena yang bersangkutan bukanlah keturunan langsung Sunan Gunung Jati. Menurut Hj. Ratu Mawar Kartina, S.H., M.H. penolakan terhadap Luqman Zulkaedin tidak hanya dilakukan oleh keturunan Sunan Gunung Jati namun juga oleh sejumlah ulama dan pondok pesantren[13]

Keluarga Kesultanan Cirebon menolak penobatan Luqman sebagai Sultan Sepuh XV, lantaran bukan nasab atau keturunan langsung dari Sunan Gunung Jati.[13]

Respon terhadap penolakan

sunting

Drs. Raden Chaidir Susilaningrat, M.Si. selaku juru bicara dari Kasepuhan menyatakan bahwa penolakan yang terjadi dianggap sesuatu hal yang sah, selama disampaikan dengan cara baik dan tidak melawan perbuatan hukum.[13]

Kalau sikapnya berkembang menjadi perbuatan hukum, apapun bentuknya pasti ada hukumannya. Kami anggap itu bukan sebuah gangguan," (Drs. Raden Chaidir Susilaningrat, M.Si.).[13]

Pencabutan mandat oleh keluarga Pangeran Jayawikarta

sunting

Pada bulan Oktober 2020, Pangeran Ilen Seminingrat yang merupakan anggota keluarga besar Pangeran Jayawikarta menyatakan bahwa perjanjian gelung sanggul hadi yang sudah berjalan selama 130 tahun berakhir sehingga mandat yang selama ini diberikan juga dicabut.[19]

Pencabutan mandat dan pernyataan berakhirnya perjanjian gelung sanggul hadi yang dinyatakan Pangeran Ilen Seminingrat tersebut dilatarbelakangi oleh sikap Pangeran Raja Adipati (PRA) Luqman yang dianggap belum menyampaikan struktur adat yang melibatkan semua keluarga besar keraton setelah tiga minggu pelatikannya, terlebih keluarga Pangeran Jayawikarta telah mengirimkan tiga kali surat untuk bersilaturahmi yang juga belum direspon[19]

Saran dari Pemprov Jabar

sunting

Ridwan Kamil selaku gubernur provinsi Jawa Barat memberikan dua cara penyeleseian konflik tahta kesultanan kasepuhan yaitu dengan pertama melalui jalan musyawarah, apabila jalan musyawarah tidak bisa menyeleseikan konflik maka dapat menggunakan jalur hukum dalam penyeleseiannya.[20]

Cara pertama adalah sebaiknya berpegang pada sila keempat, yaitu musyawarah mufakat. Kalau tidak menggunakan musyawarah, negeri ini adalah negeri hukum. Sehingga bisa diselesaikan melalui koridor hukum[20]

Seminar Ulama dan calon Sultan Sepuh dari pihak keluarga kesultanan Cirebon

sunting

Pihak keluarga kesultanan Cirebon yang terdiri dari Kaprabonan, Kesultanan Kacirebonan, Kesultanan Kanoman, Kesultanan Kasepuhan, dan dewan keluarga Mertasinga memberikan 15 nama calon penguasa Kasepuhan yang berasal dari trah asli Syarief Hidayatullah atau lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati, menurut Kyai Haji Muhtadi Mubarok dari pesantren Benda Kerep Kota Cirebon ke 15 nama yang diberikan oleh keluarga kesultanan Cirebon nanti akan dikaji dan dilakukan istikharah oleh para ulama Cirebon dan Banten, jumlahnya sekitar 500 ulama.[21]

“Yang namanya keluar hasil Istikharah itu merupakan hasil pilihan Allah bukan ulama. Inilah pemilihan cara Islam, dan akan saya tunjukkan pada dunia. Dengan cara inilah yang tidak akan mengecewakan siapa pun” (Kyai Haji Muhtadi Mubarok dari Pesantren Benda Kerep, Cirebon 14 September 2020) [21]

Selepas istikharah oleh para ulama, selanjutnya akan diadakan arak-arakan dan prosesi kenaikan tahta penguasa Kasepuhan yang baru.[21]

Pelantikan Raharjo Jali sebagai Sultan Sepuh Aluda II dan penolakannya

sunting

Pada tanggal 18 Agustus 2021, Raharjo Jali dilantik oleh Dewan Kelungguhan sebagai Sultan Sepuh Aluda II. Pelantikan dilaksanakan di ''Umah Kulon'' kompleks Kasepuhan.[22] nama Aluda merupakan serapan dari bahasa Arab al-Huda yang berarti petunjuk, gelar Aluda juga dipakai oleh Sultan Sepuh XI.

Penolakan terhadap Sultan Sepuh Aluda II

sunting

Pada 19 Agustus 2021, Heru Arianatareja yang merupakan keturunan dari Raden Arianatareja menolak status Sultan Sepuh Aluda II dikarenakan Raharjo Jali yang sebelumnya adalah Volmacht (bahasa Indonesia : Wali) dan menurut aturan adat volmacht tidak bisa menjadi Sultan[23]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e Prayitno, Panji. 2020. Silsilah Sultan Sepuh XI Keraton Kasepuhan Cirebon Versi Keluarga Rahardjo. Jakarta : Liputan 6
  2. ^ Keputusan Rahasia Tgl. 30 September 1844 la za hal "Verhandelde Missive" dari Menteri Jajahan 23 Maret 1844 No. 169/0 Rahasia, Berisi al. Pemberitahuan ketetapan Raja Belanda
  3. ^ Telegram Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tanggal 2 September 1871 no. 53
  4. ^ a b Hasyim, Achmad. 2020. Menyibak Jejak Kelam Sejarah Merengga Masa Depan Cerah. Cirebon : Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon
  5. ^ Wamad, Sudirman. 2020. Kisruh 'Kudeta' Keraton Kasepuhan Cirebon, Ini Silsilah Rahardjo Djali. Jakarta : Detik News
  6. ^ a b c d e f g h i Wamad, Sudirman. 2020. Polemik Keraton, Klan Sultan Sepuh XI Beberkan Fakta Hukum soal Ahli Waris. Jakarta : Detik News
  7. ^ a b c d e f Prayitno, Panji. 2020. Babak Baru Polemik di Keraton Kasepuhan Cirebon. Jakarta : Liputan 6
  8. ^ Setyagama, Azis. 2017. Pembaruan Politik Hukum Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Di Indonesia. Jakarta : Jakad Media Publishing
  9. ^ Ali, Husain. 2020. Rahardjo Bacakan Ikrar sebagai Plt Sultan Keraton Kasepuhan. Cirebon : Radar Cirebon
  10. ^ Baehaqi. Ahmad Imam. 2020. Pangeran Kuda Putih Tanggapi Soal Pengukuhan Raharjo Djali Sebagai Polmah Keraton Kasepuhan Cirebon. Jakarta : Tribun News
  11. ^ "Romdhon, Muhamad Syahri. 2020. Ini Penyebab Kematian Sultan Kasepuhan Cirebon. [[Jakarta]] : Kompas". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-11. Diakses tanggal 2021-08-20. 
  12. ^ "Miftahudin. 2020. Ribuan Santri Tolak Penobatan PRA Luqman Zulkaedin sebagai Sultan Sepuh XV. [[Jakarta]] : Sindo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-12. Diakses tanggal 2021-08-20. 
  13. ^ a b c d e "Baihaqi, Hakim, 2020. Keluarga Kesultanan Cirebon Tolak Penobatan PRA Luqman sebagai Sultan Sepuh. [[Jakarta]] : Bisnis.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-10. Diakses tanggal 2021-08-20. 
  14. ^ [Budiman, Yurike. 2017. Datsun Risers Expedition 2 Disambut Tarian Bedaya Pakungwati. Jakarta : Tribun Otomotif
  15. ^ a b Septiadi, Egi. 2020. Dinilai akan Timbulkan Masalah Panjang, Hempi: Penerus Sultan Sepuh XIV Tak Bisa Diteruskan Putranya. Bandung : Pikiran Rakyat
  16. ^ "Tim Radar Cirebon. 2020. Pangeran Hempi Kaprabonan Angkat Bicara soal Trah Sunan Gunung Jati di Keraton Kasepuhan. [[Cirebon]] : Radar Cirebon". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-20. Diakses tanggal 2021-08-20. 
  17. ^ a b "Dwi, Agus. 2020. Tolak Penobatan, Keluarga Besar Kesultanan Cirebon Desak Takhta Diserahkan Kepada Trah Sunan Gunung Jati. [[Jakarta]] : Republika". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-11. Diakses tanggal 2021-08-20. 
  18. ^ "Baehaqi, Ahmad Imam. 2020. Ratu Mawar Berteriak di Tengah-tengah Penobatan PRA Luqman Zulkaedin Menjadi Sultan Sepuh XV. [[Bandung]] : Tribun Cirebon". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-18. Diakses tanggal 2021-08-20. 
  19. ^ a b Mielah, Asep. 2020. Rakyat Cirebon : Pangeran Ilen Seminingrat Desak Sultan Sepuh XV Lengser Kaprabon. Cirebon : Radar Cirebon
  20. ^ a b Wawad, Sudirman. 2020. Ridwan Kamil Tawarkan 2 'Jurus' Selesaikan Polemik di Keraton Kasepuhan. Jakarta : Detik
  21. ^ a b c Ali, Husain. 2020. 15 Nama Calon Sultan Baru Disodorkan untuk Pimpin Keraton Kasepuhan. Cirebon : Radar Cirebon
  22. ^ Baehaqi, Ahmad Imam. 2021. Ini Alasan Raharjo Djali Sandang Gelar Sultan Aloeda II Setelah Dinobatkan Sebagai Sultan Kasepuhan. Cirebon : Tribun Cirebon
  23. ^ Hariyadi, Dedi. 2021. Menolak Penobatan Rahardjo Djali, Pangeran Kuda Putih: Tidak Ada Sultannya Tidak Mempengaruhi Perekonomian. Cirebon : Radar Cirebon