Kuala Tungkal (kota)

ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Indonesia

Kuala Tungkal (Melayu: كوالا توڠكل) adalah kota letak pusat pemerintahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Kuala Tungkal merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tungkal Ilir. Karenanya, selain ibukota kabupaten, Kuala Tungkal juga berfungsi sebagai ibukota kecamatan Tungkal Ilir. Kota ini berada di antara 0°53' – 0 °41' Lintang Selatan dan 103°23' – 104°21' Bujur Timur.

Kota Kuala Tungkal
Sungai Pengabuan
Sungai Pengabuan
Negara Indonesia
ProvinsiJambi
KabupatenTanjung Jabung Barat
Peresmian ibu kota10 Agustus 1965
Zona waktuUTC+7 (WIB)
Kode area telepon+62 742
Pasanggrahan di Kuala Tungkal sekitar tahun 1930 - 1940
Vihara Buddhayana, Kuala Tungkal

Asal Nama

sunting

Istilah Geografis

sunting

Dalam istilah geografis, istilah Kuala atau Muara digunakan untuk nama daerah yang berada di kuala atau muara sungai yang yang mengalirinya. Misalnya Muara Bulian, adalah muaranya Sungai Batang Bulian, Muara Tembesi adalah muaranya Sungai Batang Tembesi. Kuala Dasal adalah muaranya Sungai Dasal. Meski demikian, terdapat juga penamaan yang tidak ada kaitan dengan nama sungai yang mengalirinya sebut saja Kuala Lumpur, Kuala Simpang, Muara Jambi dan lain-lain.[1][2]

Versi Pertama

sunting

Istilah Kuala Tungkal tidak menunjukkan bahwa Sungai yang mengalirinya bernama sungai Tungkal. Nama sungainya tetaplah Sungai Pengabuan, adapun mengapa nama kuala Sungai Pengabuan dinamakan Kuala Tungkal tidak Kuala Pengabuan karena muara atau kuala sungai Pengabuan hanya satu atau tunggal. Muara atau Kuala sungai-sungai besar yang mengalir di Pulau Sumatera yang bermuara di pantai timur Sumatera pada umumnya bercabang. Karena itu, Kuala Sungai Pengabuan disebut Kuala Tunggal, atau kuala yang satu.

Istilah Tunggal berubah menjadi Tungkal oleh perubahan dialek. Jika pendapat tersebut benar adanya, dapat disimpulkan bahwa nama Kuala Tungkal lebih dulu dikenal, dan kehidupan masyarakat di Kuala Tungkal lebih dahulu daripada masyarakat Tungkal Ulu. Ini artinya bertolak belakang dengan pendapat di atas. Dengan demikian, pendapat bahwa nama Tungkal berasal dari kata “Tunggal” memiliki dasar yang lemah.

Versi Kedua

sunting

Versi kedua, Orang-orang Tungkal diyakini berasal dari Pagaruyung bersamaan dengan eksodusnya orang-orang Pagaruyung ke daerah lain dalam Propinsi Jambi sekarang. Orang-orang Minangkabau yang eksodus ke Tungkal Ulu sekarang bersamaan dengan mereka yang juga mendiami sejumlah wilayah lain di Jambi dalam catatan Nasrudin adalah anak keturunan Adityawarman, Raja Melayu yang terkenal yang mendirikan Kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh seorang Menteri bernama Datuk Malin Andiko Srimaharajo. Karena itulah mereka yang pertama kali kemudian mendiami wilayah Tungkal Ulu sekarang disebut juga Suku Mandaliko. Jika tesis ini benar adanya, maka peristiwa eksodusnya orang Minangkabau ke Tungkal Ulu diperkirakan terjadi pada abad ke-15 dan orang-orang yang datang dari Minangkabau tersebut telah memeluk Agama Islam.

Versi Ketiga

sunting

Dalam Bahasa Ogan di Sumatera Selatan, "Tungkal" memiliki arti bukit. Pengartian Tungkal sebagai bukit masuk akal karena pada masa lalu yang ada hanya lah Tungkal saja tanpa ada pembagian antara ilir dan ulu. Tungkal pada masa lalu hanya terdapat di bagian ulu yang merupakan daerah perbukitan dalam kawasan yang sekarang disebut dengan nama Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, sebuah kawasan perbukitan di pesisir timur Sumatera. Oleh karena itu tidak lah mengherankan jika ternyata istilah “Tungkal” tidak saja digunakan di Provinsi Jambi, tetapi terdapat juga nama daerah di empat provinsi lain yang menggunakan kata Tungkal.

Versi Keempat

sunting

Terdapat pula pendapat meyakini nama Tungkal merupakan perubahan etimologis dari nama Kuntala, sebuah nama Kerajaan Budha yang banyak ditulis dalam sejarah. Dalam buku Dinamika Adat Masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Barat seperti telah disebutkan di atas, disebutkan bahwa sebelum kedatangan orang-orang Pagaruyung ke Tungkal Ulu, beberapa dusun seperti Merlung, Tanjung Paku, dan Suban sudah berpenghuni yaitu masyarakat sisa-sisa Kerajaan Kuntala yang merupakan Kerajaan yang sudah berdiri sebelum Melayu dan Sriwijaya yang waktu itu merupakan daerah taklukan Kerajaan Singosari.

Sejarah

sunting

Di Bawah Kedaulatan Johor

sunting

Sebelum abad ke-17 di Tanah Tungkal ini sudah berpenghuni seperti Merlung, Tanjung Paku, Suban yang sudah dipimpin oleh seorang Demong, jauh sebelum datangnya rombongan 199 orang dari Pariang Padang Panjang yang dipimpin oleh Datuk Andiko dan sebelum masuknya utusan Raja Johor.

Kemudian memasuki abad ke-17 ketika itu daerah ini masih disebut Tungkal saja, daerah ini dikuasai atau dibawah Pemerintahan Raja Johor. Dimana yang menjadi wakil Raja Johor di daerah ini pada waktu itu adalah Orang Kayo Depati. Setelah lama memerintah Ornag Kayo Depati pulang ke Johor dan ia digantikan oleh Orang Kayo Syahbandar yang berkedudukan di Lubuk Petai. Setelah Orang Kayo Syahbandar kemudian diganti lagi oleh Orang Kayo Ario Santiko yang berkedudukan di Tanjung Agung (Lubuk petai) dan Datuk Bandar Dayah yang berkedudukan di Batu Ampar, daerahnya meliputi Tanjung rengas sampai ke Hilir Kuala Tungkal atau Tungkal Ilir sekarang.

Di Bawah Kedaulatan Jambi

sunting

Memasuki abad ke- 18 atau sekitar tahun 1841-1855 Tungkal dikuasai dan dibawah Pemerintahan Sultan Jambi yaitu Sultan Abdul Rahman Nasaruddin. Pada saat itu kesultanan Jambi mengirim seorang Pangeran yang bernama Pangeran Badik Uzaman ke Tungkal yaitu Tungka Ulu sekarang Kedatangannya disambut baik oleh orang Kayo Ario Santiko dan Datuk Bandar Dayah.

Setelah terbukanya Kota Kuala Tungkal maka semakin banyak orang mulai datang, sekitar tahun 1902 dari suku Banjar yang berimigrasi dari Pulau Kalimantan melalui Malaysia. Mereka ini berjumlah 16 orang antara lain : H.Abdul Rasyid, Hasan, Si Tamin gelar Pak Awang, Pak Jenang, Belacan Gelar Kucir, Buaji dan kemudian mereka ini berdatangan lagi dengan jumlah agak lebih besar yaitu 56 orang yang dipimpin oleh Haji Anuari dan iparnya Haji Baharuddin, Rombongan 56 orang ini banyak menetap di Bram Itam Kanan dan Bram Itam Kiri. Selanjutnya datang lagi dari suku Bugis, Jawa, Suku Donok atau Suku Laut yang banyak hidup dipantai/laut, dan Cina serta India yang datang untuk berdagang .

Pada tahun 1901 kerajaan Jambi takluk keseluruhannya kepada Pemerintahan Belanda termasuk Tanah Tungkal khususnya di Tungkal Ulu yang Konteleir jenderalnya berkedudukan di Pematang Pauh. Sehingga pecahlah perperangan antara masyarakat Tungkal Ulu dan Merlung dengan Belanda. Karena mendapat serangan yang cukup berat akhirnya pemerintah Belanda mengundurkan diri dan hengkang dari wilayah itu. Perperangan itu dipimpin oleh Raden Usman anak dari Badik Uzaman. Raden Usman kemudian wafat dan dimakamkan di Pelabuhan Dagang.

Selanjutnya muncullah Pemerintahan Kerajaan Lubuk Petai yang dipimpin oleh Orang Kayo Usman dan Lubuk Petai kemudian membentuk pemerintahan baru. Pada waktu itu dibentuklah oleh H.Muhammad Dahlan Orang Kayo yang pertama dalam penyusunan pemerintahan yang baru.

Orang Kayo pertama ini pada waktu itu masih diintip dan diserang oleh rombongan dari Jambi. Ia diserang dan ditembak dirumahnya lalu patah. Maka bernamalah pemerintahan itu dengan Pemerintahan Pesirah Patah. Dusun-dusun pada pemerintahan Pesirah Patah dan asal mula namanya adalah :[3]

No Dusun Sebelumnya
1 Dusun Lubuk Kambing Benaluh
2 Lingkis
3 Dusun Sungai Rotan Timong Dalam
4 Dusun Rantau Benar Riak Runai
5 Air Talun
6 Dusun Pulau Pauh Jelmu Pulau Embacang
7 Dusun Penyambungan Suku Teberau
8 Dusun Lubuk Terap
9 Dusun Merlung Suku Pulau Ringan:
  • Pulau Ringan
  • Kebon Tengah
  • Langkat
  • Aur Duri
  • Kuburan Panjang
  • Gemuruh
  • Teluk
10 Dusun Tanjung Paku Tangga Larik
11 Dusun Rantau Badak Lubuk Lalang
Tanjung Kemang
12 Dusun Mudo Talang Tungkal
Lubuk Petai
13 Dusun Kuala Dasal Pecang Belango
14 Dusun Tanjung Tayas Bumbung
15 Dusun Pematang Pauh -
16 Dusun Batu Ampar -
17 Dusun Taman Raja Pekan Kerajaan Lubuk Petai
18 Dusun Suban Suban Dalam
19 Dusun Lubuk Bernai Tanjung Genting
Lubuk Lawas
20 Dusun Kampung Baru -
21 Dusun Tanjung Bojo -
22 Dusun Kebun -
23 Dusun Tebing Tinggi -
24 Dusun Teluk Ketapang -
25 Dusun Senyerang -

Pasca Kemerdekaan

sunting

Seiring bergulirnya perkembangan zaman berdasarkan keputusan Komite Nasional Indonsia (KNI) untuk Pulau Sumatera di Kota Bukit Tinggi (Sumbar) pada tahun 1946 tanggal 15 April 1946, maka pulau Sumatera di bagi menjadi 3 (tiga) Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Selatan.

Pada waktu itu Daerah Keresidenan Jambi terdiri dari Batanghari dan Sarolangun Bangko, tergabung dalam Provinsi Sumatera Tengah yang dikukuhkan dengan undang – undang darurat Nomor 19 Tahun 1957, kemudian dengan terbitnya undang – undang Nomor 61 Tahun 1958 pada tanggal 6 januari 1958 Keresidenan Jambi menjadi Provinsi Tingkat I Jambi yang terdiri dari : Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun Bangko dan Kabupaten Kerinci.

Pada tahun 1965 wilayah Kabupaten Batanghari dipecah menjadi 2 (dua) bagian yaitu : Kabupaten Dati II Batanghari dengan Ibukota Kenaliasam, Kabupaten Dati II Tanjung Jabung dengan Ibukotanya Kuala Tungkal. Kabupaten Dati II Tanjung Jabung diresmikan menjadi daerah kabupaten pada tanggal 10 Agustus 1965 yang dikukuhkan dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1965 (Lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1965), yang terdiri dari Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir dan kecamatan Muara Sabak.

Setelah memasuki usianya yang ke-34 dan seiring dengan bergulirnya Era Desentralisasi Daerah, dimana daerah di beri wewenang dan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, maka kabupaten Tanjung Jabung sesuai dengan Undang-undang Nomor 54 Tanggal 4 Oktober 1999 tentang pemekaran wilayah kabupaten dalam Provinsi Jambi telah memekarkan diri menjadi dua wilayah yaitu :

Demografi

sunting

Saat ini salah satu komunitas terbesar diaspora orang Banjar diluar pulau Kalimantan di pulau Sumatera adalah Kuala Tungkal, Jambi.

  1. ^ "Perkembangan Kelembagaan dari Negeri dan Marga Menjadi Desa di Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjab Barat Provinsi Jambi". Ilmu Hukum. 2 (1): 41–60. 1 Agustus 2011. 
  2. ^ Arman, Dedi (2019-12-12). "Asal Usul Nama Tungkal Ulu". Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-18. 
  3. ^ "Sejarah Singkat". Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. 2013-07-01. Diakses tanggal 2023-02-05.