Psikologi kognitif

Psikologi kognitif adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari proses mental seperti "perhatian, penggunaan bahasa, daya ingat, persepsi, pemecahan masalah, kreativitas, dan pola pikir".[1]

Sebagian besar karya yang dapat berasal dari psikologi kognitif telah diimplementasikan ke dalam berbagai disiplin ilmu psikologis modern lainnya, termasuk psikologi pendidikan, psikologi sosial, psikologi kepribadian, psikologi abnormal, psikologi perkembangan, dan Ilmu ekonomi.

Sejarah [2]

sunting

Yunani kuno sd. abad 18

sunting

Sejarah dari psikologi kognitif berawal pada saat Plato (428-348 SM) dan muridnya Aristotle (384-322 SM) memperdebatkan mengenai cara manusia memahami pengetahuan maupun dunia serta alamnya. Plato berpendapat bahwa manusia memperoleh pengetahuan dengan cara menalar secara logis, aliran ini disebut sebagai rasionalis. Lain halnya dengan Aristotles yang menganut paham empiris dan mempercayai bahwa manusia memperoleh pengetahuannya melalui bukti-bukti empiris.[butuh rujukan]

Perdebatan ini masih berlangsung seperti pertentangan Rasionalis dari Prancis, Rene Descartes (1596-1650), dan Empiris dari Inggris, John Locke (1632-1704), dengan tabularasa-nya. Seorang fisuf Jerman, Immanuel Kant, pada abad 18 berargumentasi bahwa baik rasionalisme maupun empirisme harus bersinergi dalam membuktikan pengetahuan. Perdebatan ini meletakkan landasan dan memengaruhi cara berpikir di bidang ilmu psikologi maupun cabang ilmu lainnya. Saat ini ilmu pengetahun mendasarkan paham empiris untuk pencarian data dan pengolahan dan analisis data menggunakan kerangka pikir rasionalis.[butuh rujukan]

Abad 19 dan 20

sunting

Wilhelm Wundt (1832-1920) seorang psikolog dari Jerman mengajukan ide untuk mempelajari pengalaman sensori melalui introspeksi. Dalam mempelajari proses perpindahan informasi atau berpikir, maka informasi tersebut harus dibagi dalam struktur berpikir yang lebih kecil. Aliran strukturisme Wundt berfokus pada proses berpikir, tetapi aliran fungsionalisme berpendapat bahwa bahwa penting bagi manusia untuk tahu apa dan mengapa mereka melakukan sesuatu. William James (1842-1910)seorang pragmatisme-fungsionalisme melontarkan gagasan mengenai atensi, kesadaran serta persepsi.[butuh rujukan]

Setelah itu munculah aliran assosiasi (Edward Lee Thorndike, 1874-1949) yang mulai menggunakan stimulus dan diikuti dengan aliran behaviorisme yang memasangkan antara stimulus dan respon dalam proses belajar. Pendekatan behaviorisme radikal yang dibawakan oleh B.F. Skinner (1904-1990) menyatakan bahwa semua tingkah laku manusia untuk belajar, perolehan bahasa bahkan penyelesaian masalah dapat dijelaskan dengan penguatan antara stimulus dan respon melalui hadiah dan hukuman.[butuh rujukan]

Namun pendekatan behaviorisme belum dapat menjawab alasan perilaku manusia yang berbeda misalnya melakukan perencanaan, pilihan dan sebagainya. Edward Tolman (1886-1959) percaya bahwa semua tingkah laku ditujukan pada suatu tujuan. Menggunakan eksperimen dengan tikus yang mencari makanan dalam maze, percobaan ini membuktikan bahwa terdapat skema atau peta dalam kognisi tikus. Hal ini membuktikan bahwa tingkah laku melibatkan proses kognisi. Oleh karena itu beberapa pihak mengakui Tolman sebagai Bapak Psikologi Kognitif Modern.[butuh rujukan]

Selain Tolman, Albert Bandura (1925- ) juga mengkritik behaviorisme dengan menyatakan bahwa belajar pun dapat diperoleh melalui lingkungan sosial dari individu. Dalam perolehan bahasa, Noam Chomsky (1928- ) -seorang linguis- juga mengkritik behaviorisme dengan menyatakan bahwa otak manusia dibekali dengan kemampuan untuk mengenali dan memproduksi bahasa.[butuh rujukan]

Metode penelitian [2][3]

sunting

Penelitian psikobiologis

sunting

Menggunakan keterkaitan antara aktivitas otak dengan perilaku yang dilakukan atau diamati. Penelitian ini dapat difasilitasi dengan alat-alat yang memberikan bayangan otak (Brain imaging) dengan menggunakan fMRI, EEG, MRI, PET, NIRS dan lain-lain.[butuh rujukan]

Peminatan lain menyangkut penelitian di bidang spiritualitas. Spiritualitas dapat dianggap sebagai salah satu fenomena mental manusia yang kini dapat dilihat oleh instrumen pemindai otak.[butuh rujukan]

Self report

sunting

Peserta penelitian memberikan laporan mengenai hal yang mereka alami, rasakan atau ingat berkaitan dengan suatu rangsang tertentu.[butuh rujukan]

Eksperimen laboratorium terkontrol

sunting

Penelitian dilakukan pada tempat dan waktu tertentu dan biasanya telah diatur lingkungan sekitar agar tidak menjadi variabel pengganggu dari proses kognisi yang akan diukur pada eksperimen.[butuh rujukan]

Waktu reaksi

sunting

Menggunakan kecepatan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus tertentu. Hal ini berkaitan dengan waktu pemrosesan dalam berpikir dapat menggambarkan pengaruh stimulus terhadap proses kognisi yang terjadi.[butuh rujukan]

Persepsi dan action

sunting

Pada topik ini dipelajari bagaimana seseorang mengartikan informasi dari indranya untuk membuat dunianya berarti. Perolehan informasi didapatkan karena seseorang beraksi dan tentunya aksinya tersebut akan memengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan dunianya.[butuh rujukan]

Belajar dan ingatan

sunting

Bagi psikologi belajar tidak terbatas pada ruang kelas, tetapi berkaitan dengan perolehan pengetahuan baru, mengembangkan perilaku baru maupun beradaptasi terhadap tantangan yang dihadapinya. Belajar berkaitan erat dengan ingatan atau memori karena hasil belajar harus disimpan dalam ingatan atau dalam proses belajar menggunakan ingatan hasil belajar sebelumnya.[butuh rujukan]

Berpikir dan penalaran

sunting

Berpikir melibatkan manipulasi mental terhadap informasi dengan tujuan menalar, memecahkan masalah, membuat keputusan dan penilaian atau hanya membayangkan. Disini dilibatkan proses penalaran deduktif maupun induktif. Manusia membuat suatu dugaan (hipotesis) berdasarkan kemampuan berpikirnya.[butuh rujukan]

Bahasa

sunting

Bahasa yang dimaksudkan disini adalah bahasa yang memiliki kelengkapan fonem, fonetik, sintaks dan semantik. Merupakan kemampuan yang rumit dan hanya dimiliki oleh manusia, sehingga interaksi yang dilakukan oleh manusia mencirikan bahwa manusia adalah mahluk sosial. Melalui bahasa manusia memiliki konsep-konsep yang abstrak seperti moral, agama, peradaban, keindahan, penghianatan dan sebagainya. Oleh karena itu perolehan bahasa maupun proses berbahasa dianggap dapat memberikan pemahaman pada proses kognisi manusia.[butuh rujukan]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "American Psychological Association (2013). Glossary of psychological terms". Apa.org. Diakses tanggal 2014-08-13. 
  2. ^ a b Sternberg, R.J.(2006) Cognitive Psychology(4th Ed). Belmont, CA: Thomson Wadsworth
  3. ^ Breakwell, G M, S.Hammond, C. Fife-schaw(200). Research methods in psychology. Sage: London
  4. ^ Encarta Reference Library Version 14.0.0.0603 (1993-2004). Redmon, WA: Microsoft Encarta Program