Sakramen Imamat (Gereja Katolik)

(Dialihkan dari Tahbisan)

Sakramen Imamat adalah sakramen yang dengannya seseorang dijadikan uskup, imam, atau diakon, sehingga penerima sakramen ini dibaktikan sebagai citra Kristus (In persona Christi). Hanya uskup (termasuk juga patriark dan paus) yang berhak dan boleh melayankan sakramen ini.

Orang-orang yang berkeinginan menjadi imam dituntut oleh Hukum Kanonik (Kanon 1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu program seminari yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup suatu program formasi yang meliputi pengarahan rohani, berbagai retret, pengalaman apostolat (semacam Kuliah Kerja Nyata), dst.[1] Proses pendidikan sebagai persiapan untuk pentahbisan sebagai diakon permanen diatur oleh Konferensi Wali Gereja (Konferensi Uskup) terkait; yaitu Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kalau di Indonesia.

Makna imamat

sunting

Imamat jabatan

sunting

Salah satu ciri Gereja Katolik adalah "apostolik" (berasal dari para Rasul). Sehingga seluruh tahbisan dalam Gereja Katolik dapat ditelusuri sejak dari zaman para rasul, yang mana diutus oleh Yesus Kristus sendiri. Perutusan Yesus tersebut dilanjutkan oleh Gereja sampai akhir zaman melalui tahbisan dalam tiga tahap:[2]

  • Episkopat: uskup (penerus para Rasul)
    Pentahbisan seseorang menjadi uskup menganugerahkan kegenapan sakramen Imamat baginya, menjadikannya anggota badan penerus (pengganti) para rasul, dan memberi dia misi untuk mengajar, menguduskan, dan menuntun, disertai kepedulian dari semua Gereja.
  • Presbiterat: pastor (presbiter)
    Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi.
  • Diakonat: diakon
    Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah.

Imamat bersama (umum)

sunting

Melalui Sakramen Baptis, semua umat awam Kristiani diharuskan juga menjadi 'imam'; yaitu dengan menjadi saksi Kristus yang baik, hidup menurut iman, pengharapan, dan kasih. Kesaksian hidup umat diharapkan menjadi pancaran terang kasih Kristus kepada sesamanya.

 
Dalam ritus tahbisan, setelah uskup menahbiskan, para imam juga menumpangkan tangan kepada para tertahbis.

Sakramen Imamat

sunting

Sakramen Imamat disebut juga "Sakramen Tahbisan" atau "Sakramen Penahbisan". Pada dasarnya panggilan sebagai imam berlaku untuk semua orang yang sudah dibaptis, namun Tuhan menunjuk orang-orang pilihan-Nya untuk menjadi imam tertahbis (imam jabatan). Yesus menunjuk secara khusus imam yang ditahbiskan untuk melanjutkan karya-Nya di dunia sampai akhir zaman, dan juga untuk melayani imam bersama.

Berikut beberapa kutipan dari dokumen Gereja yang menyatakan mengenai tugas 'khusus' tersebut:

Dalam tugas para Rasul ada satu bagian yang tidak dapat diserahkan: tugas sebagai saksi-saksi terpilih kebangkitan Tuhan dan dasar Gereja. Tetapi di dalamnya juga terletak sekaligus satu tugas yang dapat diserahkan. Kristus menjanjikan kepada mereka bahwa ia akan tinggal bersama mereka sampai akhir zaman.Bdk. Mat 28:20 Karena itu "perutusan ilahi yang dipercayakan Kristus kepada para Rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman. Sebab Injil yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan asas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarkis itu para Rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka” (LG 20).[3]

Dalam menjalankan tugas pelayanan sucinya, para Imam yang ditahbiskan berbicara dan bertindak bukan atas wewenang mereka sendiri, bukan pula karena mandat atau delegasi komunitas tertentu, tetapi atas nama Pribadi Kristus Sang Kepala dan atas nama Gereja. Karena itu, imamat jabatan ini berbeda secara esensial dan tidak hanya dalam tingkatan dengan imamat umum seluruh umat beriman. Untuk pelayanan umat beriman, Kristus menetapkan Sakramen ini."[4]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting