Zulkifli Lubis

tokoh militer Indonesia

Kolonel Inf. (Purn). Zulkifli Lubis (26 Desember 1923 – 23 Juni 1993) adalah seorang tokoh militer Indonesia dan pernah menjadi Pejabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat periode 8 Mei 1955 - 26 Juni 1955.[1] Selain itu ia juga dikenal sebagai pendiri dan juga mejabat sebagai Ketua Badan Intelijen pertama di Indonesia.

Zulkifli Lubis
Kepala Staf TNI Angkatan Darat
Pejabat
Masa jabatan
8 Mei 1955 – 26 Juni 1955
Sebelum
Pengganti
Bambang Utoyo
Sebelum
Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-1
Masa jabatan
1 Desember 1953 – 8 Mei 1955
Sebelum
Pendahulu
jabatan dibentuk
Pengganti
Letjen TNI Gatot Soebroto
Sebelum
Kepala Badan Rahasia Negara ke-1
Masa jabatan
1945–1958
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Tidak Ada
Pengganti
Pirngadi
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1923-12-26)26 Desember 1923
Banda Aceh, Hindia Belanda
Meninggal23 Juni 1993(1993-06-23) (umur 69)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Hubungan
  • Aden Lubis (bapak)
  • Siti Rewan Nasution (ibu)
ProfesiTentara
Karier militer
Pihak
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1943—1961
Pangkat Kolonel
SatuanInfanteri
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Zulkifli adalah anak kelima dari sepuluh bersaudara. Ayahnya bernama Aden Lubis gelar Sutan Srialam dan ibunya bernama Siti Rewan Nasution. Kedua orangtuanya adalah guru di sekolah guru Normaalschool.

Masa kecil

sunting

Zulkifli Lubis memperoleh kesempatan menikmati pendidikan Belanda pada Hollandsch Inlansche School. Setelah menyelesaikan HIS, kemudian Kifli melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs di kota yang sama. Pada masa itu Zulkifli Lubis mulai kelihatan sering membaca koran Deli Blaad, yang diperoleh dari temannya yang berjualan. Melalui Deli Blaad, Zulkifli mulai mengenal pidato-pidato Sukarno, Hatta, Muhammad Husni Thamrin dan perdebatan di Volksraad. Koran yang dimiliki pemilik perkebunan di Sumatera Timur itu mempunyai peranan membangkitkan semangat kebangsaan pelajar semacam Zulkifli Lubis. Di MULO, Zulkifli dan kawan-kawannya tergabung dalam kelompok Patriot. Mereka bisa dibilang sebagai oposisi diam-diam karena sebagai contoh, jika ada upacara mereka tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan Belanda, Wilhelmus, malahan mengajak peserta upacara lainnya agar ikut diam.

Masa remaja

sunting

Selepas tamat dari MULO, Zulkifli melanjutkan ke Algemeene Middlebare School B di Yogyakarta. Hal yang menyenangkan Zulkifli selama bersekolah di AMS B adalah kesempatan dirinya diminta maju ke depan kelas untuk mencoba mengajar. Misalnya mata pelajaran ilmu tata negara dan sejarah. Di AMS B, Zulkifli bersama teman-temannya sering mengadakan diskusi kebangsaan, termasuk teman-teman dari Parindra.

Masa pendudukan Jepang

sunting

Ketika Jepang menduduki Hindia Belanda, Zulkifli Lubis mengikuti ajakan temannya untuk turut serta latihan yang diselenggarakan oleh Tentara Jepang untuk para pemuda. Pilihan itu diambil Zulkifli daripada menganggur. Setelah memperoleh latihan sekitar dua bulan di Seinen Kurensho (pusat latihan untuk barisan pemuda), Zulkifli menerima tawaran khusus untuk mendapat pendidikan perwira militer. Di Seinen Dojo (balai penggemblengan pemuda) Tangerang ada sekitar 40 siswa dari seluruh Jawa. Zulkifli Lubis, Kemal Idris dan Daan Mogot termasuk angkatan pertama. Balai penggemblengan inilah yang pertama kalinya memperkenalkan Zulkifli pada dunia intelijen.

Di sana Zulkifli hanya sebentar berada di sana karena dia dipindahkan ke Resentai (korps latihan) Bogor. Kekaguman Zulkifli Lubis terhadap Jepang menjadi surut ketika melihat apa yang terjadi. Kebanyakan instruktur yang berasal dari pasukan berbusana lusuh dan tampak kotor. Mereka mengajar sambil lalu. Situasi ini berbeda dengan yang terjadi di Seinen Dojo, Tangerang. Semua instruktur berpenampilan rapi dan bersih. Mereka mengajar secara serius dan saksama. Di Resentai Bogor, Zulkifli tidak banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan militer yang cukup memadai mengingat pendidikan yang hanya berlangsung selama 3 bulan saja dan lebih diarahkan pada memberi semangat.

Pada bulan Desember 1943, para shodancho itu dilantik dan kemudian dikembalikan ke kota asal atau daerah asal masing-masing untuk turut serta di dalam pembentukan daidan (batalyon). Letnan Dua Zulkifli Lubis, Kemal Idris, Sabirin Mochtar, Satibi Darwis, Daan Mogot, Effendi, dan Kusnowibowo membantu Kapten Tsuhiya Kiso untuk mempersiapkan pembentukan daidan-daidan di pulau Bali. Kemudian Zulkifli Lubis, Kemal Idris dan Daan Mogot dilibatkan dalam sebuah staf khusus dibentuk secara resmi yang dinamai Boei Giyugun Shidobu dengan tugas mengenai semua urusan yang menyangkut Pembela Tanah Air.

Komandan Intelijen Pertama

sunting

Pertengahan tahun 1944, Zulkifli Lubis diajak oleh Rokugawa (bekas komandan Seinen Dojo) ke Malaysia dan Singapura. Disana ia berkenalan dengan Mayor Ogi, yang wajahnya mirip dengan orang Barat dan pandai berbahasa Prancis. Perwira intelijen Jepang yang tinggal satu kamar dengan Zulkifli Lubis itu sering bercerita mengenai pengalamannya melakukan kegiatan intelijen di Vietnam. Zulkifli Lubis beruntung karena ia adalah satu-satunya orang Indonesia yang berada di kota Singa itu memperoleh kesempatan untuk mempelajari dunia intelijen dalam praktik dengan bimbingan dari Rokugawa. Zulkifli dan Rokugawa senantiasa melapor kepada komandan Jepang untuk wilayah Asia Tenggara di Singapura. Di Singapura inilah Fujiwara Kikan, sebuah badan rahasia Jepang untuk Asia Tenggara yang tersohor beroperasi. Ketika kemudian Zulkifli Lubis berada di Kuala Lumpur. Ia memperoleh kesempatan mengenai dunia intelijen lebih mendalam. Rokugawa mengajari Zulkifli mengenai bagaimana caranya mengetahui jumlah penduduk dalam satu kota atau mengetahui apakah rakyat itu anti atau pro Jepang.

Setelah belajar intelijen di luar negeri, Zulkifli kembali ke tanah air. Ia melibatkan diri dalam rencana Jepang untuk membentuk kelompok-kelompok intelijen di berbagai tempat di Jawa sebagai pasukan gerilya untuk menghadapi pasukan Sekutu jika kelak mendarat. Setelah Jepang menyerah, Sekutu pun mendarat dan tidak mendapat perlawanan yang berarti sebagaimana mestinya dari kelompok intelijen yang diorganisir oleh Zulkifli Lubis.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Zulkifli Lubis dipercayakan sebagai pimpinan pusat Badan Keamanan Rakyat yang diketuai oleh Kaprawi dan dibantu oleh Sutalaksana (Ketua I), Latief Hendraningrat (Ketua II), Arifin Abdurrachman dan Machmud. Disinilah ia mulai mempersiapkan pembentukan badan intelijen yang diberi nama Badan Istimewa. Zulkifli Lubis, Sunarjo, Juwahir dan GPH Djatikusumo membidani lahirnya badan itu. Sekitar 40 orang bekas Giyugun dari seluruh Jawa bergabung dalam badan itu.

Zulkifli Lubis juga membentuk Penyelidikan Militer Chusus (PMC) pada akhir tahun 1945, Sutopo Yuwono termasuk di dalamnya. PMC bertanggung jawab langsung kepada Presiden Soekarno. Badan ini mengirim eksepedisi ke Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Nusa Tenggara. Penyelundupan senjata dari Singapura pun dilakukan. Kegiatan ini dilakukan PMC di Sumatra dan Kuala Enoch atau Kuala Tungkal. Penyelundupan itu juga dilakukan untuk membantu operasi di Kalimantan di bawah pimpinan Muljono dan Tjilik Riwut.

Pada bulan April 1946, cabang PMC di Purwakarta mendapat reaksi yang sengit dari pihak tentara, karena dianggap melakukan serangkaian penangkapan dan penyitaan yang semena-mena. Keberatan itu muncul pula di berbagai daerah lain dan menyebabkan PMC dibubarkan oleh Markas Besar Tentara Keamanan Rakyat pada tanggal 3 Mei 1946. Kemudian beberapa bulan berikutnya, Zulkifli dan Sutjipto (pemimpin Penyelidik Umum Militer) terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946, yaitu percobaan perebutan kekuasaan yang dimotori oleh Mayor Jenderal Sudarsono, Kepala Divisi III Yogyakarta. Sutjipto tertangkap, akan tetapi sebaliknya Zulkifli Lubis berhasil lolos.

Akibat kecerdikan Zulkifli Lubis, ia bisa menghapus jejak setelah melakukan aksi dan mendapat pemberian grasi Presiden Sukarno atas keterlibatannya dalam Peristiwa 3 Juli 1946. Zulkifli Lubis kemudian mendapat kepercayaan membentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani) dan menjadi ketuanya. Untuk merekut anggota Brani dan, Zulkifli menggunakan sebagian besar pelajar, bekas Seinen Dojo maupun Yugeki di antaranya Bambang Supeno, Kusno Wiwoho, Dirgo, Sakri, Suparto dan Tjokropranolo.

Wakasad dan Kasad

sunting

Setelah peristiwa 17 Oktober 1952 yang melibatkan konflik internal dalam Angkatan Darat, Zulkifli diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) oleh Menteri Pertahanan Indonesia Iwa Kusumasumantri pada bulan Desember 1953, mendampingi Bambang Sugeng.[1] Setelah Bambang Sugeng mengundurkan diri pada pertengahan 1955 ia diangkat menjadi Pejabat KASAD.[2] Karena banyaknya suara yang menentang dia karena dianggap lebih intelijen dibanding militer dan pro-Barat, maka posisinya digantikan oleh Bambang Utoyo.

Meninggal Dunia

sunting

Zulkifli Lubis, meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 23 Juni 1993 dalam usia 69 tahun dan dimakamkan di Pusaka Makam Pahlawan (TMP) Dreded, Kota Bogor, Jawa Barat.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Kasenda, Peter (2012). Komandan Intelijen Pertama Indonesia, Zulkifli Lubis, Kolonel Misterius Di Balik Pergolakan TNI AD. Jakarta: Kompas Media Nusantara. ISBN 978-979-709-646-5. 
  2. ^ Bambang Utoyo, Jiwa Ragaku untuk Negeri Tercinta, KASAD ke-4. Bandung: Dinas Sejarah Angkatan Darat. 2010. hlm. 111. ISBN 978-602-95551-1-0. 
Jabatan militer
Didahului oleh:
Bambang Sugeng
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Plt.)
8 Mei 1955 - 26 Juni 1955
Diteruskan oleh:
Bambang Utoyo
Posisi baru Wakasad
1 Desember 1953 - 8 Mei 1955
Diteruskan oleh:
Letjen TNI Gatot Soebroto
Jabatan pemerintahan
Posisi baru Kepala Badan Rahasia Negara
1945–1959
Diteruskan oleh:
Pirngadi