Lompat ke isi

Etologi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Angsa-angsa liar terbang membentuk formasi-V

Etologi atau Ilmu perilaku hewan adalah suatu cabang ilmu zoologi yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme serta faktor-faktor penyebabnya.[1]

Sepanjang sejarah telah banyak naturalis yang mempelajari aneka aspek tingkah laku hewan, berakar pada penelitian-penelitian Charles Darwin (1809-1882). Namun disiplin ilmu etologi modern dianggap lahir sekitar tahun 1930-an atas penilitian-penilitian yang dilakukan ornitologis asal Belanda, Nikolaas Tinbergen (1907-1988), dan ornitologis asal Austria, Konrad Lorenz (1903-1989) serta zoologis Karl von Frisch (1886-1982). Atas jerih payahnya, ketiga peneliti ini kemudian dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1973.[2]

Etologi merupakan kombinasi antara pekerjaan laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu tertentu seperti neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang ahli perilaku hewan cenderung menaruh minat pada proses terjadinya sebuah perilaku dari pada kelompok hewan tertentu,[3] dan sering kali mempelajari satu jenis perilaku, seperti agresi, pada sejumlah spesies yang tidak berkerabat.

Etologi adalah bidang yang berkembang pesat. Sejak awal abad ke-21, para peneliti telah memeriksa kembali dan mencapai kesimpulan baru dalam banyak aspek komunikasi hewan, emosi, budaya, pembelajaran, dan seksualitas yang telah lama dipahami oleh komunitas ilmiah. Bidang-bidang baru, seperti neuroetologi, juga mulai berkembang.

Etimologi dan terminologi

[sunting | sunting sumber]

Istilah etologi diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu kata ethos (ήθος) yang berarti "kebiasaan", seperti kata etis dan etika. lalu kata -logia (-λογία) yang berarti "ilmu mengenai-". Pertama kali istilah ini diperkenalkan dalam bahasa Inggris oleh mirmekolog asal Amerika William Morton Wheeler pada 1902.[4]

Meski tidak diterima dalam kalangan akademisi, John Stuart Mill dalam bukunya Sistem Logika, Ratiosinatif dan Induktif (1843) mendefinisikan Etologi sebagai "ilmu pembentukan karakter" yang akan menjadi ilmu tentang sifat manusia yang tidak dapat disediakan oleh Psikologi.

Dia menyarankan psikologi akan menjadi ilmu untuk menemukan hukum pikiran universal, sedangkan Etologi akan menjadi ilmu yang menjelaskan pikiran individu atau karakter menurut hukum umum disediakan oleh Psikologi. Etologi juga akan memiliki hukumnya sendiri, tetapi mereka akan menjadi turunan; yaitu, mereka akan disimpulkan dari hukum-hukum universal Psikologi.[5] Studi semacam ini kemudian dikenal sebagai Psikologi Komparatif.

Periode awal etologi

[sunting | sunting sumber]

Karena dianggap sebagai bagian dari biologi, para ahli perilaku hewan mengkhususkan perhatian mereka kepada evolusi perilaku dan pemahamannya terkait dengan seleksi alam. Charles Darwin dianggap sebagai etologis modern pertama, dia menulis The Expression of the Emotions in Man and Animals (1872) yang memberikan pengaruh kepada para etologis. Dia menyalurkan minatnya dalam perilaku dengan mendorong muridnya George Romanes, yang menyelidiki pembelajaran dan kecerdasan hewan menggunakan metode antropomorfik, kognitivisme anekdot, yang tidak mendapatkan dukungan masyarakat ilmiah.[6]

Etologis periode awal lain, seperti Eugène Marais, Charles O. Whitman, Oskar Heinroth, Wallace Craig, dan Julian Huxley, berkonsentrasi pada perilaku naluriah atau alami yang terjadi pada semua anggota spesies dalam keadaan tertentu. Permulaan mereka dalam mempelajari perilaku spesies baru adalah dengan menyusun etogram (deskripsi jenis perilaku umum beserta frekuensi kemunculannya). Ini memberikan database perilaku kumulatif yang objektif, yang dapat diperiksa dan ditambahkan oleh peneliti selanjutnya.[4]

Perkembangan bidang studi

[sunting | sunting sumber]

Karena penelitian Konrad Lorenz dan Nikolaas Tinbergen, etologi berkembang pesat di Eropa selama tahun-tahun menjelang Perang Dunia II.[4] Setelah perang, Tinbergen pindah ke Universitas Oxford dan etologi menjadi lebih kuat di Inggris, dengan pengaruh tambahan dari William Thorpe, Robert Hinde, dan Patrick Bateson di Sub-departemen Perilaku Hewan di Universitas Cambridge. Pada periode ini pula, etologi mulai berkembang pesat di Amerika Utara.

Lorenz, Tinbergen, dan von Frisch bersama-sama dianugerahi Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1973 untuk karya mereka dalam mengembangkan etologi.

Etologi menjadi disiplin ilmu yang terpandang, dan memiliki sejumlah jurnal yang membahas perkembangan dalam subjek tersebut, seperti Animal Behaviour, Animal Welfare, Applied Animal Behaviour Science, Animal Cognition, Behaviour, Behavioral Ecology and Ethology: International Journal of Behavioural Biology. Pada tahun 1972, International Society for Human Ethology didirikan untuk mempromosikan pertukaran pengetahuan dan pendapat tentang perilaku manusia yang diperoleh dengan menerapkan prinsip dan metode etologis dan menerbitkan jurnal mereka, The Human Ethology Bulletin.

Etologi sosial dan perkembangan terkini

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1972, etologis Inggris John H. Crook membedakan 'etologi komparatif' dari 'etologi sosial', dan berpendapat bahwa sebagian besar etologi yang ada sejauh ini benar-benar etologi komparatif—memeriksa hewan sebagai individu—sementara di masa depan, ahli etologi perlu berkonsentrasi pada perilaku kelompok sosial hewan dan struktur sosial di dalamnya.[7]

Pada tahun 1975, Edward O. Wilson mengeluarkan buku Sociobiology: The New Synthesis,[8] dan sejak saat itu studi tingkah laku meletakkan perhatian lebih pada aspek sosial. Hal ini juga didorong oleh Darwinisme yang lebih kuat, tetapi lebih canggih, yang diasosiasikan dengan E.O. Wilson, Robert Trivers, dan W.D. Hamilton. Perkembangan terkait ekologi perilaku juga telah membantu mengubah etologi.[9] Selain itu, pemulihan hubungan yang substansial dengan psikologi komparatif telah terjadi, sehingga studi ilmiah modern tentang perilaku menawarkan spektrum pendekatan yang lebih mulus: dari kognisi hewan hingga psikologi komparatif yang lebih tradisional, etologi, sosiobiologi, dan ekologi perilaku. Pada tahun 2020, Dr. Tobias Starzak dan Profesor Albert Newen dari Institut Filsafat II di Universitas Ruhr Bochum mendalilkan bahwa hewan mungkin memiliki 'kepercayaan'.[10]

Kaitan dengan psikologi komparatif

[sunting | sunting sumber]

Etologi dapat dibedakan dengan psikologi komparatif, yang juga mempelajari perilaku hewan dalam konteks dan kaidah psikologi. Sedangkan etologi memandang studi perilaku hewan dalam konteks dari apa yang dikenal tentang anatomi dan fisiologi hewan yang cenderung mengikuti kaidah biologi. Lebih lanjut, psikolog komparatif awal berkonsentrasi pada studi pembelajaran dan cenderung memahami perilaku dalam keadaan buatan, sedangkan para etolog awal berkonsentrasi pada perilaku dalam keadaan alami, cenderung menggambarkannya secara naluriah.

Kedua pendekatan ini saling melengkapi alih-alih bersaing, tetapi mereka memberikan perspektif yang berbeda dan kadang berbeda pendapat mengenai hal yang substansial. Ditambah lagi dengan fakta bahwa selama abad ke-20 psikologi komparatif berkembang paling kuat di Amerika Utara dan etologi lebih kuat di Eropa sehingga menimbulkan berbeda fondasi filsafat dalam kedua studi itu. Dari sudut pandang praktis, psikolog komparatif awal berkonsentrasi untuk memperoleh pengetahuan luas tentang perilaku spesies yang sangat sedikit. Para etolog lebih tertarik untuk memahami perilaku di berbagai spesies untuk memfasilitasi perbandingan berprinsip di seluruh kelompok taksonomi. Para ahli etologi lebih banyak menggunakan perbandingan lintas spesies seperti itu daripada yang para psikolog komparatif.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata 'insting' mengenai zoologi diartikan sebagai "Kecenderungan pada tingkah laku yang diwarisi dari nenek moyang dan kebiasaan pada binatang jenis tertentu tanpa pengalaman sebelumnya atau tanpa tujuan yang mendasar"[11]

Pola tindakan tetap

[sunting | sunting sumber]

Langkah penting yang dikaitkan dengan Konrad Lorenz, walau kemungkinan lebih kepada gurunya, Oskar Heinroth, ialah pengenalan pola tindakan tetap. Lorenz mempopulerkan hal ini sebagai respons naluriah yang akan terjadi dengan keterandalan disebabkan stimulus yang dikenali yang disebut stimulus penanda atau "stimulus pelepas". Pola tindakan tetap sekarang dianggap sebagai urutan perilaku naluriah yang relatif tidak berubah di dalam spesies dan hampir pasti berjalan sampai selesai.[12]

Lorenz mengidentifikasi 6 karakteristik pola tindakan tetap, yaitu; stereotip, kompleks, karakteristik spesies, dilepaskan, dipicu, dan tidak bergantung pada pengalaman.[13] Terdapat 4 pengecualian kondisi dari pola tindakan tetap, yaitu; ambang toleransi respon yang menurun, terlalu lama tidak dirilis, perilaku displacement, respon yang bertingkat.

Pola tindakan tetap telah diamati pada banyak spesies, tetapi terutama pada ikan dan burung. Studi klasik oleh Konrad Lorenz dan Niko Tinbergen melibatkan perilaku kawin ikan stickleback jantan dan perilaku pengambilan telur angsa greylag. Oskar Heinroth kenyakan melakukan pengamatan pada Anatidae sebagai studi kasusnya.

Salah satu studi populer tentang hal ini juga dilakukan Karl von Frish mengenai "Tarian Kibasan" (Waggle Dance) atau "Bahasa Tari" yang diamati pada lebah madu.[14] Dengan melakukan tarian ini, lebah pekerja dapat berbagi informasi tentang arah dan jarak ke petak bunga yang menghasilkan nektar dan serbuk sari, ke sumber air, atau ke lokasi sarang baru dengan anggota koloni lainnya.[15]

Pembelajaran

[sunting | sunting sumber]

Habituasi

[sunting | sunting sumber]

Habituasi adalah bentuk pembelajaran yang sederhana dan terjadi di banyak taksa hewan. Ini adalah proses di mana hewan berhenti merespons stimulus. Seringkali, responsnya adalah perilaku bawaan. Pada dasarnya, hewan itu belajar untuk tidak menanggapi stimulus yang tidak relevan.[16] Stimulus diberikan secara terus-menerus maka respon yang dihasilkan akan mengalami penurunan, tidak akan berasosiasi dengan respon tertentu.

Meskipun terjadi penurunan respon pada proses habituasi, efek yang ditimbulkan tidak membahayakan bagi makhluk. Hal ini dikarenakan saat stimulus terus-menerus diberikan pada makhluk tersebut, maka ia akan menyesuaikan diri dengan baik, sehingga respon tidak ditampilkan dan stimulus akan diabaikan.

Pembelajaran asosiatif

[sunting | sunting sumber]

Pembelajaran asosiatif dalam perilaku hewan adalah setiap proses pembelajaran di mana respons baru dikaitkan dengan stimulus tertentu.[17] Studi pertama pembelajaran asosiatif dilakukan oleh ahli fisiologi Rusia Ivan Pavlov, yang mengamati bahwa anjing yang dilatih untuk mengasosiasikan makanan dengan bunyi bel akan mengeluarkan air liur saat mendengar bel.[18]

Perakaman

[sunting | sunting sumber]

Perakaman memungkinkan anakan untuk membedakan anggota spesies mereka sendiri, penting untuk keberhasilan reproduksi. Jenis pembelajaran penting ini hanya berlangsung dalam jangka waktu yang sangat terbatas. Lorenz mengamati bahwa anak burung seperti angsa dan ayam mengikuti induknya secara spontan hampir dari hari pertama setelah mereka menetas, dan dia menemukan bahwa respons ini dapat ditiru oleh stimulus yang berubah-ubah jika telur diinkubasi secara artifisial dan stimulus diberikan. selama periode kritis yang berlanjut selama beberapa hari setelah menetas.[19]

Imitasi (Peniruan)

[sunting | sunting sumber]

Imitasi adalah perilaku tingkat lanjut di mana seekor hewan mengamati dan secara tepat meniru perilaku hewan lain. Peniruan merupakan proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indra sebagai penerima stimulus dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari stimulus dengan kemampuan aksi. Proses ini melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman terhadap pemikiran orang lain. Spesies monyet menghabiskan banyak waktu dengan para peniru bahkan lebih suka terlibat dengan mereka, meski disediakan opsi untuk melakukan aktifitas yang sama tanpa diikuti oleh para peniru.[20] Imitasi telah diamati dalam penelitian terbaru tentang simpanse, mereka tidak hanya meniru tindakan individu lain, ketika diberi pilihan, simpanse lebih suka meniru tindakan simpanse yang lebih tua dari pada simpanse muda yang berperingkat lebih rendah.[21]

Berkawanan

[sunting | sunting sumber]

Beberapa spesies hewan, termasuk manusia, cenderung hidup berkawanan. Ukuran kawanan adalah aspek utama dari lingkungan sosial mereka. Kehidupan sosial mungkin merupakan strategi bertahan hidup yang kompleks dan efektif. Ini dapat dianggap sebagai semacam simbiosis di antara individu-individu dari spesies yang sama: suatu masyarakat terdiri dari sekawanan individu yang termasuk dalam spesies yang sama yang hidup dalam aturan yang jelas tentang pengelolaan makanan, pembagian peran, dan ketergantungan timbal balik.

Ketika ahli biologi yang tertarik pada teori evolusi pertama kali mulai meneliti perilaku sosial, beberapa pertanyaan yang tampaknya tidak dapat dijawab muncul, seperti bagaimana kelahiran kasta steril, seperti pada lebah, dapat dijelaskan melalui mekanisme evolusi yang menekankan keberhasilan reproduksi sebanyak mungkin individu, atau mengapa, di antara hewan yang hidup dalam kelompok kecil seperti tupai, seseorang akan mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan anggota kelompok lainnya. Perilaku ini mungkin merupakan contoh altruisme.[22] Tentu saja, tidak semua perilaku bersifat altruistik, seperti yang ditunjukkan oleh tabel di bawah ini. Misalnya, perilaku balas dendam pada satu titik diklaim telah diamati secara eksklusif pada Homo sapiens. Namun, spesies lain telah dilaporkan pendendam termasuk simpanse,[23] serta laporan anekdot dari unta pendendam.[23]

Tipe perilaku Dampak kepada pelaku Dampak kepada penerima
Egoistik Meningkatkan kebugaran Menurunkan kebugaran
Kooperatif Meningkatkan kebugaran Meningkatkan kebugaran
Altruistik Menurunkan kebugaran Meningkatkan kebugaran
Pendendam Menurunkan kebugaran Menurunkan kebugaran

Empat Pertanyaan Tinbergen

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1963, Nikolaas Tinbergen menerbitkan sebuah makalah berjudul 'On the aims and methods of ethology', yang meletakkan dasar bagaimana melakukan penelitian di bidang perilaku hewan yang terbilang baru. Kontribusi abadi dari makalah ini adalah bahwa di dalamnya Tinbergen merumuskan empat pendekatan yang berbeda, meskipun agak saling terkait, untuk mempelajari perilaku hewan, atau empat jenis pertanyaan berbeda yang dapat kita ajukan tentang perilaku yang diamati.[24]

Fungsi (Adaptasi)

[sunting | sunting sumber]

Mengapa hewan melakukan perilaku tersebut? Bagaimana caranya perilaku tersebut mempengaruhi kebugaran hewan (dalam hal kesintasan dan reproduksi)?

Contoh:

  • Merawat anakan akan meningkatkan peluang kesintasan mereka.
  • Migrasi ke habitat yang lebih hangat atau kaya sumberdaya.
  • Kabur atau menghindari perhatian predator.

Bagaimana perilaku tersebut berkembang? Bagaimana seleksi alam merubah perilaku tersebut selama masa evolusinya? Biasanya jawaban pertanyaan ini dicari dengan melakukan perbandingan dengan spesies yang berkerabat dekat dengan hewan tersebut.

Contoh:

  • Bagaimana kemampuan terbang burung berkembang dari yang sekedar meluncur pada masa dinosaurus?
  • Bagaimana mata vertebrata dan sefalopoda berkembang secara konvergen, di mana pendahulunya memiliki titik buta dan yang terkini tidak?

Penyebab (Mekanisme)

[sunting | sunting sumber]

Apa yang menyebabkan perilaku tersebut dilakukan? Stimulus atau mekanisme fisiologi apa yang menyebabkan perilaku tersebut terjadi?

Contoh:

  • Perilaku display pada pejantan beberapa jenis burung terjadi karena kadar testosteron yang berubah disebabkan perubahan durasi panjang hari. (Peranan feromon atau hormon).
  • Bayangan bergerak membuat ragworms masuk kembali ke lubang mereka.

Perkembangan (Ontogeni)

[sunting | sunting sumber]

Bagaimana perilaku berkembang selama kehidupan? Dalam hal apa pengalaman dan pembelajaran mempengaruhi perilaku tersebut?

Contoh:

  • Bagaimana cara berpacaran beberapa jenis burung berkembang seiring usia mereka?
  • Bagaimana para hewan pemangsa memahami cara menghindari racun dan mangsa berbahaya berdasarkan pengalaman mereka?

Keempat pertanyaan tersebut dipahami melalui dua pendekatan yang berbeda. Pertanyaan (1) dan (2) memberikan pembahasan yang pamungkas atau bersifat evolusioner. Mereka memberikan jawaban dengan sudut pandang yang luas untuk membahas mengapa sebuah perilaku berkembang. Pertanyaan (3) dan (4) cenderung memberikan pembahasan yang taktis. Mereka memberikan jawaban berdasarkan mekanisme langsung atas mengapa hewan tersebut melakukannya. Untuk mendapatkan pemahaman penuh apa pengorbanan, manfaat, dan kendala yang telah membentuk perilaku tertentu, kedua pendekatan jawaban harus didapatkan.[24]

  • Sering ada ketaksepadanan antara pandangan manusia dan organisme yang sedang diamatinya. Sebagai gantinya, para etologis sering mencapai seluruhnya kembali ke epistemologi untuk memberi mereka peralatan untuk memperkirakan dan menghindari kesalahan penafsiran data.

Ethologis ternama

[sunting | sunting sumber]

Orang-orang yang membuat sumbangan khusus di bidang ethologi:

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Susilawati dan Bachtiar, N. (2018). Biologi Dasar Terintegrasi (PDF). Pekanbaru: Kreasi Edukasi. hlm. 5. ISBN 978-602-6879-99-8. 
  2. ^ Hadiah Nobel kedokteran 1973 bagi Tinbergen, Lorenz, dan von Frisch untuk pengembangan ethologi
  3. ^ Gomez-Marin, Alex; Paton, Joseph J.; Kampff, Adam R.; Costa, Rui M.; Mainen, Zachary F. (2014-11). "Big behavioral data: psychology, ethology and the foundations of neuroscience". Nature Neuroscience (dalam bahasa Inggris). 17 (11): 1455–1462. doi:10.1038/nn.3812. ISSN 1546-1726. 
  4. ^ a b c Matthews, Robert W. (2010). Insect behavior. Janice R. Matthews (edisi ke-2nd ed). Dordrecht: Springer. ISBN 978-90-481-2389-6. OCLC 567367952. 
  5. ^ Leary, David E. (1982-01). "The Fate and Influence of John Stuart Mill's Proposed Science of Ethology". Journal of the History of Ideas. 43 (1): 153. doi:10.2307/2709167. 
  6. ^ Keeley, Brian L. (2004-09). "Anthropomorphism, primatomorphism, mammalomorphism: understanding cross-species comparisons". Biology & Philosophy. 19 (4): 521–540. doi:10.1007/sbiph-004-0540-4. ISSN 0169-3867. 
  7. ^ Crook, J H; Goss-Custard, J D (1972-01-01). "Social Ethology". Annual Review of Psychology. 23 (1): 277–312. doi:10.1146/annurev.ps.23.020172.001425. ISSN 0066-4308. 
  8. ^ Wilson, Edward O. (2000). Sociobiology : the new synthesis (edisi ke-25th anniversary ed). Cambridge, Mass.: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-00089-7. OCLC 42289674. 
  9. ^ Davies, N. B. (2012). An introduction to behavioural ecology. J. R. Krebs, Stuart A. West (edisi ke-4th edition). Oxford. ISBN 978-1-4443-9845-8. OCLC 778339954. 
  10. ^ "What it means when animals have beliefs: Chimpanzees, some dog species and even scrub jay and crows have beliefs". ScienceDaily (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-27. 
  11. ^ "Arti kata insting - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". kbbi.web.id. Diakses tanggal 2022-03-27. 
  12. ^ Campbell, Neil A. (1996). Biology (edisi ke-4th ed). Menlo Park, Calif.: Benjamin/Cummings Pub. Co. ISBN 0-8053-1940-9. OCLC 33333455. 
  13. ^ Studying animal behavior : autobiographies of the founders. Donald A. Dewsbury. Chicago. 1989. ISBN 0-226-14410-0. OCLC 19670401. 
  14. ^ Buchmann, Stephen L. (2005). Letters from the hive : an intimate history of bees, honey, and humankind. Banning Repplier. New York: Bantam Books. ISBN 0-553-80375-1. OCLC 57283912. 
  15. ^ Riley, J. R.; Greggers, U.; Smith, A. D.; Reynolds, D. R.; Menzel, R. (2005-05). "The flight paths of honeybees recruited by the waggle dance". Nature (dalam bahasa Inggris). 435 (7039): 205–207. doi:10.1038/nature03526. ISSN 1476-4687. 
  16. ^ "HABITUATION". www.animalbehavioronline.com. Diakses tanggal 2022-03-27. 
  17. ^ "associative learning | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-27. 
  18. ^ Hudmon, Andrew (2006). Learning and memory. Philadelphia: Chelsea House Publishers. ISBN 0-7910-8638-0. OCLC 59818318. 
  19. ^ Mercer, Jean (2006). Understanding attachment : parenting, child care, and emotional development. Westport, Conn.: Praeger Publishers. ISBN 0-275-98217-3. OCLC 61115448. 
  20. ^ "Imitation Promotes Social Bonding in Primates, August 13, 2009 News Release - National Institutes of Health (NIH)". web.archive.org. 2009-08-22. Archived from the original on 2009-08-22. Diakses tanggal 2022-03-27. 
  21. ^ Horner, Victoria; Proctor, Darby; Bonnie, Kristin E.; Whiten, Andrew; Waal, Frans B. M. de (19 Mei 2010). "Prestige Affects Cultural Learning in Chimpanzees". PLOS ONE (dalam bahasa Inggris). 5 (5): e10625. doi:10.1371/journal.pone.0010625. ISSN 1932-6203. PMC 2873264alt=Dapat diakses gratis. PMID 20502702. 
  22. ^ Zahn-Waxler, Carolyn; Cummings, E. Mark; Iannotti, Ronald (1991). Altruism and aggression : biological and social origins. Library Genesis. New York [etc.] : Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-42367-0. 
  23. ^ a b McCullough, Michael E. (2008). Beyond revenge : the evolution of the forgiveness instinct (edisi ke-1st ed). San Francisco, CA: Jossey-Bass. ISBN 978-0-470-26215-3. OCLC 228075395. 
  24. ^ a b "Tinbergen's four questions". www.conted.ox.ac.uk. Diakses tanggal 2022-03-27. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]