Lompat ke isi

Bakti (Buddhisme)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Bhatti)
Seorang umat perumahtangga di Myanmar sedang melaksanakan praktik meditasi. Menurut Buddhisme, mengamalkan Dhamma (ajaran Buddha) merupakan cara terbaik untuk memuja Buddha.

Bakti, bhatti (Pāli), atau bhakti (Sanskerta)—salah satu bagian praktik terpenting dalam Buddhisme—mengacu pada komitmen terhadap ketaatan religius, suatu objek, atau orang tertentu (biasanya anggota monastik dan orang tua).[1] Menurut juru bicara Sāsana Council of Burma, bakti kepada praktik spiritual Buddhis menginspirasi bakti kepada Tiga Permata, yaitu Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.[2] Banyak umat Buddha memanfaatkan berbagai macam ritual dalam praktik spiritual mereka.[3]

Beberapa praktik-praktik bakti Buddhis:

  • namaskara atau bersujud:
    • kepada rupang Buddha Gotama
    • di aliran Mahayana, juga kepada para Buddha dan bodhisattva lainnya;
    • kepada tokoh spiritual:
      • seorang biksu/bhikkhu yang lebih muda kepada biksu/bhikkhu lain yang lebih senior
      • seorang biksuni/bhikkhuṇī yang lebih muda kepada biksuni/bhikkhuṇī lain yang lebih senior
      • seorang biksuni/bhikkhuṇī kepada seorang biksu/bhikkhu
      • seorang umat awam kepada seorang biksu/bhikkhu atau biksuni/bhikkhuṇī
  • puja atau pemujaan:
    • mempersembahkan bunga, lilin, dan lain-lain di altar Buddha
    • melafalkan:
      • Tiga Perlindungan
      • paritta perlindungan dari mara bahaya: di dalam Saṁyutta Nikāya dan Saṁyukta Āgama, diceritakan Buddha mengajarkan sebuah syair kepada para biksu sehingga dapat melindungi diri mereka sendiri dari gigitan ular. Isi syair ini adalah tentang cinta kasih universal, belas kasihan, dan tidak menyakiti kepada semua makhluk.
      • mantra dan dharani untuk aliran Mahayana: termasuk Sutra Hati dan mantra “oṃ maṇi padme hūm̐
      • penghormatan kepada Amitabha untuk aliran Tanah Suci
      • penghormatan kepada Sutra Teratai untuk aliran Nichiren
  • darmayatra atau berziarah:
    • menurut sumber-sumber[4] yang diakui oleh para ahli, Buddha sesaat menjelang kematiannya, merekomendasikan empat tempat berikut untuk dikunjungi oleh umat Buddha:
      • tempat kelahiran-Nya di (Lumbini)
      • tempat Dia mencapai Pencerahan (Bodh Gaya)
      • tempat Dia memberikan ajaran untuk pertama kalinya (dekat Benares)
      • tempat Dia wafat (Kusinara)

Namaskara

[sunting | sunting sumber]

Namaskara, namakkāra (Pali), paṇipāta (Pali), namaskāra (Sanskerta), atau namaḥkāra (Sanskerta)—sering diterjemahkan sebagai sujud—merupakan gerakan yang dipraktikan dalam Buddhisme untuk menghormati Triratna, yakni Buddha, Dhamma, dan Sangha; atau suatu objek penghormatan lainnya.

Puja, puja bakti, atau persembahan (Pāli: pūjā bhatti; Sanskerta: pūjā bhakti) simbolis diberikan kepada Triratna (Buddha, Dhamma, dan Saṅgha) sehingga menimbulkan rasa syukur dan inspirasi kontemplatif.[5] Puja merupakan salah satu praktik bakti. Persembahan materi biasanya melibatkan benda-benda sederhana seperti lilin yang menyala atau lampu minyak,[6] dupa yang menyala,[7] bunga,[8] makanan, buah, air atau minuman.[9]

Ziarah, dhammayātā (Pāli),[10] atau dharmayātrā (Sanskerta)[11] adalah praktik untuk berkunjung atau berziarah ke tempat-tempat suci Buddhisme. Tempat-tempat ziarah terpenting dalam agama Buddha terletak di Dataran Rendah Indo-Gangga di India Utara dan Nepal Selatan, dalam wilayah antara New Delhi dan Rajgir. Tempat tersebut merupakan tempat-tempat Buddha Gotama hidup dan mengajar, dan tempat-tempat utama yang terhubung dengan hidup-Nya, yang sekarang menjadi tempat ziarah yang penting bagi umat Buddha dan Hindu. Selain itu, banyak negara dengan mayoritas penganut agama Buddha juga memiliki tempat suci dan tempat yang dapat dikunjungi untuk berziarah.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Harvey, page 170
  2. ^ Morgan, pages v, 73
  3. ^ Macmillan (Volume One), page 139
  4. ^ Digha Nikaya, volume II, pages 140f (PTS pagination)
  5. ^ See, for instance, Harvey (1990), pp. 172-3.
  6. ^ Indaratana (2002), pp. iv, v; Kapleau (1989), p. 193; Khantipalo (1982); Lee & Thanissaro (1998).
  7. ^ Indaratana (2002), pp. 11-12.
  8. ^ See, for instance, Indaratana (2002), pp. 11-12. Harvey (1990), p. 173, and Kariyawasam (1995), chapter 1, both maintain that flowers are the most common form of offering.
  9. ^ Kapleau (1989), p. 193; Khantipalo (1982); and, Harvey (1990), p. 175, particularly in regards to Northern Buddhism.
  10. ^ Sarao, K. T. S.; Long, Jeffery D., ed. (2017). Dhammayātā (dalam bahasa Inggris). Dordrecht: Springer Netherlands. hlm. 385–385. doi:10.1007/978-94-024-0852-2_100240. ISBN 978-94-024-0852-2. 
  11. ^ Sarao, K. T. S.; Long, Jeffery D., ed. (2017). Dharmayātrā (dalam bahasa Inggris). Dordrecht: Springer Netherlands. hlm. 392–392. doi:10.1007/978-94-024-0852-2_100257. ISBN 978-94-024-0852-2. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]