Lompat ke isi

Edi Kowara Adiwinata

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Edi Kowara Adiwinata (27 September 1919 – 2 Maret 1996) adalah pengusaha Indonesia yang juga dikenal sebagai ayah dari Indra Rukmana yang adalah menantu dari Soeharto sekaligus istri dari Siti Hardidjanti Rukmana serta Indra Surya Winata Kowara yang merupakan adik dari Indra Rukmana serta suami Raslina Rasidin.[1][2][3][4] Pada era penjajahan hingga akhir era Orde Lama, ia dikenal sebagai pemilik NV. Teknik Umum dan direktur PT. Ispat Indo yang berlokasi di Sidoarjo.[5] Selain itu, ia dikenal juga sebagai salah satu pemodal Medco Energi yang merupakan milik bersama Arifin Panigoro dan Siswono Yudhohusodo.[2]

Di dalam dunia politik, ia dikenal sebagai salah satu anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).[2]

Riwayat Hidup

[sunting | sunting sumber]

Masa Kecil dan Sekolah

[sunting | sunting sumber]

Ia merupakan anak dari pegawai Bank Tabungan Pos (kemudian menjadi Bank Tabungan Negara (BTN)). Setelah ibunya meninggal, Ia pernah bekerja untuk kerabatnya sebagai seorang administratur usaha bahan bangunan di Bekasi.[3] Kemudian, ketika ia diasuh saudara-saudaranya di Garut, niat ini semakin muncul terutama setelah diasuh saudaranya yang memiliki usaha dodol dan wajik.[3] Masa sekolahnya dihabiskan di Bandung yaitu di HIS Ardoena dan MULO Javastraat di Bandung. Kemudian, ia mengambil Sekolah Menengah Minyak di Cepu, Blora, Jawa Tengah.[3]

Masa Bekerja dan Pengusaha (Pra Menantu Soeharto)

[sunting | sunting sumber]

Setelah lulus dari Sekolah Menengah Minyak tahun 1939, ia kemudian bekerja di perusahaan minyak milik Pemerintah Hindia Belanda yaitu BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij). Tetapi karena sering membuat ulah akibat ketidakpuasan perlakuan rasial dan diskriminatif, ia kemudian dipenjara.

Setelah keluar dari penjara, ia kemudian membuka usaha sendiri berupa usaha pemborong kecil. Kemudian, ia mendirikan PT. Teknik Umum bersama Ali Achmad pada tahun 1940 (setahun setelah bekerja dari BPM). Perusahaan ini kemudian dihentikan sementara operasinya ketika Jepang menduduki Hindia Belanda. Ketika masa pendudukan Jepang, Ia direkrut menjadi Kepala Perusahaan Tambang Minyak Dai Nippon Sekiyu Haikyu Jimusho di daerah Priangan. Tetapi, sepengakuannya, jabatan tersebut ia manfaatkan untuk menghidupkan kembali PT. Tehnik Umum. Semua pekerjaan pembangunan perusahaan minyak Jepang itu ditangani oleh PT. Tehnik Umum malahan pada tahun 1945 perusahaan minyak tersebut diambil alih olehnya.[2][3]

Setelah Indonesia merdeka, pada Desember 1945, Edi dan kawan-kawannya mengambil-alih aset-aset perminyakan. Dia pun dianggap sebagai komandan laskar minyak dan terafiliasi dengan Divisi III Siliwangi di Jawa Barat. Di masa revolusi, selain menjadi komandan laskar minyak, Edi juga pernah dijadikan Inspektur Perusahaan Minyak Negara untuk daerah Jawa Barat. Ketika Negara Pasundan muncul, ia turut serta dalam pencurian obat-obatan secara besar-besaran dari Negara Pasundan yang didukung Belanda. Dua kali sukses, sedangkan yang ketiga tertangkap aparat di daerah pendudukan Belanda.[2]

Kemudian, setelah masa revolusi usai, perusahaannya (PT. Teknik Utama) dipercaya oleh Pemerintahan Presiden Soekarno sebagai pemborong pada beberapa proyek milik pemerintah. Proyek tersebut antara lain pembangunan Istana Tampaksiring di Bali (1953), Proyek Ganefo, serta beberapa bangunan di Universitas Gadjah Mada.[2]

Ia kemudian menjadi ketua dari AKI (Asosiasi Kontraktor Indonesia), salah satu anak organisasi dari Gapensi yang saat itu diketuai oleh Prof.Ir. Roosseno.[6]

Besan Soeharto, MedcoEnergi, hingga Akhir Hayat

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1972, ia menikahkan anaknya yaitu Indra Rukmana dengan Siti Hadidjanti yang merupakan anak pertama Soeharto dan Siti Hartinah. Resepsi pernikahan ini dilangsungkan secara sederhana untuk ukuran waktu itu dan juga dilangsungkan bersamaan dengan resepsi pernikahan Sigit Hardjojudanto (anak kedua Soeharto). Sebelum menjadi besan Soeharto, ia sudah mengenal Soeharto sejak tahun 1962 kala ia turut menyuplai keperluan Operasi Mandala, namun saat itu Edi mengaku tidak dekat dengannya karena kepribadian dari Soeharto yang cenderung pendiam, pasif serta tertutup. Edi tidak menyangka seorang Panglima Tentara yang pendiam dan misterius itu bakal menjadi besannya dikemudian hari.[1]

Selain itu, ia juga memiliki pengaruh sebagai salah satu pemodal awal pendirian MedcoEnergi yang dirintis oleh Arifin Panigoro. Selain MedcoEnergi, ia juga dikenal karena memiliki beberapa perusahaan antara lain pembotolan Coca-Cola untuk Jawa Barat, makanan ternak, asuransi jiwa (Insurance Assester Sarwajala), suku cadang mesin tekstil, pabrik minyak kelapa, perkebunan karet (PT Perkebunan Cikembang Raya) di Sukabumi (yang dirintis bersama dengan Uwes Qorny), pabrik baja (PT. Ispat Indo) di Sepanjang, Sidoarjo, serta PT. Bangun Cipta Sarana.[3][7]

Dalam bidang organisasi, Ia aktif dalam berbagai organisasi bisnis dan kegiatan sosial. Selain sebagai Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Edi Kowara juga menjabat Wakil Presiden Asosiasi Kontraktor Asia dan Pasifik Barat (IFAWPCA).[3]

Sekedar catatan, ketika heboh terjadi penembakan terhadap peragawati Dietje Budiarsih, diisukan pada saat itu Dietje berpacaran dengan Indra Rukmana dan Sudwikatmono meskipun Ia merupakan "pacar resmi" dari Marsekal TNI (Purn) Soewoto Sukendar.[8][9]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "Kisah Pernikahan dan Bisnis Dua Anak daripada Soeharto". tirto.id. Diakses tanggal 2020-11-26. 
  2. ^ a b c d e f "Edi Kowara: Anemer Kepercayaan Sukarno, Besan daripada Soeharto". tirto.id. Diakses tanggal 2020-11-26. 
  3. ^ a b c d e f g "Apa dan Siapa - EDI KOWARA ADIWINATA". ahmad.web.id. Diakses tanggal 2020-11-26. [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ "Demi Lawan Jokowi, Anak Dan Cucu Soeharto "Turun Gunung" Bersama Berkarya". aceHTrend.com. Diakses tanggal 2020-11-27. 
  5. ^ Aditjondro, George J., 1946-2016. (2006). Korupsi kepresidenan : reproduksi oligarki berkaki tiga : istana, tangsi, dan partai penguasa (edisi ke-Cet. 1). Yogyakarta: LKiS. ISBN 979-8451-68-6. OCLC 80717920. 
  6. ^ Budianta, Eka (2008). Cakrawala Roosseno. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-694-9. 
  7. ^ "Suara dari yang kuat"Perlu langganan berbayar. Tempo.co. 1980-04-12. Diakses tanggal 2021-01-19. 
  8. ^ "Misteri dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Ditje di Zaman Orde Baru". tirto.id. Diakses tanggal 2021-01-19. 
  9. ^ News, Galamedia; Galamedia, Tim (2020-12-13). "Kisah Pembunuhan Peragawati Cantik Dietje Budiarsih: Sekali Main Rp10-20 Juta". Pikiran-Rakyat.com. Diakses tanggal 2021-01-19.