Lompat ke isi

Pembuatan baja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pabrik baja dengan dua tungku busur

Pembuatan baja adalah proses untuk memproduksi baja dari bijih besi dan scrap. Dalam pembuatan baja, kotoran seperti nitrogen, silikon, fosfor, sulfur dan kandungan karbon berlebih dikeluarkan dari bahan baku besi, dan elemen paduan seperti mangan, nikel, kromium dan vanadium ditambahkan untuk menghasilkan berbagai nilai dari baja. Membatasi gas-gas terlarut seperti nitrogen dan oksigen, dan kotoran terlarut (disebut "inklusi") dalam baja ini juga penting untuk memastikan kualitas produk cor dari baja cair.[1]

Pembuatan baja telah ada selama ribuan tahun, tapi tidak dikomersialkan dengan produksi besar-besaran sebelum tibanya abad ke-19. Proses kerajinan kuno dalam pembuatan baja adalah wadah proses. Pada tahun 1850-an dan 1860-an, proses Bessemer dan proses Siemens-Martin mengubah pembuatan baja menjadi industri berat. Saat ini ada dua proses-proses utama komersial untuk membuat baja, yaitu dasar pembuatan baja oksigen, yang mana prosesnya menggunakan besi mentah cair dari tungku sembur dan baja rongsokan sebagai material utama, dan proses pembuatan electric arc furnace (EAF), yang menggunakan baja rongsokan atau direct reduced iron (DRI) sebagai bahan utama. Pembuatan baja dengan oksigen dasar berjalan terutama oleh sifat eksotermik dari reaksi didalam tungknya sedangkan EAF, energi listrik digunakan untuk mencairkan material padat dan/atau bahan DRI. Dalam masa kini, teknologi pembuatan baja EAF telah berkembang menjadi seperti pembuatan baja dengan oksigen karena semakin banyaknya energi kimia yang dimasukkan ke dalam proses.[2]

Bethlehem Steel (Bethlehem, Pennsylvania fasilitas foto) adalah salah satu produsen terbesar baja dunia sebelum penutupannya pada tahun 2003.

Pembuatan baja telah memainkan peran penting dalam pengembangan komunitas teknologi zaman kuno, abad pertengahan dan zaman modern. Awal proses pembuatan baja telah dilakukan selama era klasik di Iran Kuno, Cina Kuno, India, dan Roma, tapi proses kuno pembuatan baja hilang di Barat karena jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 Masehi.[3]

Besi cor adalah bahan rapuh keras yang sulit untuk diolah, sedangkan baja ditempa, relatif mudah dibentuk dan bahan serbaguna. Untuk sebagian besar sejarah manusia, baja ini hanya dibuat dalam jumlah kecil. Sejak penemuan proses Bessemer di abad ke-19 dan selanjutnya perkembangan teknologi dalam teknologi injeksi dan kontrol proses, produksi massal dari baja telah menjadi bagian integral dari ekonomi global dan indikator kunci dari perkembangan teknologi modern.[4] Proses pembuatan baja yang paling awal adalah dengan menggunakan tungku tempa.

Metode modern awal untuk memproduksi baja banyak menggunakan tenaga kerja-intensif dan seni yang membutuhkan keterampilan tinggi. Lihat:

Sebuah aspek penting dari Revolusi Industri adalah pengembangan metode untuk menghasilkan logam yang bisa ditempa dalam skala besar (bar besi atau baja). Tungku lumpur awalnya merupakan sarana untuk memproduksi besi tempa, namun kemudian diterapkan untuk produksi baja.

Revolusi nyata dalam pembuatan baja modern baru dimulai pada akhir tahun 1850-an ketika proses Bessemer menjadi sukses pertama metode pembuatan baja dengan kuantitas raksasa, diikuti oleh open-hearth furnace.

Bijih besi terdiri atas oksigen dan atom besi yang berikatan bersama dalam molekul. Besi sendiri biasanya didapatkan dalam bentuk magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), goethit, limonit atau siderit. Bijih besi biasanya kaya akan besi oksida dan beragam dalam hal warna, dari kelabu tua, kuning muda, ungu tua, hingga merah karat. Saat ini, cadangan biji besi tampak banyak, namun seiring dengan bertambahnya penggunaan besi secara eksponensial berkelanjutan, cadangan ini mulai berkurang, karena jumlahnya tetap. Sebagai contoh, Lester Brown dari Worldwatch Institute telah memperkirakan bahwa bijih besi bisa habis dalam waktu 64 tahun berdasarkan pada ekstrapolasi konservatif dari 2% pertumbuhan per tahun.[5][6]

Bahan baku bijih besi

[sunting | sunting sumber]
Timbunan butiran bijih besi
Pelet Taconite. Bijih besi setelah proses peletisasi. Bahan pelet ini kemudian diolah menjadi batu besi kasar DRI direct reduction, sponge iron atau pig iron di pengolahan blast furnace atau shaft furnace dengan teknologi Midrex atau HYL. Besi batu kasar kemudian diolah menjadi baja di basic oxygen furnace BOF atau electric arc furnace EAF atau induction melting furnace
Magnetit
Hematit
Limonit

Bijih besi utama adalah sulfida, karbonat dan oksida.

Bijih besi sulfida, mineral utama adalah pirit dan pirhotit, tidak pernah digunakan secara langsung untuk produksi besi karena efek melemahnya sulfur pada paduan besi. Di sisi lain, mereka merupakan bahan utama yang penting untuk produksi sulfur dioksida, diperoleh dengan memanggang. Masih ada residu oksida besi ("abu pirit") yang berbentuk bubuk dan mungkin masih mengandung sejumlah sulfur yang menyusahkan, oleh karena itu penggunaannya sebagai bijih besi dapat menimbulkan masalah.[7][8]

Bijih besi karbonat, siderit atau siderosis, FeCO3, yang memberikan oksida pada kalsinasi. Di udara lembab, sideritis berubah menjadi lepidocrocitis atau, lebih jarang, goethitis. Siderit sering dikaitkan dengan pirit, magnesia, kapur, mangan. Kita dapat membedakan besi karbonat spatik, bijih kristal putih, agak kekuningan, sangat tersebar luas, dan sferosiderit, dalam massa bulat, dicampur dengan bahan tanah, jarang di Prancis. Bijih besi dari deposit batubara mengandung arang: warnanya hitam dan mudah dipanggang. Di Inggris dikenal sebagai blackband.[9][10][11][12]

Bijih besi magnetit, spinel ferrimagnetik Fe3O4, adalah mineral besi terkaya dalam logam. Hal ini sering dikaitkan dengan hematit dalam deposit yang sama, tetapi deposit magnetit murni juga diketahui. Berat jenis 5.15, warna hitam, kilau logam, sering disertai dengan kotoran seperti silika, kapur, alumina dan fosfor.[13][14][15]

Bijih besi hematit α-Fe2O3, merupakan komponen terpenting dari mineral besi yang diproses dalam industri baja. Ini memiliki beberapa jenis:

  • oligist mengkristal dalam rhombohedra.
  • specularite terdiri dari agregat kristal hematit dengan permukaan yang halus seperti cermin.
  • hematit merah biasa terjadi pada massa berserat, atau kompak.
  • hematit merah oolitik terbentuk dari bola kecil yang diaglomerasi.
  • martite adalah pseudomorphs hematit dari magnetit.

Bijih besi maghemite, γ-Fe2O3, adalah bentuk hematit metastabil, α-Fe2O3, yang terbentuk dari magnetit melalui oksidasi progresif. Ini memiliki karakteristik magnetik yang sama dengan magnetit, sedangkan hematit bersifat magnetis lemah. Strukturnya spinel, tetapi dengan kekosongan atom besi.

Bijih besi limonite (atau hematit coklat) adalah campuran dari hidroksida dari besi mikrokristalin. Hidroksida ini merupakan "tutup besi". Ini adalah bijih sedimen yang berisi goethite, dari lepidocrocite dan sejumlah kecil hematit, dari hidroksida dari aluminium, yang merupakan silika koloid, anorganik tanah liat, dari fosfat, dari arsenates, serta senyawa organik. Dalam massa berserat, limonitcukup murni, tetapi ketika terjadi dalam massa padat atau tanah, ia kehilangan nilai bajanya, karena mengandung sulfida (dari besi, juga timbal), fosfat dan arsenat. Di Prancis, ada sedikit limonit, tetapi ditemukan juga di Amerika Serikat, Rusia, dan Skandinavia.

Ilmenit struktur mineral hematit digunakan sebagai pengganti untuk ekstraksi titanium, besi dengan bunga tambahan.

Silikat tidak digunakan untuk ekstraksi besi, karena proses pengayaan yang kompleks. Selain itu, tanpa perlakuan, mereka tidak sesuai dengan penggunaan dalam tanur tinggi karena ketika mereka dalam bentuk pasir mereka tidak memiliki permeabilitas yang diperlukan untuk memungkinkan gas pereduksi bersirkulasi.

Kandungan besi unsur mineral besi utama bervariasi dalam batas-batas khas:

  • magnetit  : Fe = 50 - 67%
  • hematit  : Fe = 30 - 65%
  • limonit  : Fe = 25 - 45%
  • siderit  : Fe = 30 - 40%
Mineral Rumus kimia Kandungan besi teoritis dalam mineral (dalam%) Kandungan besi teoritis setelah kalsinasi (dalam%)
Hematit Fe2O3 69,96 69,96
Magnetit Fe3O4 72,4 72,4
Magnesioferrite MgOFe2O3 56-65 56-65
Goetit Fe2O3H2O 62,9 70
Hydrogœthite 3Fe2O34H2O 60,9 70
Limonit 2Fe2O33H2O 60 70
Siderite FeCO3 48,3 70
Pirit FeS2 46,6 70
Pyrrhotite Fe1-xS 61,5 70
Ilmenit FeTiO3 36,8 36,8

Peletisasi bijih besi

[sunting | sunting sumber]

Pelet bijih besi biasanya berbentuk bola berukuran 6–16 mm (0,24–0,63 in) untuk digunakan sebagai bahan baku tanur sembur. Mereka biasanya mengandung 64-72% Fe dan berbagai bahan tambahan yang menyesuaikan komposisi kimia dan sifat metalurgi pelet. Biasanya batu kapur, dolomit dan olivin ditambahkan dan Bentonit digunakan sebagai pengikat.[16][17]

Proses pelletizing menggabungkan pencampuran bahan baku, membentuk pelet dan perlakuan panas memanggang pelet mentah lunak ke bola keras. Bahan mentah digulung menjadi bola, kemudian dibakar di tungku pembakaran atau di jeruji untuk mensinter partikel menjadi bola keras.

Konfigurasi pelet bijih besi sebagai bola yang dikemas dalam tanur tinggi memungkinkan udara mengalir di antara pelet, mengurangi resistensi terhadap udara yang mengalir ke atas melalui lapisan material selama peleburan. Konfigurasi serbuk bijih besi dalam tanur sembur lebih padat dan membatasi aliran udara. Inilah alasan mengapa bijih besi lebih disukai dalam bentuk pelet daripada dalam bentuk partikel yang lebih halus.

Persiapan bahan baku

Bahan tambahan ditambahkan ke bijih besi untuk memenuhi persyaratan pelet akhir. Hal ini dilakukan dengan menempatkan campuran dalam pelet, yang dapat menampung berbagai jenis bijih dan aditif, dan pencampuran untuk menyesuaikan komposisi kimia dan sifat metalurgi pelet. Secara umum tahapan-tahapan berikut termasuk dalam periode pengolahan ini: konsentrasi/pemisahan, homogenisasi rasio zat, penggilingan, klasifikasi, peningkatan ketebalan, homogenisasi pulp dan penyaringan.

Pembentukan pelet bijih besi mentah, juga dikenal sebagai peletisasi, memiliki tujuan untuk menghasilkan pelet dalam ukuran pita yang sesuai dan dengan sifat mekanik, kegunaan yang tinggi selama tekanan pemindahan, pengangkutan, dan penggunaan. Baik gaya mekanik dan proses termal digunakan untuk menghasilkan sifat pelet yang benar. Dari sudut pandang peralatan, ada dua alternatif untuk produksi industri pelet bijih besi: drum dan piringan pelet.

Pemrosesan termal

Untuk memberikan ketahanan tinggi mekanika metalurgi pelet dan karakteristik yang sesuai, pelet dikenakan pemrosesan termal, yang melalui beberapa tahap pengeringan, pemanasan awal, pembakaran, setelah pembakaran dan pendinginan. Durasi setiap tahap dan suhu pelet yang dikenakan memiliki pengaruh yang kuat pada kualitas produk akhir.

Proses pembuatan besi

[sunting | sunting sumber]
Midrex di Saldanha Steel works.
Unit produksi HBI: Lebeddinskv GOK-1 di Gubkin, Rusia. Proses HYL dimulai pada tahun 1999.
Hot-briquetted iron HBI diatas kertas A4, bentuk lain dari direct reduced iron, DRI, sponge iron dicetak di pabrik.
Krupp-Renn Process diagram. Kiln putar, proses alternatif pembuatan DRI sponge iron besi kasar, bahan baku baja.

Proses pembuatan baja didahului dengan pembuatan besi kasar sebagai bahan baku. Terdapat beberapa cara modern proses pembuatan besi di dunia :

  • Blast Furnace. Menggunakan kokas sebagai reduktor. Produk berupa logam cair dan pig iron. Hampir 85% produk besi kasar dari blast furnace. Ekonomis pada skala besar 1 ~ 6 juta ton/tahun.
  • Direct Reduction. Menggunakan gas alam yang direforming sebagai reduktor dan bisa juga batu bara. Produk berupa besi spon (DRI) & Hot Bricket Iron (HBI). Di negara = negara dengan harga gas dan batubara yang murah. Teknologi yang digunakan adalah HYL, MIDREX, FINMET. Rotary Kiln : SL/RN,OSIL. Rotary hearth : Fasmet, Comet, Incomet.
  • Direct Reduction Smelting. Menggunakan batu bara sebagai reduktor. Menggunakan bijih besi kadar rendah. Teknologi yang digunakan SR-Shaft : Corex. SR-Vessel : Dios, Aisi, CCF. SR-Hearth : Hismelt, Ausiron, Romelt

Blast furnace merupakan salah satu tungku yang digunakan untuk mereduksi bijih besi (iron ore), pellet, dan/atau sinter secara kimia dan mengubah material besi padat tersebut menjadi logam besi cair bersuhu tinggi (hot metal) dengan sarana tanur/tungku pelebur. Metode ini juga dikenal sebagai tanur tiup karena sepanjang prosesnya yang ditiupkan udara panas (hot blast) ke dalam tungku. Udara bersuhu hingga 1800 °C ini ditiupkan dari dapur cowper melalui lubang/bukaan (tuyer) yang terdapat di bagian bawah tungku.

Bahan baku blast furnace adalah bijih besi, fluks dan kokas. Fungsi fluks adalah untuk menurunkan titik cair slag dan membuat slag menjadi lebih encer, Sehingga mudah dialirkan keluar BF serta mengikat abu dari batubara dan unsur unsur pengotor dalam bijih besi. Fungsi utama kokas adalah menghasilkan panas untuk peleburan, memasok unsur karbon dan gas CO sebagai hasil reaksi C dengan udara panas untuk mereduksi bijih besi, menahan beban(burden) dalam Blast Furnace, dan menjaga permeabilitas tungku

Blast furnace terdiri dari dua bagian utama yaitu kerucut bawah yang disebut hentian dan kerucut atas yang disebut corong. Diatas corong terdapat penutup dengan cerucuk isi. Bagian hentian terbuat dari batu tanah api yang disemen dan berdiri langsung diatas pondasi. Hentian paling bawah disebut tungku, garis tengah dalamnya bagian kecil 4 – 7 m sedangkan bagian garis tengah dalamnya pada bagian terbesar berkisar antara 10 – 14 m. Tinggi keseluruhan dapur bekisar antara 30 – 110 m. Bagian dalam tanur dilapisi dengan batu tanah api (fire brick), sedangkan bagan luar dibalut dengan baja yang tebalnya rata rata 20 mm. Disekeliling antara kerucut bawah diberi lubang 8 sampai 12 buah untuk memasukan udara panas kedalam tanur melalui pipa pipa.

Pada blastfFurnace terdapat dapur dengan kontruksi baja tegak yang tinggi didalamnya bata tahan api. Bahan baku bijih besi yang berkadar besi tinggi maupun hasil olahan (pellet/sinter/lump), kokas & Flux dimasukkan dari atas dapur dengan cara bergantian. Udara panas dan PCI ditiupkan melalui tuyer yg terletak diatas heart dapur. Akibat semburan udara panas terjadilah berbagai reaksi kimia pada tiap bagian silinder tegak yang memiliki suhu berbeda-beda. Panas yang terjadi sewaktu beroperasi pada bagian masuk tanur 200oC, makin kebagian bawah tanur panasnya makin tinggi. Setelah itu barulah dihembuskan udara panas yang suhu awalnya 800oC. Gas panas ini akan membakar kokas sehingga suhu pada bagian bawah mencapai 1600oC sampai 1800oC. Hasil Pembakaran akan menghasilkan gas CO dan panas, mereduksi dan mencairkan bijih besi secara tidak langsung. Setelah reduksi tadi akan terjadi gas CO2 yang disebut dengan gas tanur tinggi. Hasilnya adalah cairan slag/terak dan besi yang akan ditampung dibagian bawah tungku yang selanjutnya dikeluarkan dari iron and slag notch. Ciran slag/terak ini tidak akan dipakai pada fabrikasi besi kasar. Meskipun demikian terak ini masih bernilai ekonomis, misalnya sebagai bahan aspal. Selain terak, produk sampingan dari blast furnace ini yakni : Gas. Hal ini dikatakan demikian karena Gas ketika keluar dari blast furnace masih mempunyai panas yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan ulang untuk memanaskan dapur atau tanur di hot blast stoves. Gas yang tidak dibakar di hot blast stoves dikirim ke boiler house dan digunakan untuk menghasilkan uap yang memutar turbo blower untuk menghasilkan kompresi udara yang dikenal sebagai “cold blast” dan kemudian masuk kedalam stoves.

Hasil dari proses blast furnace adalah pig iron (besi kasar) dan terak. Jenis besi kasar adalah besi kasar putih dan besi kasar kelabu. Pig iron mengandung lebih dari 92% Fe. Selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja pig iron digunakan secara luas untuk industri pengecoran dan tempa Untuk memproduksi 1 ton pig iron diperlukan sekitar 1 7 ton bijih besi 350-550 Kg Kokas dan bahan bakar 250 Kg dolomit /lime stone, 1620 ton udara panas. Umumnya dolomit /lime stone dibakar dulu calcine lebih dulu untuk mendapatkan CaO atau MgO. Dalam sinter atau pellet bijih besi biasanya telah dicampur CaO atau MgO tersebut untuk meningkatkan efesiensi proses. Untuk setiap ton besi dihasilkan 200 – 400 Kg terak 25 – 50 Kg debu dan 2 – 3 ton gas (Blast Furnace Gas).

Besi kasar putih dengan ciri-ciri sebagai berikut :

  • Patahan berwarna putih
  • Banyak mengandung mangan (Mn)
  • Keras dan mudah pecah
  • Cepat membeku
  • Baik untuk pembuatan baja langsung
  • Kandung karbon 2,3 – 3,5 %

Besi kasar kelabu dengan ciri ciri sebagai berikut:

  • Patahan berwarna kelabu
  • Mengandung silisium 0,51 %
  • Mudah dituang, baik untuk pembuatan mesin
  • Lunak dan sedikit rapuh
  • Baik untuk pembuatan besi tuang dan baja tuang
  • Titik cair 1300oC
  • Kandungan karbon 3,55 %

Terak disini terbentuk dari senyawa silika, alumina, magnesia, atau calcit yang terkandung dalam bijh besi, pellet, sinter, lump, kokas. Terak cair memiliki densitas lebih rendah daripada hot metal, yang menjadikan mengapung diatas hot metal. Terak terbagi menjadi dua macam yaitu terak yang bersifat asam dan terak yang bersifat basa. Komposisi terak adalah sebagai berikut:

  • Silika = 33% ~ 42%
  • Alumina = 10% ~ 16%
  • Kapur = 36% ~ 45%
  • Magnesia = 3% ~ 12%
  • Belerang = 1% ~ 3%
  • Ferro Oksida = 0,3% ~ 2%
  • Mangan Oksida = 0,2% ~ 1,5%

Proses reduksi langsung (Direct Reduction) biasanya digunakan untuk merubah pellet menjadi besi spons (sponge iron)/DRI. Juga disebut besi spons dihasilkan dari reduksi langsung dari bijih besi (dalam bentuk gumpalan, pelet atau denda) dengan mengurangi gas yang dihasilkan dari gas alam atau batubara. Gas pereduksi merupakan mayoritas campuran hidrogen (H2) dan karbon monoksida (CO) yang bertindak sebagai pereduksi. Proses langsung mengurangi bijih besi dalam bentuk padat dengan mengurangi gas disebut reduksi langsung. Proses reduksi langsung dianggap lebih efisien daripada tanur tiup. Karena beroperasi pada suhu yang lebih rendah, dan ada beberapa faktor lain yang membuatnya ekonomis.

  • Mereduksi pada kondisi padat
  • Menggunakan bijih besi kualitas tinggi
  • Gas Alam : moving bed, fluidized bed
  • Batubara : rotary kiln, rotary hearth
  • Product : DRI, HBI
  • Hasil produk melalui rute EAF

Keuntungan dari proses reduksi langsung ketimbang blast furnace adalah, besi spons memiliki kandungan besi lebih tinggi ketimbang pig iron, hasil blast furnace. Zat reduktor menggunakan gas (CO atau H2) yang terkandung dalam gas alam, sehingga tidak diperlukan kokas yang harganya cukup mahal.

Perbedaan proses reduksi langsung dan reduksi tidak langsung adalah reaksinya berbeda,pada reduksi tidak langsung Fe diperoleh dari beberapa tahap reaksi, pada reduksi langsung dengan1 tahap reaksi sudah dapat diperoleh Fe murni. Hasil akhirnya berbeda, Output dari reduksi tidak langsung adalah berupa Fe dalam keadaan cair (pig iron), sedangkan output dari reduksi langsung adalah Fe dalam keadaan padat (sponge iron). Sumber gas reduktornya berbeda, indirect reduction menggunakan kokas untuk menghasilkan gas reduktor CO, sedangkan direct reduction menggunakan CH4. Kualitasnya berbeda, reduksi langsung menghasilkan besi dengan kualitas yang lebih baik daripada reduksi tidak langsung. Karena reduksi tidak langsung menggunakan kokas untuk menghasilkan gas reduktor. Kokas berasal dari batubara yang mengadung sulfur, dimana S tersebut dapat ikut masuk kedalam besi hasil reduksi, yang mengakibatkan besi mengalami retak panas (hot shortness).

Proses pembuatan besi baja modern

[sunting | sunting sumber]
Basic oxygen steelmaking juga dikenal sebagai Linz-Donawitz converter di Vienna Technical Museu.m
Electric arc furnace.
Carbon Steel Cold Rolled Sheet Coil.
Baja slab.
Butiran terak slag tailing. Limbah baja.

Besi adalah logam paling banyak kedua di kerak bumi setelah aluminium. Unsur ini reaktif terhadap oksigen dan air. Besi segar memiliki permukaan abu-abu keperakan. Namun, warna akan berubah jika besi teroksidasi dalam air normal, menyebabkan oksida besi hidrat (karat). Bijih besi pada dasarnya terbuat dari oksida (magnetit, hematit dan limonit), karbonat (siderit) dan sulfida (pyrite). Banyak endapan bijih ditemukan di cekungan Mediterania bagian timur dan bisa mudah dikenali karena terkait dengan warna merah karat dari bumi. Bijih besi ini sering dieksploitasi sebagai pigmen karena bisa memberikan warna kuning, ochres (kuning tua), coklat dan merah.

Baja adalah logam yang dihasilkan dari paduan beberapa logam lainnya. Logam paduannya bisa berupa besi, karbon, mangan, fosfor, belerang, silikon, serta sebagian kecil dari aluminium, nitrogen, dan oksigen. Selain itu, karakteristik baja yang berbeda bisa menggunakan paduan seperti nikel, titanium, kromium, vanadium, boron, niobium, dan molydenum.

Salah satu unsur yang penting dalam pembuatan baja adalah adanya paduan karbon. Penggunaan karbon dalam proses pembuatan baja bertujuan untuk meningkatkan kekerasan dan kekuatan tariknya. Jadi, karbon bertindak sebagai pengeras dengan mencegah pergeseran dalam kisi kristal atom besi. Selain itu, kandungan unsur karbon dalam rentang baja dari 0,2 hingga 2,1 persen sesuai dengan kualitasnya. Baja karbon ini berwarna hitam sehingga sering disebut baja hitam. Biasanya, bahan ini digunakan untuk membuat alat-alat pertukangan seperti sabit, cangkul, linggis, dan lain-lain. Saat ini, baja adalah salah satu bahan yang paling banyak digunakan di dunia industri dan proses membangun bangunan.

Besi merupakan material alami yang terbuat dari unsur ferrum (Fe). Besi terbuat dari bijih besi yang ditambang dari alam, lalu diolah. Baja adalah material buatan yang terbuat dari paduan berbagai unsur seperti besi, karbon, mangan, fosfor, sulfur, silikon, serta sebagian kecil aluminium, nitrogen, dan oksigen. Besi terbuat dari bijih besi yang ditambang dari alam, lalu diolah sedemikian rupa seperti besi kasar untuk besi cor. Selain itu, besi dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat baja. Sehingga, jangan heran jika besi dan baja juga memiliki bentuk yang sangat mirip.

Pada proses pembuatan besi yang paling awal, bijih yang telah dicuci dan dihancurkan dipanaskan dengan arang dalam sebuah tungku tradisional, biasanya berupa lubang sederhana di tanah. Suhu tercapai tidak mencukupi untuk mencapai leleh dan oksidasi bijih dikurangi dengan karbon dalam keadaan padat, mengarah ke gumpalan yang disebut bloom. Ampas bijih disingkirkan dan bloom berulang kali dipanaskan dan dipalu untuk mengusir sisa ampas, dan membentuk massa yang lebih padat. Bijih yang diperoleh dengan cara ini sepenuhnya murni, dengan kandungan karbon rendah. Oleh karena itu mudah dibentuk dan relatif lunak.

Pada proses pembuatan baja, terdapat “pig iron” atau besi tuang yang dihasilkan dari tanur tinggi, yang harus ada proses pemurnian terlebih dahulu agar menurunkan kadar karbonnya (dari 5 persen diturunkan sampai di bawah 1.5 persen), dan proses menghilangkan bahan atau unsur lain yang mengotori besi (silikon, belerang, fosfor, dan sebagainya) dapat dilakukan dengan pemurnian melalui berbagai metode, yaitu:

Proses pembuatan besi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu Blast Furnace dan Electric Arc Furnace (EAF). Perbedaan Blast Furnace dan EAF yaitu terletak pada bahan dasarnya. Pada proses Blast Furnance, bahan bakar (Coke) digunakan dalam jumlah yang besar, sedangkan, pada EAF tidak menggunakan Coke. Proses produksi material baja untuk struktur, mulai dari bijih besi sampai menjadi baja profil atau baja pelat dirangkum secara sederhara sebagai berikut: Pertama, ada beberapa komponen dasar yang perlu diperhatikan. Komponen dasar tersebut diantaranya adalah iron ore (bijih besi), limestone (tanah kapur), coke (dibuat dari coal, khusus untuk pembuatan steel) dimasukkan ke dalam blast furnace. Coke merupakan bahan bakar untuk furnace, dibuat dari coal dengan proses tertentu. Cairan besi (molten iron) yang panas di dalam furnace terpisah menjadi 2 bagian. Bagian atas adalah slag (waste, impurities), dan bagian bawah adalah besi yang hendak dipakai. Besi yang dihasilkan ini kemudian dicetak menjadi pig iron. Kadar karbon dalam pig iron bisa mencapai 2%.

Cara pengolahan besi lainnya adalah Proses Bassemer, prosesnya adalah dari sejumlah leburan besi tuang dari tanur tinggi dimasukan ke dalam Converter Bassemer (yaitu tanur untuk Proses Bassemer). Dalam metode ini, ke dalam Conventer Bassemer ditambahkan senyawa lain seperti dolomite dan, untuk mengikat zat pengotor di dalam besi. Sambil diputar terus dibawah tanur, melalui lubang-lubang dibawah tanur dimasukan gas oksigen agar bereaksi dengan karbon, silikon, fosfor dan belerang menjadi oksida-oksidanya. Oksidaoksida ini akan diikat oleh oksida-oksida magnesium dan kalsium sebagai hasil penguraian yang sebelumnya dimasukan, menjadi kerak yang mengapung diatas cairan besi. Selanjutnya besi cair yang sudah mendekati murni dikeluarkan dan CaCO 3 melalui lubang pada converter. Dan kerak yang tertinggal dalam converter dapat dibuang. Jenis baja yang dihasilkan Converter Bassemer ditentukan dengan mengontrol karbon yang dikandungnya, serta jenis logam lain yang dicampurkan untuk membuat logam aliasi.

Proses Open Hearth Furnace, merupakan proses terbuka tanur berupa piringan datar yang besar. Pada dasar kolom telah ditempatkan oksida basa yang akan berguna sebagai zat pengikat. Ke dalam tanur tinggi dimasukan besi tuang, besi bekas dan batu kapur. Campuran gas pembakar dan udara panas dilewatkan di atas piringan yang berisi besi cair ini. Sementara diaduk maka akan berlangsung reaksi antara oksida-oksida pengotor dengan CaO dan MgO menjadi kerak. Kelebihan proses ini adalah kualitas baja yang dihasilkan mudah dikontrol kualitasnya secara terus menerus selama proses ini berlangsung lama (8 sampai 10 jam) sedangkan Proses Bassemer berlangsung cepat (sekitar 15 menit).

Pig iron dimasukkan ke dalam primary steelmaking furnace, bisa berupa oxygen furnace, electric arc furnace, atau open hearth furnace. Pada proses ini, berbagai bahan kimia ditambahkan ke dalam furnace untuk mendapatkan material properties yang diinginkan. Seringkali, scrap juga dimasukkan ke dalam furnace ini. Di dalam proses dengan oksigen, karbon di dalam molten iron akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan gas karbon monoksida. Gas ini harus keluar. Kalau tidak, bisa membentuk ‘gas pockets’ (rimming) saat menjadi dingin (rimmed steel). Untuk menghindarinya, bisa menggunakan deoxidizer seperti silikon dan aluminum. Baja yang dihasilkan adalah killed steel atau semi-killed steel. Baja yang dihasilkan dicetak dalam bentuk slab, billet, dan bloom. Baja yang telah dicetak dalam bentuk slab, bloom atau billet tersebut selanjutnya dibentuk menjadi berbagai macam profil seperti H-beam, Angle (siku), Channel, rel kereta, pelat, pipa (seamless pipe), dan sebagainya.

Proses BOP (Basic Oxigen process), merupakan proses besi tuang dicampur dengan besi rongsokan. Besi tuang meleleh di dalam besi tuang. Kedalam tanur dimasukan oksigen murni melalui pipa. Oksigen murni ini akan membakar zat pengotor didalam cairan besi tuang. Batu kapur yang sebelumnya dimasukan kedalam tanur akan mengikat zat pengotor ini menjadi kerak. Hingga saat ini metode BOP banyak digunakan karena baja yang dihasilkan mutunya tinggi, prosesnya cepat (20 sampai 30 menit), pengontrolan kualitas mudah dilakukan, serta mudah mencampurkan logam-logam lain untuk membuat baja aliasi. Terakhir ini dikembangkan proses busur listrik untuk menghasilkan kualitas baja yang lebih baik lagi.

Peleburan Baja Primer
  • Pra perlakuan logam panas, hot metal pre treatment
  • Tungku oksigen dasar, hasic oxygen furnace (BOF)
  • Tungku hibrida, hybrid furnace
  • Tungku busur listrik, electric arc furnace (EAF)
  • Tungku induksi, induction furnace (IF)
  • Tungku optimal energi, energy optimization furnace (EOF)
Metalurgi Sekunder
  • Stasiun pembilasan argon, argon rinsing station (ARS)
  • Ladle furnace (LHF)
  • Pemanasan kimia
  • Penghilangan gas vakum.
  • Dekarburisasi oksigen argon
Pengecoran Kontinu
  • Kastor slab konvensional, conventional slab caster
  • Kastor lempengan tipis, thin slab caster
  • Kastor billet, billet caster
  • Bloom kastor, bloom caster
  • kastor kombinasi, combi caster
  • Near net shape caster
Paduan Ferro
  • Tungku busur terendam, submerged arc furnace
Fasilitas lainnya
  • Pemrosesan terak

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ B. Deo and R. Boom, Fundamentals of Steelmaking Metallurgy, Prentice and Hall, 1993
  2. ^ E.T. Turkdoagn, Fundamentals of Steelmaking, IOM, 1996
  3. ^ Pahl, Ron (2002). Breaking Away from the Textbook: Prehistory to 1600. Scarecrow Press Inc. hlm. 53. ISBN 978-0810837591. 
  4. ^ S. Sass, The Substance of Civilization, Arcade Publishing, 1998
  5. ^ "Iron Ore – Hematite, Magnetite & Taconite". Mineral Information Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 April 2006. Diakses tanggal 7 April 2006. 
  6. ^ Goldstein, J.I.; Scott, E.R.D.; Chabot, N.L. (2009). "Iron meteorites: Crystallization, thermal history, parent bodies, and origin". Geochemistry (dalam bahasa Inggris). 69 (4): 293–325. Bibcode:2009ChEG...69..293G. doi:10.1016/j.chemer.2009.01.002. 
  7. ^ Jonsson, Erik; Troll, Valentin R.; Högdahl, Karin; Harris, Chris; Weis, Franz; Nilsson, Katarina P.; Skelton, Alasdair (2013-04-10). "Magmatic origin of giant 'Kiruna-type' apatite-iron-oxide ores in Central Sweden". Scientific Reports (dalam bahasa Inggris). 3 (1): 1644. Bibcode:2013NatSR...3E1644J. doi:10.1038/srep01644alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2045-2322. PMC 3622134alt=Dapat diakses gratis. PMID 23571605. 
  8. ^ Guijón, R., Henríquez, F. and Naranjo, J.A. (2011). "Geological, Geographical and Legal Considerations for the Conservation of Unique Iron Oxide and Sulphur Flows at El Laco and Lastarria Volcanic Complexes, Central Andes, Northern Chile". Geoheritage. 3 (4): 99–315. doi:10.1007/s12371-011-0045-x. 
  9. ^ Li, Chao; Sun, Henghu; Bai, Jing; Li, Longtu (2010-02-15). "Innovative methodology for comprehensive utilization of iron ore tailings: Part 1. The recovery of iron from iron ore tailings using magnetic separation after magnetizing roasting". Journal of Hazardous Materials. 174 (1–3): 71–77. doi:10.1016/j.jhazmat.2009.09.018. PMID 19782467. 
  10. ^ Sirkeci, A. A.; Gül, A.; Bulut, G.; Arslan, F.; Onal, G.; Yuce, A. E. (April 2006). "Recovery of Co, Ni, and Cu from the tailings of Divrigi Iron Ore Concentrator". Mineral Processing and Extractive Metallurgy Review. 27 (2): 131–141. doi:10.1080/08827500600563343. ISSN 0882-7508. 
  11. ^ Das, S.K.; Kumar, Sanjay; Ramachandrarao, P. (December 2000). "Exploitation of iron ore tailing for the development of ceramic tiles". Waste Management. 20 (8): 725–729. doi:10.1016/S0956-053X(00)00034-9. 
  12. ^ Gzogyan, T. N.; Gubin, S. L.; Gzogyan, S. R.; Mel’nikova, N. D. (2005-11-01). "Iron losses in processing tailings". Journal of Mining Science. 41 (6): 583–587. doi:10.1007/s10913-006-0022-y. ISSN 1573-8736. 
  13. ^ Uwadiale, G. G. O. O.; Whewell, R. J. (1988-10-01). "Effect of temperature on magnetizing reduction of agbaja iron ore". Metallurgical Transactions B. 19 (5): 731–735. Bibcode:1988MTB....19..731U. doi:10.1007/BF02650192. ISSN 1543-1916. 
  14. ^ Stephens, F. M.; Langston, Benny; Richardson, A. C. (1953-06-01). "The Reduction-Oxidation Process For the Treatment of Taconites". JOM. 5 (6): 780–785. Bibcode:1953JOM.....5f.780S. doi:10.1007/BF03397539. ISSN 1543-1851. 
  15. ^ H.T. Shen, B. Zhou, et al.Roasting-magnetic separation and direct reduction of a refractory oolitic-hematite ore Min. Met. Eng., 28 (2008), pp. 30-43
  16. ^ Advanced Explorations Inc.:Iron Ore Products Diarsipkan 2014-10-31 di Wayback Machine.
  17. ^ National Steel Pellet Company:Iron Ore Processing for the Blast Furnace Diarsipkan 2010-12-31 di Wayback Machine.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]