Lompat ke isi

Sistem koloid

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Susu adalah koloid teremulsi dari lemak susu dalam air

Sistem koloid (selanjutnya disingkat "koloid" saja) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat heterogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 10000 nm),[1] sehingga mengalami Efek Tyndall. Bersifat heterogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya, sehingga tidak terjadi pengendapan. Misalnya, sifat heterogen ini juga dimiliki oleh larutan, tetapi tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi). Koloid dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, serta awan merupakan contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid. Kimia koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri karena kepentingannya.

Klasifikasi

[sunting | sunting sumber]

Koloid sering kali digolongkan beradasarkan sifat perpindahannya karena ukuran fase terdispersinya yang kecil dan tampak seperti campuran. Misal, terdapat sebuah koloid yang terdiri atas zat padat yang terdispersi dalam zat cair. Apabila sistem koloid tersebut dilewatkan pada suatu membran ultrafiltrasi, maka zat padat dalam koloid tidak akan dapat menembus membran. Hal ini berbeda dengan ion dan molekul campuran pada umumnya yang larut dan mampu menembus membran. Ukuran pori membran yang lebih kecil daripada dimensi partikel koloid menyebabkan partikel koloid tertahan di membran. Semakin kecil ukuran pori membran, semakin banyak partikel koloid yang tertahan, dan semakin rendah pula konsentrasi zat terdispersi dalam cairan yang tersaring. Berdasarkan fase zat pendispersi dan zat terdispersinya, koloid dapat diklasifikasikan menjadi:[2]

Medium/fase Fase terdispersi
Gas Cair Padat
Medium pendispersi Gas Tidak ada koloid yang diketahui.
Meskipun demikian, Helium dan xenon diketahui tidak dapat bercampur pada beberapa kondisi.[3][4]
Aerosol cair
Contoh: kabut dan awan
Aerosol padat
Contoh: asap dan debu di udara
Cair Buih
Contoh: whipped cream, alat pemadam kebakaran, beberapa jenis kosmetik
Emulsi
Examples: susu, mayonnaise, krim kulit, dan lateks
Sol
Contoh: tinta, sol belerang, darah, dan lumpur
Padat Buih padat
Contoh: aerogel, styrofoam, batu apung, spons, dan marshmallow
Gel atau emulsi padat
Contoh: agar, gelatin, lem, dan jelly
Sol padat
Contoh: intan hitam

Berdasarkan sifat interaksi antara fase terdispersi dan medium pendispersinya, koloid juga dapat diklasifikasikan menjadi Koloid hidrofilik (partikel koloid tertarik dengan air) dan Koloid hidrofobik (partikel koloid tidak tertarik dengan air).

Koloid liofil dan liofob

[sunting | sunting sumber]

Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Klasifikasi ini berdasarkan interaksi antara partikel terdispersi dengan medium pendispersinya. Koloid liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka menarik medium pendispersinya, yang disebabkan gaya tarik antara partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersinya kuat. Koloid liofob adalah sistem koloid yang fase terdispersinya tidak suka menarik medium pendispersinya. Bila medium pendispersinya air maka koloid liofil disebut koloid hidrofil, sedangkan koloid liofob disebut koloid hidrofob.

Contoh koloid hidrofil : sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin. Contoh koloid hidrofob : sol belerang, sol-sol sulfida, sol Fe(OH)3, sol-sol logam.

Koloid liofil/hidrofil lebih kental daripada koloid liofob/hidrofob. Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air maka dapat membentuk kembali sol hidrofil (bersifat reversibel). Sebaliknya, sol hidrofob akan terkoagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi sudah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air.[5]

No Sifat Sol liofil Sol liofob
1 Daya adsorpsi terhadap medium Kuat, mudah mengadsorpsi Tidak mudah mengadsorpsi mediumnya
2 Efek Tyndal Kurang jelas Sangat jelas
3 Viskositas (kekentalan) Lebih besar daripada mediumnya Hampir sama dengan mediumnya
4 Koagulasi Sukar Mudah terkoagulasi (kurang stabil)
5 Lain-lain Bersifat reversibel Irreversibel (jika sudah menggumpal sukar dikoloidkan kembali)

Sifat hidrofob dan hidrofil dimanfaatkan dalam proses pencucian pakaian pada penggunaan detergen. Apabila kotoran yang menempel pada kain tidak mudah larut dalam air, misalnya lemak dan minyak.dengan bantuan sabun atau detergen maka minyak akan tertarik oleh detergen. Oleh karena detergen larut dalam air, akibatnya minyak dan lemak dapat tertarik dari kain. Kemapuan detergen menarik lemak dan minyak disebabkan pada molekul detergen terdapat ujung-ujung liofil yang larut dalam air dan ujung liofob yang dapat menarik lemak dan minyak. Akibat adanya tarik-menarik tersebut, tegangan permukaan lemak dan minyak dengan kain menjadi turun dehingga lebih kuat tertarik oleh molekul-molekul air yang mengikat kuat detergen.[5]

Sifat-sifat Koloid

[sunting | sunting sumber]

Suatu campuran dapat digolongkan ke dalam sistem koloid apabila memiliki sifat-sifat yang berbeda dari larutan sejati. Ada beberapa sifat yang membedakan sistem koloid dengan larutan sejati, yaitu:[6]

  • Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek Tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek Tyndall.
Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
  • Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tetapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika koloid diamati dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown.
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas (dinamakan gerak Brown), sedangkan pada zat padat hanya berosilasi di tempat (tidak termasuk gerak Brown). Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
  • Adsorpsi
Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. Adsorpsi harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel.
Contoh:
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.
  • Muatan koloid
Dikenal dua macam koloid, yaitu koloid bermuatan positif dan koloid bermuatan negatif.
  • Koagulasi koloid
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
  • Koloid pelindung
Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari proses koagulasi.
  • Dialisis
Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran semipermeabel yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semipermeabel ini dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.
  • Elektroforesis
Elektroferesis ialah peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan arus listrik.

Cara Pembuatan Koloid

[sunting | sunting sumber]

1. Dispersi

[sunting | sunting sumber]

Dispersi adalah cara pembuatan koloid dengan menghaluskan partikel suspensi menjadi partikel berukuran koloid. Dispersi dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini:

a. Cara mekanik (dispersi langsung)

[sunting | sunting sumber]

Butir-butir kasar diperkecil ukurannya dengan menggiling atau menggerus koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium pendispersi.

Contoh: Sol belerang dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama suatu zat inert (seperti gula pasir) kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.[5]

b. Homogenisasi

[sunting | sunting sumber]

Dengan menggunakan mesin homogenisasi.

Contoh:

  • Emulsi obat di pabrik obat dilakukan dengan proses homogenisasi
  • Pembuatan susu kental manis yang bebas kasein dilakukan dengan mencampurkan serbuk susu skim ke dalam air menggunakan mesin homogenisasi.[5]

c. Peptisasi

[sunting | sunting sumber]

Dengan cara memecah partikel-partikel besar menjadi partikel koloid, misalnya suspensi, gumpalan atau endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).

Contoh: Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulaosa oleh aseton, karet oleh bensin, endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.[5]

d. Busur bredig

[sunting | sunting sumber]

Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dibuat menjadi koloid dipasang sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam medium dispersi. Kemudian diberi arus listrik yang cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik di antara kedua ujungnya. Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, kemudian atom-atom tersebut mengalami kondensasi sehingga menjadi partikel koloid. Cara ini merupakan gabungan cara dispersi dan kondensasi.[5]

2. Kondensasi

[sunting | sunting sumber]

Kondensasi adalah cara pembuatan koloid dengan menggumpalkan partikel larutan menjadi partikel berukuran koloid. Kondensasi dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Kondensasi secara kimia dilakukan melalui reaksi redoks, hidrolisis, substitusi, dan penggaraman. Sedangkan secara fisika, kondensasi dilakukan melalui proses pendinginan, penggantian pelarut, dan pengembunan uap.[5]

a. Reaksi hidrolisis

[sunting | sunting sumber]

Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Reaksi ini umumnya digunakan untuk membuat koloid-koloid basa dari suatu garam yang dihidrolisis.

Contoh: Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Dengan cara memanaskan larutan FeCl3 (apabila ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3.

FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)[5]

b. Reaksi redoks

[sunting | sunting sumber]

Reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Koloid yang terjadi merupakan hasil oksidasi atau reduksi.

Contoh: Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2.

2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S(s)[5]

c. Pertukaran ion

[sunting | sunting sumber]

Reaksi pertukaran ion umumnya dilakukan untuk membuat koloid dari zat-zat yang sukar larut (endapan) yang dihasilkan pada reaksi kimia.

Contoh: Pembuatan sol As2S3 dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan As2O3 dengan reaksi berikut:

3H2S(g) + As2O3(aq) → As2S3(s) + 3H2O(l)[5]

d. Penggantian pelarut

[sunting | sunting sumber]

Belerang mudah larut dalam alkohol (misal etanol) tetapi sukar larut dalam air. Jadi, untuk membuat sol belerang dalam medium pendispersi air, belerang dilarutkan ke dalam etanol sampai jenuh. Setelah itu, larutan belerang dalam etanol dimasukkan ke dalam air sedikit demi sedikit. Partikel belerang akan menggumpal menjadi koloid akibat penurunan kelarutan belerang dalam air. Kemudian etanol dapat dipisahkan dengan dialisis, maka terbentuklah sol belerang.[7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "colloid | Definition & Facts". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-03. 
  2. ^ Sastrohamidjojo, Hardjono (24 Juli 2018). Kimia Dasar. UGM PRESS. hlm. 247. 
  3. ^ de Swaan Arons, J.; Diepen, G. A. M. (2010). "Immiscibility of gases. The system He-Xe: (Short communication)". Recueil des Travaux Chimiques des Pays-Bas. 82 (8): 806. doi:10.1002/recl.19630820810. ISSN 0165-0513. 
  4. ^ Tan, Paulino Y.; Luks, Kraemer D.; Kozak, John J. (1971-08-01). "Application of Conformal Solution Theory to Gas–Gas Equilibria". The Journal of Chemical Physics. 55 (3): 1012–1015. doi:10.1063/1.1676177. ISSN 0021-9606. 
  5. ^ a b c d e f g h i j Permana, Irvan (2009). Memahami Kimia SMA/MA 2. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-176-7. 
  6. ^ Yumike Mose (2014). Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Pada Materi Koloid Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Siswa (PDF). 
  7. ^ Partana, Crys Fajar (2009). Mari Belajar Kimia untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-188-0. 

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]
  • Johari, J.M.C. (2007). Kimia 2 SMA dan MA Untuk Kelas XI. Jakarta: Esis/Erlangga. ISBN 974-734-720-6.  (Indonesia)