Lompat ke isi

Bintang

Ti Wikipédia Sunda, énsiklopédi bébas
Artikel ieu keur dikeureuyeuh, ditarjamahkeun tina basa Indonésia.
Bantuanna didagoan pikeun narjamahkeun.
Skala objek berukuran planet:
Baris atas: Uranus dan Neptunus;
baris kedua: Bumi, bintang katai putih Sirius B, Venus;
baris bawah (diperbesar) – atas: Mars dan Merkurius;
bawah: Bulan, planet kerdil Pluto, dan Haumea

Bintang atawa planit atawa planét atawa béntang ider atawa béntang jarah (kadé pahili jeung béntang) (Citakan:Ety) nyaéta banda astronomi nu ngorbit ka hiji béntang atawa sésa béntang anu rada gedé pikeun boga gravitasi sorangan, henteu gedé teuing pikeun nyiptakeun fusi termonuklir, sarta geus "meresihkeun" daérah di sabudeureunana anu dipinuhan ku planétésimal.[lower-alpha 1][1][2]

Kecap planit geus lila aya sarta matali jeung sajarah, sains, mitologi, sarta agama. Ku peradaban kuno, planit dipandang minangka hiji hal anu abadi atawa wawakil dewa. Kadieunakeun, pandangan jelema ka planit robah.

Bédana bintang jeung béntang, nyaéta lamun bintang teu bisa ngahasilkeun cahyana sorangan, tapi ngan mantulekun cahya ti bintang. Sedengkeun, béntang bisa ngahasilkeu cahya sorangan.[3]

Pada tahun 2006, Persatuan Astronomi Internasional (IAU) mengesahkan sebuah resolusi resmi yang mendefinisikan planet di Tata Surya. Definisi ini dipuji namun juga dikritik dan masih diperdebatkan oleh sejumlah ilmuwan karena tidak mencakup benda-benda bermassa planet yang ditentukan oleh tempat atau benda orbitnya. Meski delapan benda planet yang ditemukan sebelum 1950 masih dianggap "planet" sesuai definisi modern, sejumlah benda angkasa seperti Ceres, Pallas, Juno, Vesta (masing-masing objek di sabuk asteroid Matahari), dan Pluto (objek trans-Neptunus yang pertama ditemukan) yang dulunya dianggap planet oleh komunitas ilmuwan sudah tidak dipermasalahkan lagi.

Ptolomeus menganggap planet mengelilingi Bumi dengan gerakan deferen dan episiklus. Walaupun ide planet mengelilingi Matahari sudah lama diutarakan, baru pada abad ke-17 ide ini terbukti oleh pengamatan teleskop Galileo Galilei. Dengan analisis data observasi yang cukup teliti, Johannes Kepler menemukan bahwa orbit planet tidak berbentuk lingkaran, melainkan elips. Seiring perkembangan peralatan observasi, para astronom mengamati bahwa planet berotasi pada sumbu miring dan beberapa di antaranya memiliki beting es dan musim layaknya Bumi. Sejak awal Zaman Angkasa, pengamatan jarak dekat oleh wahana antariksa membuktikan bahwa Bumi dan planet-planet lain memiliki tanda-tanda vulkanisme, badai, tektonik, dan bahkan hidrologi.

Secara umum, planet terbagi menjadi dua jenis utama: raksasa gas besar berkepadatan rendah dan raksasa darat kecil berbatu. Sesuai definisi IAU, ada delapan planet di Tata Surya. Menurut jaraknya dari Matahari (dekat ke jauh), ada empat planet kebumian, Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars, kemudian empat raksasa gas, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Enam planet di antaranya dikelilingi oleh satu satelit alam atau lebih. Selain itu, IAU mengakui lima planet kerdil[4] dan ratusan ribu benda kecil Tata Surya. Mereka juga masih mempertimbangkan benda-benda lain untuk digolongkan sebagai planet.[5]

Sejak 1992, ratusan planet yang mengelilingi bintang-bintang lain ("planet luar surya" atau "eksoplanet") di Bima Sakti telah ditemukan. Per Citakan:Extrasolar planet counts, Citakan:Extrasolar planet counts planet luar surya yang diketahui (di Citakan:Extrasolar planet counts sistem planet dan Citakan:Extrasolar planet counts sistem multiplanet) terdaftar di Extrasolar Planets Encyclopaedia. Ukurannya beragam, mulai dari planet daratan mirip Bumi hingga raksasa gas yang lebih besar daripada Jupiter.[6] Pada tanggal 20 Desember 2011, tim Teleskop Luar Angkasa Kepler menemukan dua planet luar surya seukuran Bumi, Kepler-20e[7] dan Kepler-20f,[8] yang mengorbit bintang mirip Matahari, Kepler-20.[9][10][11] Studi tahun 2012 yang menganalisis data mikrolensa gravitasi memperkirakan setiap bintang di Bima Sakti rata-rata dikelilingi oleh sedikitnya 1,6 planet.[12] Sejumlah astronom di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) melaporkan pada Januari 2013 bahwa sedikitnya 17 miliar eksoplanet seukuran Bumi (tepatnya 0,8–1,25 massa Bumi) dengan periode orbit 85 hari atau kurang berada di galaksi Bima Sakti.[13]

Sejarah

[édit | édit sumber]
Informasi salajengna: Sejarah astronomi and Definisi planet
Cetakan model kosmologi geosentris dari Cosmographia, Antwerp, 1539

Ide tentang planet berubah-ubah sepanjang sejarah, mulai dari bintang pengelana abadi pada zaman antik hingga benda kebumian pada zaman modern. Konsep ini meluas tidak hanya di Tata Surya saja, tetapi sudah mencapai ratusan sistem luar surya lainnya. Ambiguitas yang terdapat dalam definisi planet telah menjadi kontroversi di kalangan ilmuwan.

Lima planet klasik yang dapat dilihat mata telanjang sudah diketahui sejak zaman kuno dan pengaruhnya sangat besar di dunia mitologi, kosmologi agama, dan astronomi kuno. Pada zaman itu, astronom mengetahui bagaimana cahaya-cahaya tertentu bergerak melintasi langit relatif terhadap bintang lain. Bangsa Yunani kuno menyebut cahaya tersebut πλάνητες ἀστέρες (planetes asteres, "bintang pengelana") atau "πλανήτοι" saja (planētoi, "pengelana"),[14] yang dari situlah kata "planet" terbentuk.[15][16] Di Yunani, Cina, Babilonia kuno, dan seluruh peradaban pra-modern,[17][18] diyakini bahwa Bumi berada di pusat Alam Semesta dan semua "planet" mengelilingi Bumi. Alasan munculnya sudut pandang ini adalah bintang dan planet tampak berputar mengitari Bumi setiap hari[19] dan persepsi akal sehat bahwa Bumi bersifat padat dan tetap, tidak bergerak dan diam.

Babilonia

[édit | édit sumber]
 Artikel utama: Astronomi Babilonia.

Peradaban pertama yang dikenal memiliki teori fungsional tentang planet adalah bangsa Babilonia, penduduk Mesopotamia pada milenium pertama dan kedua SM. Teks astronomi planet tertua yang masih ada adalah Tablet Venus dari Ammisaduqa, salinan daftar pengamatan gerakan planet Venus abad ke-7 SM yang diduga dirancang pada milenium kedua SM.[20] MUL.APIN adalah sepasang tablet kuneiform tertanggal abad ke-7 SM yang mencatat gerakan Matahari, Bulan, dan planet-planet sepanjang tahun.[21] Sejumlah astrolog Babilonia juga menetapkan dasar-dasar astrologi Barat.[22] Enuma anu enlil, ditulis saat periode Neo-Assyria pada abad ke-7 SM,[23] terdiri dari daftar omen dan hubungannya dengan berbagai fenomena langit, termasuk gerakan planet-planet.[24][25] Venus, Merkurius, dan planet terluar Mars, Jupiter, dan Saturnus diidentifikasi oleh sejumlah astronom Babilonia. Semuanya adalah planet yang pernah diketahui manusia sampai ditemukannya teleskop pada awal zaman modern.[26]

Astronomi Yunani-Romawi

[édit | édit sumber]
 Tempo ogé: Astronomi Yunani.
7 planet Ptolomeus
1
Bulan
☾
2
Merkurius
☿
3
Venus
♀
4
Matahari
☉
5
Mars
♂
6
Jupiter
♃
7
Saturnus
♄

Bangsa Yunani Kuno awalnya tidak setertarik bangsa Babilonia dalam mempelajari planet. Pengikut Pythagoras pada abad ke-6 dan 5 SM tampaknya sudah mengembangkan teori keplanetannya sendiri yang terdiri dari Bumi, Matahari, Bulan, dan planet-planet mengelilingi "Api Tengah" di pusat Alam Semesta. Pythagoras atau Parmenides dikabarkan merupakan orang pertama yang mengidentifikasi bintang senja dan bintang pagi (Venus) sebagai satu benda.[27] Pada abad ke-3 SM, Aristarkhus dari Samos mengusulkan sistem heliosentris, yang berarti Bumi dan planet mengitari Matahari. Akan tetapi, sistem geosentris terus mendominasi peradaban dunia sampai Revolusi Ilmiah.

Pada periode Hellenistik abad ke-1 SM, bangsa Yunani mulai mengembangkan skema matematika untuk memperkirakan posisi planet-planet. Skema yang berdasarkan geometri alih-alih aritmetika Babilonia ini kelak mengusangkan teori kompleks dan kelengkapan Babilonia. Kebanyakan pergerakan astronomis yang diamati dari Bumi dengan mata telanjang menggunakan skema ini. Teori Yunani ini baru dijelaskan secara lengkap di Almagest karya Ptolomeus pada abad ke-2 M. Model Ptolomeus ini begitu lengkap dan dominan sampai-sampai semua teori astronomi sebelum ini dianggap usang dan Almagest menjadi teks astronomi resmi di dunia Barat selama 13 abad.[20][28] Bangsa Yunani dan Romawi mengenal tujuh planet, masing-masing dianggap mengelilingi Bumi sesuai hukum kompleks Ptolomeus. Planet-planet tersebut adalah (sesuai urutan Ptolomeus dari Bumi): Bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, dan Saturnus.[16][28][29]

 Artikel utama: Astronomi India jeung Kosmologi Hindu.

Pada tahun 499 CE, astronom India Aryabhata membuat model planet yang memasukkan rotasi Bumi di sumbunya. Ia menjelaskan hal tersebut sebagai penyebab bintang tampak bergerak ke barat. Ia juga meyakini bahwa orbit planet berbentuk elips.[30] Pengikut Aryabhata sangat banyak di India Selatan, tempat prinsip-prinsipnya soal rotasi diurnal Bumi diakui dan sejumlah karya lanjutan yang didasarkan pada teori tersebut dibuat.[31]

Tahun 1500, Nilakantha Somayaji dari mazhab astronomi dan matematika Kerala merevisi model Aryabhata dalam karyanya yang berjudul Tantrasangraha.[32] Dalam Aryabhatiyabhasya, komentar terhadap Aryabhatiya-nya Aryabhata, ia mengembangkan model planet berupa Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus mengelilingi Matahari dan Matahari mengelilingi Bumi, mirip sistem Tychonik yang kelak diusulkan Tycho Brahe pada akhir abad ke-16. Kebanyakan astronom mazhab Kerala yang menjadi pengikutnya menerima model planet usulannya.[32][33]

Astronomi Islam abad pertengahan

[édit | édit sumber]

Pada abad ke-11, transit Venus diamati oleh Ibnu Sina, yang menetapkan bahwa Venus kadang berada di bawah Matahari.[34] Pada abad ke-12, Ibnu Bajjah mengamati "dua planet berupa titik hitam di permukaan Matahari", yang kelak diketahui sebagai transit Merkurius dan Venus oleh astronom Maragha, Qotb al-Din Shirazi, pada abad ke-13.[35] Sayangnya, Ibnu Bajjah dianggap mustahil telah mengamati transit Venus, karena fenomena tersebut memang tidak pernah terjadi seumur hidupnya.[36]

Renaisans Eropa

[édit | édit sumber]
Plane Renaisans, ca. 1543 sampai 1781
1
Merkurius
☿
2
Venus
♀
3
Bumi
🜨
4
Mars
♂
5
Jupiter
♃
6
Saturnus
♄
 Tempo ogé: Heliosentrisme.

Dengan dimulainya Revolusi Ilmiah, pemahaman terhadap kata "planet" berubah dari sesuatu yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap lautan bintang); menjadi benda yang mengelilingi Bumi (atau sesuatu yang dianggap seperti itu pada zaman tersebut); dan menjadi sesuatu yang langsung mengelilingi Matahari setelah model heliosentris Copernicus, Galileo, dan Kepler diakui publik pada abad ke-16.

Karena itu, Bumi dimasukkan ke daftar planet,[37] sementara Matahari dan Bulan tidak. Awalnya, ketika satelit-satelit pertama Jupiter dan Saturnus ditemukan pada abad ke-17, kata "planet" dan "satelit" sering dipakai bolak-balik, namun "satelit" semakin sering dipakai pada abad selanjutnya.[38] Sampai pertengahan abad ke-19, jumlah "planet" tumbuh pesat karena benda-benda baru yang ditemukan mengelilingi Matahari langsung digolongkan sebagai planet oleh komunitas ilmuwan.

Abad ke-19

[édit | édit sumber]
Planet baru, 1807–1845
1
Merkurius
☿
2
Venus
♀
3
Bumi
🜨
4
Mars
♂
5
Vesta
⚶
6
Juno
⚵
7
Ceres
⚳
8
Pallas
⚴
9
Jupiter
♃
10
Saturnus
♄
11
Uranus
♅

Pada abad ke-19, para astronom mulai menyadari bahwa benda-benda baru yang sebelumnya dikelompokkan sebagai planet selama nyaris setengah abad (seperti Ceres, Pallas, dan Vesta) justru jauh berbeda daripada planet tradisional. Benda-benda ini berada di kawasan yang sama antara Mars dan Jupiter (sabuk asteroid) dan massanya lebih kecil, karena itu mereka digolongkan sebagai "asteroid". Karena tidak adanya definisi resmi, kata "planet" akhirnya dipahami sebagai benda "besar" apapun yang mengitari Matahari. Sejak ditemukannya celah raksasa antara asteroid dan planet, dan penemuan-penemuan baru berakhir setelah Neptunus ditemukan tahun 1846, definisi resmi tersebut akhirnya dihapus.[39]

Abad ke-20

[édit | édit sumber]
Planet 1854–1930, 2006–sekarang
1
Merkurius
☿
2
Venus
♀
3
Bumi
🜨
4
Mars
♂
5
Jupiter
♃
6
Saturnus
♄
7
Uranus
♅
8
Neptunus
♆

Pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah serangkaian pengamatan awal menyimpulkan benda ini lebih besar daripada Bumi,[40] benda ini langsung diterima sebagai planet kesembilan. Pengamatan selanjutnya justru membuktikan bahwa benda ini berukuran lebih kecil: tahun 1936, Raymond Lyttleton berpendapat bahwa Pluto bisa jadi satelit Neptunus yang keluar jalur,[41] dan pada tahun 1964 Fred Whipple berpendapat bahwa Pluto mungkin saja berupa komet.[42] Namun karena ukurannya lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui dan tampaknya tidak eksis di dalam populasi yang lebih besar,[43] status Pluto tetap planet sampai tahun 2006.

Planet 1930–2006
1
Merkurius
☿
2
Venus
♀
3
Bumi
🜨
4
Mars
♂
5
Jupiter
♃
6
Saturnus
♄
7
Uranus
♅
8
Neptunus
♆
9
Pluto
♇

Pada tahun 1992, astronom Aleksander Wolszczan dan Dale Frail menemukan sejumlah planet yang mengelilingi sebuah pulsar, PSR B1257+12.[44] Penemuan ini umumnya dianggap sebagai deteksi pasti terhadap sistem planet yang mengitari bintang lain. Kemudian pada 6 Oktober 1995, Michel Mayor dan Didier Queloz dari Universitas Jenewa melaksankan deteksi pasti pertama terhadap eksoplanet yang mengelilingi sebuah bintang deret utama biasa (51 Pegasi).[45]

Penemuan planet luar surya berujung pada ambiguitas lain mengenai definisi planet, pada titik ketika planet menjadi bintang. Banyak planet luar surya yang sudah diketahui bermassa lebih besar daripada Jupiter, mendekati benda-benda bintang yang dikenal sebagai "katai coklat".[46] Katai cokalt umumnya dianggap bintang karena mampu melakukan fusi deuterium, isotop hidrogen yang lebih berat. Jika bintang berukuran 75 kali Jupiter mampu memfusikan hidrogen, hanya bintang berukuran 13 kali Jupiter yang bisa memfusikan deuterium. Tetapi, deuterium agak langka dan sebagian besar katai coklat sudah duluan selesai memfusikan deuterium sebelum ditemukan, sehingga sulit dibedakan dari planet-planet supermasif.[47]

Abad ke-21

[édit | édit sumber]

Dengan ditemukannya banyak objek di Tata Surya dan objek yang lebih besar di sistem lain pada paruh akhir abad ke-20, muncul permasalahan tentang hal-hal yang membentuk suatu planet. Ada perdebatan mengenai apakah suatu objek bisa dianggap planet jika berada di dalam populasi jauh seperti sabuk atau cukup besar untuk menciptakan energi sendiri melalui fusi termonuklir deuterium.

Banyak astronom yang berpendapat agar Pluto dikeluarkan dari kelompok planet, karena banyak benda sejenis yang ukurannya mirip ditemukan di wilayah Tata Surya yang sama (sabuk Kuiper) pada tahun 1990-an dan awal 2000-an. Pluto terbukti hanyalah satu benda kecil di antara ribuan benda serupa lainnya.

Sejumlah benda seperti Quaoar, Sedna, dan Eris disebutkan sebagai planet kesepuluh oleh pers, tetapi tidak diakui secara luas oleh komunitas ilmuwan. Penemuan Eris tahun 2005, benda yang 27% lebih besar daripada Pluto, menciptakan rasa penasaran publik tentang definisi planet secara resmi.

Melihat masalah ini, IAU merancang definisi planet dan menetapkannya pada Agustus 2006. Jumlah planet berkurang menjadi delapan benda besar yang telah "membersihkan" orbitnya (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus). IAU juga membuat kelompok planet katai yang awalnya ditempati tiga benda (Ceres, Pluto, dan Eris).[48]

Definisi planet luar surya

[édit | édit sumber]

Pada tahun 2003, International Astronomical Union (IAU) Working Group on Extrasolar Planets membuat pernyataan tentang definisi planet yang mencakup definisi pembuka berikut, kebanyakan berfokus pada batasan antara planet dan katai coklat:[2] Citakan:TNO imagemap

  1. Objek yang massa sejatinya di bawah batas massa untuk fusi termonuklir deuterium (saat ini terhitung 13 kali massa Jupiter untuk objek dengan kelimpahan isotop yang setara dengan Matahari[49]) yang mengorbit bintang atau sisa bintang adalah "planet" (tidak penting bagaimana terbentuknya). Massa dan ukuran minimal yang disyaratkan untuk objek luar surya agar bisa dianggap planet harus sama seperti syarat planet Tata Surya.
  2. Objek subbintang yang massa sejatinya di atas batas massa untuk fusi termonuklir deuterium adalah "katai coklat", tidak penting bagaimana terbentuknya atau di mana lokasinya.
  3. Objek berkelana bebas di gugus bintang muda yang massanya di bawah batas massa untuk fusi termonuklir deuterium bukanlah "planet", melainkan "katai sub-coklat" (atau nama apapun yang pantas).

Definisi ini mulai dipakai secara luas oleh astronom saat menerbitkan penemuan eksoplanet di jurnal akademik.[50] Meski sementara, definisi ini mulai efektif sampai definisi permanen secara resmi diadopsi. Sayangnya, definisi ini tidak menangani masalah batas rendah massa,[51] sehingga menjauhi kontroversi seputar objek di dalam Tata Surya. Definisi ini juga tidak menangani status planet katai coklat yang punya orbit, seperti 2M1207b.

Salah satu definisi katai sub-coklat adalah benda bermassa planet yang terbentuk melalui kolaps awan, bukannya akresi. Perbedaan pembentukan antara katai sub-coklat dan planet ini belum diakui secara universal. Para astronom masih terbagi menjadi dua kubu dalam mempertimbangkan proses pembentukan planet sebagai bagian dari pengelompokannya.[52] Satu alasan kekecewaan ini adalah kadang mustahil menentukan proses pembentukan planet. Misalnya, planet pengorbit bintang yang terbentuk oleh akresi bisa terlempar dari sistem dan menjadi pengelana bebas. Seblaiknya, katai sub-coklat yang terbentuk oleh kolaps awan terbentuk sendiri di sebuah gugus bintang yang bisa terperangkap dalam orbit suatu bintang.

Planet katai 2007–sekarang
Ceres
⚳
Orcus
Pluto
⯓
Haumea
Quaoar
Makemake
Gonggong
Eris
⯰
Sedna
⯲

Syarat 13 kali massa Jupiter adalah perkiraan, bukan sesuatu yang bersifat pasti. Sebuah pertanyaan pun muncul: Apa itu pembakaran deuterium? Pertanyaan ini muncul karena objek-objek besar akan membakar sebagian besar deuteriumnya dan objek kecil hanya membakar sedikit, dan 13 massa Jupiter berada di antara keduanya. Jumlah deuterium yang dibakar tidak hanya tergantung pada massa, tetapi juga komposisi planetnya, tepatnya pada jumlah helium dan deuterium yang ada.[53]

Kriteria lain yang memisahkan planet dan katai coklat selain pembakaran deuterium, proses pembentukan, atau lokasi adalah apakah tekanan intinya didominasi oleh tekanan coulomb atau tekanan degenerasi elektron.[54][55]

Definisi 2006

[édit | édit sumber]
 Artikel utama: Definisi planet IAU.

Masalah batasan rendah disampaikan pada rapat Majelis Umum IAU tahun 2006. Setelah debat panjang dan satu proposal gagal, majelis memungut suara untuk mengesahkan resolusi yang mendefinisikan planet di Tata Surya sebagai:[56]

Benda langit yang (a) berada di orbit mengitari Matahari, (b) memiliki massa yang cukup agar gravitasinya melebihi gaya benda tegar sehingga memiliki kesetimbangan hidrostatik (nyaris bulat), dan (c) telah membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya.


Sesuai definisi tersebut, Tata Surya dianggap memiliki delapan planet. Benda-benda yang memenuhi dua syarat pertama namun tidak yang ketiga (seperti Pluto, Makemake, dan Eris) dikelompokkan sebagai planet katai dengan syarat mereka juga bukan merupakan satelit alami planet lain. Awalnya komite IAU mengusulkan definisi yang mencakup banyak planet karena poin (c) belum dibuat.[57] Setelah diskusi panjang, pemungutan suara selanjutnya memutuskan benda-benda tersebut dikelompokkan sebagai planet katai.[58]

Definisi ini didasarkan pada teori-teori pembentukan planet, yaitu ketika embrio planet sudah membersihkan orbitnya dari objek-objek kecil. Seperti yang dijelaskan astronom Steven Soter:[59]

Hasil akhir dari akresi cakram kedua adalah sedikitnya benda yang relatif besar (planet) baik di orbit bebas atau resonan yang mencegah tabrakan antarbenda. Planet dan komet kecil, termasuk KBO [objek sabuk Kuiper] berbeda dari planet karena mereka bisa bertabrakan dengan planet atau satu sama lain.


Pasca pemungutan suara IAU tahun 2006, muncul kontroversi dan perdebatan seputar definisi ini.[60][61] Banyak astronom yang memutuskan tidak menggunakannya.[62] Sebagian perdebatan tersebut terpusat pada keyakinan bahwa poin (c) (membersihkan orbit) seharusnya tidak disertakan dan objek-objek yang sekarang dikategorikan planet katai harusnya menjadi bagian dari definisi planet yang lebih luas.

Di luar komunitas ilmuwan, Pluto memiliki dampak budaya yang kuat di masyarakat karena status planetnya sejak ditemukan tahun 1930. Penemuan Eris diberitakan besar-besaran oleh media sebagai planet kesepuluh, sehingga klasifikasi ulang ketiga objek tersebut sebagai planet katai banyak menarik perhatian media dan publik.[63]

Klasifikasi sebelumnya

[édit | édit sumber]

Tabel berikut berisi daftar benda-benda Tata Surya yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai planet:

Benda Klasifikasi terkini Catatan
Bulan Satelit Dikelompokkan sebagai planet pada zaman antik sesuai model geosentris yang sekarang usang.
Io, Europa, Ganymede, dan Callisto Satelit Empat satelit terbesar Jupiter, dikenal dengan nama satelit-satelit Galileo. Galileo Galilei menyebutnya "Planet-Planet Medici" yang diambil dari nama patronnya, keluarga Medici.
Titan,[lower-alpha 2] Iapetus,[lower-alpha 3] Rhea,[lower-alpha 3] Tethys,[lower-alpha 4] dan Dione[lower-alpha 4] Satelit Lima satelit terbesar Saturnus, ditemukan oleh Christiaan Huygens dan Giovanni Domenico Cassini.
Ceres[lower-alpha 5] Planet katai Asteroid pertama yang diketahui sejak ditemukan antara 1801 dan 1807 sampai dikelompokkan ulang sebagai asteroid pada 1850-an.[65]

Ceres sudah dikelompokkan sebagai planet katai pada 2006.

Pallas, Juno, dan Vesta Asteroid
Astrea, Hebe, Iris, Flora, Metis, Hygeia, Parthenope, Victoria, Egeria, Irene, Eunomia Asteroid Banyak asteroid ditemukan antara 1845 dan 1851. Perkembangan daftar planet yang cepat mendorong pengelompokan ulang benda-benda ini sebagai asteroid oleh para astronom. Klaim ini baru diakui pada tahun 1854.[66]
Pluto[lower-alpha 6] Planet katai Benda trans-Neptunus pertama yang diketahui (yaitu planet minor dengan sumbu semi-mayor di luar Neptunus). Pada tahun 2006, Pluto dikelompokkan sebagai planet katai.
Eris Planet katai Ditemukan tahun 2003, benda trans-Neputunus ini diakui pada tahun 2005 sebelum akhirnya dikelompokkan sebagai planet katai seperti Pluto pada tahun 2006.

Mitologi dan pemberian nama

[édit | édit sumber]
 Tempo ogé: Nama hari jeung Planet mata telanjang.
Dewa-dewa Olympus yang menjadi sumber nama planet di Tata Surya

Nama-nama planet di dunia Barat berasal dari praktik pemberian nama Romawi, yang justru berasal dari kebiasaan bangsa Yunani dan Babilonia. Di Yunani kuno, dua benda bersinar raksasa, Matahari dan Bulan, disebut Helios dan Selene; planet terjauh (Saturnus) disebut Phainon, sang penerang; diikuti oleh Phaethon (Jupiter), "cerah"; planet merah (Mars) dikenal dengan sebutan Pyroeis, "berapi-api"; planet paling terang (Venus) disebut Phosphoros, pembawa cahaya;dan planet terakhir (Merkurius) disebut Stilbon, berseri-seri. Bangsa Yunani juga membuat setiap planet suci bagi salah satu dewanya, Dua Belas Dewa Olimpus: Helios dan Selene adalah nama planet dan dewa; Phainon dipersembahkan untuk Cronus, Titan yang merupakan ayah para dewa Olimpus; Phaethon dipersembahkan untuk Zeus, putra Cronus yang menggulingkannya dari takhta raja; Pyroeis dipersembahkan untuk Ares, putra Zeus dan dewa perang; Phosphoros dipimpin oleh Afrodit, dewi cinta; dan Hermes, perantara para dewa dan dewa ilmu dan akal, memimpin Stilbon.[20]

Praktik bangsa Yunani yang memberikan nama-nama planet sesuai nama dewanya hampir seutuhnya berasal dari kebiasaan bangsa Babilonia. Bangsa Babilonia mengambil nama Phosphoros dari nama dewi cintanya, Ishtar; Pyroeis dari dewa perang, Nergal, Stilbon dari dewa kebijaksanaan Nabu, dan Phaethon dari dewa pemimpin, Marduk.[67] Ada banyak kesamaan antara aturan penamaan Yunani dan Babilonia, padahal mereka berbeda zaman.[20] Terjemahannya pun tidak sempurna. Misalnya, Nergal-nya Babilonia adalah dewa perang dan bangsa Yunani menyamakannya dengan Ares. Namun tidak seperti Ares, Nergal adalah dewa penyakit dan akhirat.[68]

Saat ini, banyak orang di dunia Barat mengenal planet dengan nama-nama yang diambil dari dewa-dewa Olympus. Jika bangsa Yunani modern masih memakai nama kuno untuk menyebut planet, sejumlah bahasa Eropa justru memakai nama Romawi (Latin) karena pengaruh Kekaisaran Romawi dan Gereja Katolik. Bangsa Romawi, seperti Yunani, adalah orang Indo-Eropa yang saling berbagi mitologi dengan nama-nama yang berbeda, namun tidak punya tradisi narasi seperti yang dipersembahkan budaya sastra Yunani untuk dewa-dewanya. Pada periode akhir Republik Romawi, para penulis meminjam banyak sekali narasi Yunani dan menerapkannya ke mitologi mereka sampai keduanya tidak bisa dibedakan.[69] Saat bangsa Romawi mempelajari astronomi Yunani, mereka memberi nama planet sesuai nama dewa-dewanya sendiri: Mercurius (untuk Hermes), Venus (Afrodit), Mars (Ares), Iuppiter (Zeus), dan Saturnus (Cronus). Ketika planet-planet selanjutnya ditemukan pada abad ke-18 dan 19, praktik pemberian namanya berlanjut untuk Neptūnus (Poseidon). Uranus unik karena diambil dari nama dewa Yunani alih-alih versi Romawinya.

Sejumlah orang Romawi, sesuai kepercayaan yang mungkin berasal dari Mesopotamia tetapi berkembang di Mesir Yunani, percaya bahwa tujuh dewa yang menjadi sumber nama planet tersebut menjaga Bumi secara bergilir. Urutan giliran tersebut dari jauh ke dekat adalah Saturnus, Jupiter, Mars, Matahari, Venus, Merkurius, Bulan.[70] Hasilnya, hari pertama dimulai oleh Saturnus (jam ke-1), hari kedua oleh Matahari (jam ke-25), diikuti Bulan (jam ke-49), Mars, Merkurius, Jupiter, dan Venus. Karena setiap hari diberi nama sesuai dewa yang mengawalinya, begitu pula dengan urutan nama hari dalam kalender Romawi yang masih dipakai di sejumlah bahasa modern setelah siklus Nundinal ditolak.[71] Dalam bahasa Inggris, Saturday, Sunday, dan Monday adalah terjemahan langsung dari nama-nama Romawi ini. Nama hari yang lain berasal dari dari Tiw, (Tuesday) Wóden (Wednesday), Thunor (Thursday), dan Fríge (Friday), dewa Anglo-Saxon yang sama seperti Mars, Merkurius, Jupiter, dan Venus.

Bumi (Earth) adalah satu-satunya planet yang namanya dalam bahasa Inggris tidak diambil dari mitologi Yunani-Romawi. Karena Bumi sendiri baru diakui sebagai planet pada abad ke-17,[37] tidak ada tradisi memberinya nama sesuai nama dewa. Kata Earth berasal dari bahasa Anglo-Saxon erda yang berarti daratan atau tanah dan pertama dipakai untuk menyebut Bumi sekitar tahun 1300.[72][73] Sebagaimana bahasa Jermanik lainnya, kata ini berasal dari bahasa Proto-Jerman ertho, "daratan",[73] dan terlihat kesamaannya pada kata earth dalam bahasa Inggris, Erde dalam bahasa Jerman, aarde dalam bahasa Belanda, dan jord dalam bahasa Skandinavia. Banyak bahasa Roman yang memakai kata Roman lama terra (atau variasinya). Kata tersebut dipakai dengan makna "daratan kering", bukannya "laut".[74] Bahasa-bahasa non-Roman memakai katanya sendiri. Bangsa Yunani tetap memakai nama asli mereka, Γή (Ge).

Budaya non-Eropa memakai sistem penamaan planet yang berbeda. India memakai sistem berdasarkan Navagraha, yang mencakup tujuh planet tradisional (Surya untuk Matahari, Chandra untuk Bulan, dan Budha, Shukra, Mangala, Bṛhaspati, dan Shani untuk Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus) dan nodus bulan naik dan turun Rahu dan Ketu. Cina dan negara-negara Asia Timur sudah lama terkena pengaruh budaya Cina (seperti Jepang, Korea, dan Vietnam) dengan sistem penamaan yang didasarkan pada lima elemen Cina: air (Merkurius), logam (Venus), api (Mars), kayu (Jupiter), dan tanah (Saturnus).[71]

Pembentukan

[édit | édit sumber]
 Artikel utama: Hipotesis nebula.
Ilustrasi cakram protoplanet

Belum diketahui secara pasti bagaimana planet terbentuk. Teori yang saat ini mendominasi adalah planet terbentuk saat sebuah nebula berubah menjadi cakram gas dan debu tipis. Sebuah protobintang terbentuk di intinya dan dikelilingi oleh cakram protoplanet yang berputar. Melalui akresi (proses tabrakan tempel), partikel-partikel debu di cakram perlahan mengumpulkan massa untuk membentuk benda yang jauh lebih besar. Konsentrasi massa di satu tempat disebut sebagai bentuk planetesimal dan konsentrasi tersebut mempercepat proses akresi dengan menarik material tambahan menggunakan daya tarik gravitasinya. Konsentrasi tersebut semakin padat sampai akhirnya kolaps ke dalam dan membentuk protoplanet.[75] Setelah memiliki diameter lebih besar daripada Bulan Bumi, planet tersebut membentuk atmosfer tambahan, sehingga meningkatkan daya tarik planetesimal dengan gaya hambat atmosfer.[76]

Tabrakan asteroid - membentuk planet (konsep artis).

Ketika protobintang tumbuh begitu besar sampai bisa "menyalakan diri" menjadi bintang, cakram yang tersisa dilenyapkan dari dalam ke luar dengan fotoevaporasi, angin matahari, gaya hambat Poynting–Robertson, dan pengaruh lain.[77][78] Masih banyak protoplanet yang mengelilingi bintang atau satu sama lain, namun seiring waktu sebagian besar di antaranya akan bertabrakan membentuk satu planet yang lebih besar atau melepaskan material untuk diserap protoplanet atau planet yang lebih besar.[79] Objek-objek yang cukup besar tersebut akan menangkap sebagian materi di lingkungan orbitnya dan menjadi planet. Sementara itu, protoplanet yang berhasil menghindari tabrakan akan menjadi satelit alami planet melalui proses tangkapan gravitasi atau tetap berada di sabuk objek lain dan menjadi planet katai atau benda kecil.

Dampak energi planetesimal kecil (serta peluruhan radioaktif) akan menghangatkan planet yang sedang tumbuh, sehingga planet tersebut setidaknya setengah meleleh. Interior planet mulai berbeda-beda massanya dan menciptakan inti yang lebih padat.[80] Planet-planet kebumian yang lebih kecil kehilangan sebagian besar atmosfernya karena akresi ini, tetapi gas yang hilang bisa tergantikan oleh gas yang keluar dari mantel dan tubrukan komet (planet kecil akan kehilangan atmosfer yang diperoleh melalui berbagai jenis mekanisme pelepasan).[81]

Melalui penemuan dan pengamatan sistem keplanetan di sekitar bintang selain Tata Surya, para ilmuwan sudah mampu menguraikan, merevisi, atau bahkan mengganti teori ini. Tingkat metalisitas, istilah astronomi yang menjelaskan kelimpahan elemen kimia dengan nomor atom lebih besar dari 2 (helium), saat ini diyakini menjadi penentu kemungkinan suatu bintang dikelilingi planet.[82] Oleh sebab itu, sejumlah peneliti menduga bintang populasi I yang kaya logam lebih mungkin memiliki sistem planet yang lebih jelas daripada bintang populasi II yang kandungan logamnya kurang.

Tata Surya

[édit | édit sumber]
Planet dan planet katai di Tata Surya (ukuran bisa dibandingkan, jaraknya tidak)
Planet terdalam. Kiri ke kanan: Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars dengan warna asli. (ukuran bisa dibandingkan, jaraknya tidak)
Empat raksasa gas; Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus (ukuran bisa dibandingkan, jaraknya tidak)
 Artikel utama: Tata Surya.

Menurut IAU, terdapat delapan planet dan lima planet katai yang diakui di Tata Surya. Menurut jaraknya dari Matahari (dekat ke jauh), planet-planet tersebut adalah:

  1. ☿ Merkurius
  2. ♀ Venus
  3. 🜨 Bumi
  4. ♂ Mars
  5. ♃ Jupiter
  6. ♄ Saturnus
  7. ♅ Uranus
  8. ♆ Neptunus

Jupiter adalah planet terbesar dengan massa 318 kali Bumi, sementara Merkurius adalah planet terkecil dengan massa 0,055 kali Bumi.

Planet di Tata Surya dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan komposisinya:

  • Daratan: Planet-planet mirip Bumi yang permukaannya tertutup batuan: Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Dengan massa 0,055 kali Bumi, Merkurius adalah planet daratan terkecil (sekaligus planet terkecil) di Tata Surya, sementara Bumi adalah planet daratan terbesar.
  • Raksasa gas (Jovian): Planet-planet yang terbentuk dari material gas dan lebih besar daripada planet kebumian: Jupiter, Saturnus, Uranus, Neputunus. Jupiter, dengan massa 318 kali Bumi, adalah planet terbesar di Tata Surya, sementara Saturnus hanya sepertiganya dengan ukuran 95 kali massa Bumi.
    • Raksasa es, terdiri dari Uranus dan Neptunus, adalah subkelas raksasa es yang berbeda dari raksasa gas karena massanya jauh lebih kecil (hanya 14 dan 17 kali massa Bumi) dan sedikitnya hidrogen dan helium di atmosfer sekaligus proporsi batu dan es yang justru lebih tinggi.
  • Planet katai: Sebelum keputusan Agustus 2006, sejumlah objek diusulkan sebagai planet oleh para astronom. Tetapi pada tahun 2006, beberapa objek dikelompokkan ulang menjadi planet katai, berbeda dengan planet. Saat ini ada lima planet katai di Tata Surya yang diakui keberadaannya oleh IAU: Ceres, Pluto, Haumea, Makemake, dan Eris. Beberapa objek lain di sabuk asteroid dan sabuk Kuiper sedang dipertimbangkan; 50 di antaranya berkemungkinan besar diakui. Ada 200 objek yang dapat ditemukan setelah seluruh sabuk Kuiper selesai dijelajahi. Planet katai memiliki ciri-ciri yang sama dengan planet, namun juga terdapat beberapa perbedaan, salah satunya adalah planet katai tidak dominan di orbitnya. Sesuai definisinya, semua planet katai adalah anggota dari populasi yang lebih besar. Ceres adalah benda terbesar di sabuk asteroid, sementara Pluto, Haumea, dan makemake adalah anggota sbauk Kuiper dan Eris adalah anggota cakram tersebar. Beberapa peneliti seperti Mike Brown percaya bahwa mungkin ada lebih dari seratus objek trans-Neptunus yang dapat digolongkan sebagai planet katai per definisi IAU.[83]

Ciri-ciri planet

[édit | édit sumber]
Jenis Nama Diameter
khatulistiwa[lower-alpha 1]
Massa[lower-alpha 1] Radius
orbit (AU)
Periode orbit
(tahun)[lower-alpha 1]
Inklinasi
terhadap khatulistiwa Matahari
(°)
Eksentrisitas
orbit
Periode rotasi
(hari)
Bulan
yang diakui[lower-alpha 3]
Kemiringan sumbu (°) Cincin Atmosfer
Planet daratan Merkurius 0,382 0,06 0,31–0,47 0,24 3,38 0,206 58,64 0 0,04 tidak minimal
Venus 0,949 0,82 0,72 0,62 3,86 0,007 −243,02 0 177,36 tidak CO2, N2
Bumi[lower-alpha 2] 1,00 1,00 1,00 1,00 7,25 0,017 1,00 1 23,44 tidak N2, O2, Ar
Mars 0,532 0,11 1,52 1,88 5,65 0,093 1,03 2 25,19 tidak CO2, N2, Ar
Raksasa gas Jupiter 11,209 317,8 5,20 11,86 6,09 0,048 0,41 67 3,13 ya H2, He
Saturnus 9,449 95,2 9,54 29,46 5,51 0,054 0,43 62 26,73 ya H2, He
Uranus 4,007 14,6 19,22 84,01 6,48 0,047 −0,72 27 97,77 ya H2, He, CH4
Neptunus 3,883 17,2 30,06 164,8 6,43 0,009 0,67 13 28,32 ya H2, He, CH4
Planet katai Ceres 0,08 0,000 2 2,5–3,0 4,60 10,59 0,080 0,38 0 ? tidak tidak ada
Pluto 0,18 0,002 2 29,7–49,3 248,09 17,14 0,249 −6,39 5 ? ? sementara
Haumea 0,15×0,12×0,08 0,000 7 35,2–51,5 282,76 28,19 0,189 0,16 2 ? ya ?
Makemake ~0,12 0,000 7 38,5–53,1 309,88 28,96 0,159 ? 0 ? ? ? [lower-alpha 4]
Eris 0,19 0,002 5 37,8–97,6 ~557 44,19 0,442 ~0,3 1 ? ? ? [lower-alpha 4]
a  Diukur relatif terhadap Bumi.
b  Lihat artikel Bumi untuk angka yang lebih absolut.
c  Jupiter memiliki satelit terbanyak (67) di Tata Surya.[84]
d  Seperti Pluto, saat berada di perihelion, atmosfer sementara terbentuk.

Periode rotasi

[édit | édit sumber]
 Artikel utama: Periode rotasi.

Periode rotasi suatu benda astronomis adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu revolusi mengitari sumbu rotasinya relatif terhadap bintang di belakangnya. Periode ini berbeda dengan hari matahari planet, yang mencakup rotasi tambahan untuk memenuhi bagian periode orbit planet selama satu hari.

Periode rotasi beberapa benda angkasa

[édit | édit sumber]
Planet Periode rotasi
Matahari 25,379995 hari (khatulistiwa)[85][86]
35 hari (lintang tinggi)
25d 9h 7m 11.6s
35d
Merkurius 58,6462 hari[87] 58d 15h 30m 30s
Venus –243,0187 hari[87][88] –243d 0h 26m
Bumi 0,99726968 hari[87][89] 0d 23h 56m 4.100s
Bulan 27,321661 hari[90]
(sinkronis terhadap Bumi)
27d 7h 43m 11.5s
 
Mars 1,02595675 hari[87] 1d 0h 37m 22.663s
Ceres 0,37809 hari[91] 0d 9h 4m 27.0s
Jupiter 0,4135344 hari (interior dalam)[92]
0,41007 hari (khatulistiwa)
0,41369942 hari (lintang tinggi)
0d 9h 55m 29.37s[87]
0d 9h 50m 30s[87]
0d 9h 55m 43.63s[87]
Saturnus 0,44403 hari (interior dalam)[92]
0,426 hari (khatulistiwa)
0,443 hari (lintang tinggi)
0d 10h 39m 24s[87]
0d 10h 14m[87]
0d 10h 38m[87]
Uranus –0,71833 hari[87][88][92] –0d 17h 14m 24s
Neptunus 0,67125 hari[87][92] 0d 16h 6m 36s
Pluto –6,38718 hari[87][88]
(sinkronis dengan Charon)
–6d 9h 17m 32s
 
Haumea 0,163145 hari[93] 0d 3h 54m 56s

Planet luar surya

[édit | édit sumber]
 Artikel utama: Planet luar surya.
Eksoplanet menurut tahun penemuannya (data per 1 Januari 2013)
Perbandingan Kepler-20e[7] dan Kepler-20f[8] dibandingkan dengan Venus dan Bumi.

Planet luar surya (extrasolar planet atau exoplanet) adalah planet yang berada di luar Tata Surya. Citakan:Extrasolar planet counts[94][95][96]

Pada awal 1992, astronom radio Aleksander Wolszczan dan Dale Frail menemukan dua planet yang mengelilingi pulsar PSR 1257+12.[44] Penemuan ini dibenarkan dan diakui sebagai deteksi pasti eksoplanet pertama di dunia. Planet-planet pulsar tersebut diyakini terbentuk dari sisa-sisa supernova yang menghasilkan pulsar pada tahap kedua pembentukan planet atau hanyalah sisa inti berbatu raksasa gas yang selamat dari supernova dan pindah ke orbitnya sekarang.

Penemuan planet luar surya pertama yang mengorbit bintang deret utama biasa terjadi pada tanggal 6 Oktober 1955, ketika Michel Mayor dan Didier Queloz dari Universitas Jenewa menemukan sebuah eksoplanet di sekitar 51 Pegasi. Dari Citakan:Extrasolar planet counts planet luar surya yang ditemukan pada Citakan:Extrasolar planet counts,[6] sebagian besar di antaranya memiliki massa yang bisa disamakan dengan Jupiter atau bahkan lebih besar lagi. Ada pula planet yang bermassa lebih kecil daripada Merkurius dan lebih besar daripada Jupiter.[6] Planet luar surya terkecil yang pernah ditemukan horeng mengorbit sisa-sisa bintang yang disebut pulsar, contohnya PSR B1257+12.[97]

Sudah ada sekitar selusin planet luar surya yang ditemukan dengan 10 sampai 20 kali massa Bumi,[6] seperti planet-planet yang mengorbit bintang Mu Arae, 55 Cancri, dan GJ 436.[98]

Kategori yang baru muncul adalah "super-Bumi" yang diduga diisi planet kebumian lebih besar daripada Bumi namun lebih kecil daripada Neptunus atau Uranus. Sampai sekarang, sekitar 20 super-Bumi (tergantung batas massanya) telah ditemukan, termasuk OGLE-2005-BLG-390Lb dan MOA-2007-BLG-192Lb, dua planet es yang ditemukan dengan mikrolensa gravitasi,[99][100] Kepler 10b, planet berdiameter 1,4 kali lipat Bumi (menjadikannya super-Bumi terkecil yang pernah diukur),[101] dan lima dari enam planet yang mengorbit katai merah Gliese 581. Gliese 581 d secara kasar memiliki massa 7,7 kali lipat Bumi,[102] sementara massa Gliese 581 c lima kali lipat Bumi dan awalnya dianggap sebagai planet kebumian pertama yang ditemukan di zona terhunikan suatu bintang.[103] Studi yang lebih dalam menemukan bahwa planet ini terlalu mendekati kategori bintang dan planet terjauh di sistem ini, Gliese 581 d, meskipun lebih dingin daripada Bumi, tetap bisa dihuni juka atmosfernya memiliki gas rumah kaca dalam jumlah yang memadai.[104] Super-Bumi lain, Kepler-22b, ditemukan mengorbit di zona terhunikan bintangnya.[105] Pada tanggal 20 Desember 2011, tim Teleskop Antariksa Kepler menemukan planet luar surya seukuran Bumi pertama, Kepler-20e[7] dan Kepler-20f,[8] yang ditemukan sedang mengorbit bintang mirip Matahari, Kepler-20.[9][10][11]

Perbandingan ukuran HR 8799 c (abu-abu) dengan Jupiter. Kebanyakan eksoplanet yang ditemukan berukuran lebih besar daripada Jupiter.

Belum jelas apakah planet-planet besar yang baru ditemukan menyerupai raksasa gas di Tata Surya atau memang jenisnya berbeda, contohnya raksasa amonia atau planet karbon. Beberapa planet yang baru ditemukan yang disebut Jupiter panas memiliki orbit yang sangat dekat dengan bintang induknya dan orbitnya hampir berbentuk lingkaran. Planet-planet tersebut menerima radiasi bintang yang lebih banyak ketimbang raksasa gas di Tata Surya, sehingga bisa dipertanyakan apakah mereka tergolong jenis planet yang sama atau tidak. Selain itu, kelompok benda Jupiter panas bernama planet Chthonia diduga eksis di suatu tempat. Planet Chthonia ini orbitnya begitu dekat dengan bintangnya sampai-sampai atmosfernya tersapu habis oleh radiasi bntang. Banyak benda Jupiter panas ditemukan sedang mengalami proses penyapuan atmosfer, namun sampai tahun 2008 tidak satupun planet Chthonia yang ditemukan.[106]

Pengamatan planet luar surya yang lebih teliti akan membutuhkan generasi peralatan yang baru, seperti teleskop luar angkasa. Saat ini, wahana antariksa COROT dan Kepler seadng mencari variasi luminositas bintang karena transit planet. Sejumlah proyek pembuatan jaringan teleskop luar angkasa juga telah diajukan. Proyek-proyek tersebut bertujuan mencari planet luar surya yang massanya setara dengan Bumi. Beberapa di antaranya adalah Terrestrial Planet Finder dan Space Interferometry Mission dari NASA dan PEGASE dari CNES.[107] New Worlds Mission adalah alat pelengkap yang beroperasi bersama Teleskop Antariksa James Webb. Sayangnya, anggaran untuk proyek-proyek ini masih belum jelas. Spektrum planet luar surya pertama ditemukan pada Februari 2007 (HD 209458 b dan HD 189733 b).[108][109] Frekuensi kemunculan planet-planet kebumian semacam itu merupakan salah satu variabel persamaan Drake yang memperkirakan jumlah peradaban cerdas di galaksi Bima Sakti.[110]

Objek bermassa planet

[édit | édit sumber]

Objek bermassa planet, PMO, atau planemo adalah benda langit yang massanya berada di antara definisi planet: cukup besar untuk memiliki kesetimbangan hidrostatik (dikelilingi gravitasinya sendiri), tetapi tidak cukup besar untuk memiliki fusi inti layaknya sebuah bitnang.[111] Sesuai definisinya, semua planet adalah objek bermassa planet, namun tujuan istilah tersebut adalah menjelaskan benda-benda yang tidak memenuhi syarat planet pada umumnya. Objek-objek tersebut adalah planet katai, satelit yang lebih besar, planet pengelana bebas yang tidak mengorbit bintang seperti planet liar yang terlempar dari sistemnya, dan objek yang terbentuk melalui kolaps awan alih-alih akresi (kadang disebut katai sub-coklat).

Planet liar

[édit | édit sumber]
 Artikel utama: Planet liar.

Beberapa simulasi komputer pembentukan sistem bintang dan planet mengungkapkan bahwa sejumlah benda bermassa planet akan terlempar ke angkasa antarbintang.[112] Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa benda semacam itu yang ditemukan berkelana di angkasa harus dikelompokkan sebagai "planet", tetapi yang lainnya berpendapat itu bisa jadi bintang bermassa rendah.[113][114]

Katai sub-coklat

[édit | édit sumber]
 Artikel utama: Katai sub-coklat.

Bintang terbentuk melalui keruntuhan gravitasi awan gas, tetapi benda-benda yang lebih kecil bisa terbentuk melalui keruntuhan awan. Objek bermassa planet yang terbentuk seperti itu kadang disebut katai sub-coklat. Katai sub-coklat bisa berkelana bebas (contohnya Cha 110913-773444) atau mengorbit benda yang lebih besar (contohnya 2MASS J04414489+2301513).

Pada tahun 2006, komunitas astronom sempat percaya bahwa mereka menemukan sistem biner katai sub-coklat, Oph 162225-240515, yang disebut penemunya sebagai "planemo" atau "objek bermassa planet". Namun analisis terkini menetapkan bahwa massa mereka masing-masing mungkin lebih besar daripada benda bermassa 13 kali Jupiter, sehingga keduanya tergolong katai coklat.[115][116][117]

Bekas bintang

[édit | édit sumber]

Di sistem bintang biner dekat, salah satu bintang bisa kehilangan massanya karena diserap bintang yang lebih berat (lihat pulsar bertenaga akresi). Bintang yang menyusut berubah menjadi objek bermassa planet. Contohnya adalah sebuah objek bermassa Jupiter yang mengorbit pulsar PSR J1719-1438.[118]

Planet satelit dan planet sabuk

[édit | édit sumber]

Beberapa satelit besar memiliki ukuran yang sama atau lebih besar daripada Merkurius, misalnya satelit Galileo dan Titan Jupiter. Alan Stern berpendapat bahwa lokasi bukanlah masalah dan ciri-ciri geofisik saja yang perlu dipertimbangkan dalam definisi planet. Ia mengusulkan istilah planet satelit untuk satelit berukuran planet. Sama halnya, planet-planet kerdil di sabuk asteroid dan sabuk Kuiper harus dianggap planet menurut Stern.[119]

Ciri-ciri

[édit | édit sumber]

Walaupun masing-masing planet memeiliki ciri-ciri fisik yang khas, ada beberapa kesamaan di antara mereka. Ciri-ciri seperti cincin atau satelit alami sejauh ini baru diamati di planet Tata Surya, sementara di planet luar surya ada ciri-ciri yang lain lagi.

Ciri-ciri dinamis

[édit | édit sumber]
Orbit planet Neptunus dibandingkan dengan Pluto. Lihat perpanjangan orbit Pluto dibandingkan Neptunus (eksentrisitas), serta sudut ekliptiknya yang besar (inklinasi).

Menurut definisi terkini, semua planet harus berevolusi mengitari bintang, sehingga potensi "planet liar" apapun dianggap tidak ada. Di Tata Surya, semua planet mengorbit Matahari dengan arah yang sama seperti rotasi Matahari (berlawanan arah jarum jam dilihat dari kutub utaranya). Sedikitnya satu planet luar surya, WASP-17b, ditemukan mengorbit dengan arah yang berlawanan dengan rotasi bintangnya.[120] Periode satu revolusi orbit planet disebut periode sidereal atau tahun.[121] Tahun planet bergantung pada jarak dari bintangnya; semakin jauh sebuah planet dari bintangnya, tidak hanya semakin jauh jarak yang harus ditempuh, tetapi juga semakin lambat kecepatannya, karena pengaruh gravitasi bintang tidak terlalu besar. Karena tidak ada orbit planet yang berbentuk lingkaran sempurna, jarak masing-masing planet bervariasi sepanjang tahun. Titik terdekat suatu planet dengan bintangnya disebut periastron (perihelion di Tata Surya), sementara titik terjauhnya disebut apastron (aphelion). Ketika planet mendekati periastron, kecepatannya meningkat karena planet menukar energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik, mirip seperti kecepatan benda jatuh di Bumi; ketika planet mendekati apastron, kecepatannya berkurang, mirip seperti kecepatan benda dilempar ke atas lalu mencapai puncak jalur lemparannya.[122]

Setiap orbit planet dibentuk oleh serangkaian elemen:

  • Eksentrisitas suatu orbit menandakan seberapa panjang orbit sebuah planet. Planet-planet yang eksentrisitasnya rendah memiliki orbit yang lebih melingkar, sementara planet bereksentrisitas tinggi memiliki orbit yang lebih elips. Planet-planet di Tata Surya memiliki eksentrisitas yang sangat rendah, sehingga orbitnya nyaris lingkaran.[121] Komet dan benda-benda sabuk Kuiper (serta beberapa planet luar surya) memiliki eksentrisitas yang sangat tinggi, sehingga orbitnya bisa terlalu elips.[123][124]
  • Ilustrasi sumbu semi-mayor
    Sumbu semi-mayor adalah jarak dari suatu planet ke titik separuh jalan di sepanjang diameter orbit elips terpanjangnya (lihat gambar). Jarak ini tidak sama seperti apastronnya, karena tidak ada orbit planet yang tepat di tengah-tengahnya terdapat bintang.[121]
  • Inklinasi planet menandakan seberapa jauh di atas atau bawah letak bidang referensinya. Di Tata Surya, bidang referensi adalah bidang orbit Bumi yang disebut ekliptika. Untuk planet luar surya, bidang yang disebut bidang langit ini adalah bidang garis pandang pengamat dari Bumi.[125] Kedelapan planet Tata Surya terletak sangat dekat dengan ekliptika; komet dan benda sabuk Kuiper seperti Pluto berada di sudut yang lebih ekstrem terhadap ekliptika.[126] Titik tempat planet melintas di atas dan bawah bidang referensiya disebut nodus naik dan nodus turun.[121] Bujur nodus naik adalah sudut antara bujur 0 bidang referensi dan nodus naik planet. Argumen periapsis (atau perihelion di Tata Surya) adalah sudut antara nodus naik planet dan titik terdekat dengan bintangnya.[121]

Kemiringan sumbu

[édit | édit sumber]
Kemiringan sumbu Bumi sekitar 23°.

Planet juga memiliki kemiringan sumbu yang beragam derajatnya. Kemiringan sumbu berada pada sudut terhadap bidang khatulistiwa bintangnya. Hal ini mengakibatkan jumlah cahaya yang diterima setiap belahan planet tidak tentu sepanjang tahun; saat belahan utara menjauh dari bintang, belahan selatan mendekati bintang, dan sebaliknya. Karena itu, setiap planet memiliki musim; perubahan iklim sepanjang tahun. Masa ketika setiap belahan berada di titik terjauh atau terdekat dari bintangnya disebut titik balik matahari. Setiap planet memiliki dua titik balik di orbitnya; ketika satu belahan mencapai titik balik musim panas (siang terlama), belahan lain mencapai titik balik musim dingin (siang tersingkat). Jumlah cahaya dan panas yang tidak menentu yang diterima setiap belahan menciptakan perubahan pola cuaca tahunan untuk setiap belahan planet. Kemiringan sumbu Jupiter sangat kecil sampai-sampai variasi musimnya juga sedikit. Di sisi lain, Uranus memiliki kemiringan sumbu yang sangat besar sampai-sampai bisa mengalami siang abadi atau malam abadi ketika mencapai titik balik.[127] Di kalangan planet luar surya, kemiringan sumbu tidak diketahui pasti, meski banyak benda Jupiter panas dipercayai memiliki sedikit kemiringan sumbu atau tidak sama sekali karena letaknya yang dekat dengan bintangnya.[128]

Planet berotasi di sumbu kasat mata yang menembus pusatnya. Periode rotasi suatu planet disebut hari bintang. Kebanyakan planet di Tata Surya berotasi dengan arah yang sama seperti orbitnya, yaitu berlawanan arah jarum jam jika dilihat dari kutub utara Matahari, kecuali Venus[129] dan Uranus[130] yang berotasi searah jarum jam. Tetapi kemiringan sumbu Uranus yang luar biasa besar berarti ada konvensi berbeda tentang kutub mana yang "utara" dan apakah planet tersebut berputar searah jarum jam atau tidak.[131] Apapun itu, tanpa melihat konvensinya, Uranus memiliki rotasi mundur yang relatif terhadap orbitnya.

Rotasi suatu planet dapat terbentuk oleh beberapa faktor saat pembentukannya. Momentum sudut bersihnya bisa tercipta oleh momentum sudut yang berasal dari objek-objek akresi. Akresi gas oleh raksasa gas juga memengaruhi momentum sudut. Pada tahap-tahap akhir pembentukan planet, proses stokastik berupa akresi protoplanet dapat mengubah sumbu putar planet secara acak.[132] Ada perbedaan panjang hari yang besar antarplanet. Venus membutuhkan 243 hari Bumi untuk berotasi, sedangkan raksasa gas beberapa jam saja.[133] Periode rotasi planet luar surya tidak diketahui. Namun letak mereka yang dekat dengan bintangnya berarti benda-benda Jupiter panas terkunci secara tidal (orbitnya sinkron dengan rotasinya). Ini berarti mereka hanya menampakkan satu sisi ke bintangnya, sehingga satu sisi selalu siang, satu lagi selalu malam.[134]

Pembersihan orbit

[édit | édit sumber]

Ciri dinamis utama yang menentukan sebuah planet adalah benda tersebut telah membersihkan lingkungannya. Planet yang telah membersihkan lingkungannya memiliki massa yang cukup untuk menyapu semua planetesimal di orbitnya. Hasilnya, planet mengorbit bintangnya secara tetap, tidak berbagi orbit dengan beberapa objek berukuran serupa. Ciri ini tercantum dalam definisi resmi planet IAU bulan Agustus 2006. Kriteria tersebut tidak mencakup benda-benda keplanetan seperti Pluto, Eris, dan Ceres, sehingga mereka tergolong planet katai.[1] Walaupun sampai sekarang kriteria ini berlaku di Tata Surya saja, sejumlah sistem luar surya muda ditemukan dengan bukti pembersihan orbit di cakram sirkumbintangnya.[135]

Ciri-ciri fisik

[édit | édit sumber]

Ciri-ciri fisik utama yang menentukan sebuah planet adalah apakah benda tersebut cukup besar untuk memaksa gravitasinya sendiri mendominasi gaya elektromagnetik yang menyelubungi struktur fisiknya, sehingga terciptalah kesetimbangan hidrostatik. Ini berarti bahwa semua planet berbentuk sfer (bola) atau sferoidal. Sampai titik massa tertentu, bentuk suatu bojek bisa tidak tentu, tetapi terlepas dari titik tersebut yang bervariasi tergantung penyusun kimianya, gravitasi mulai menarik suatu objek ke pusat massanya sampai objek tersebut membentuk bola.[136]

Massa juga merupakan ciri utama yang membedakan planet dengan bintang. Batas massa atas untuk keplanetan adalah 13 kali massa Jupiter (13MJ) untuk objek-objek dengan kelimpahan isotop matahari. Lebih dari itu, suatu objek memiliki kondisi yang tepat untuk melakukan fusi nuklir. Selain Matahari, tidak ada objek bermassa seperti itu di Tata Surya; tetapi ada eksoplanet berukuran Matahari. Batas 13MJ tidak diakui secara universal dan Extrasolar Planets Encyclopaedia berisi objek-objek bermassa 20 kali Jupiter,[137] dan Exoplanet Data Explorer 24 kali massa Jupiter.[138]

Planet terkecil yang pernah diketahui, tidak termasuk planet kerdil dan satelit, adalah PSR B1257+12A. Ini adalah salah satu planet luar surya pertama yang ditemukan pada tahun 1992 yang mengelilingi sebuah pulsar. Massanya sekitar separuh massa planet Merkurius.[6] Planet terkecil yang mengorbit bintang deret utama selain Matahari adalah Kepler-37b. Massa dan radiusnya agak lebih besar daripada Bulan.

Diferensiasi internal

[édit | édit sumber]
Ilustrasi interior Jupiter dengan inti berbatu yang diselubungi lapisan hidrogen metalik tebal

Setiap planet mengawali eksistensinya dalam bentuk cair; pada pembentukan awal, material yang lebih padat dan berat tenggelam ke tengah, sehingga material ringan tetap berada di dekat permukaan. Masing-masing memiliki interior berbeda yang terdiri dari inti planet padat yang diselimuti mantel cair atau padat. Planet-planet kebumian terjebak di dalam kerak padat,[139] namun pada raksasa gas, mantelnya luluh menjadi lapisan awan teratas. Planet kebumian memiliki inti elemen magnetik seperti besi dan nikel, serta mantel silikat. Jupiter dan Saturnus diyakini memiliki inti batu dan logam yang diselimuti mantel hidrogen metalik.[140] Uranus dan Neptunus, yang ukurannya lebih kecil, memiliki inti batu yang diselimuti mantel air, amonia, metana, dan es.[141] Gerakan cairan di dalam inti planet-planet tersebut menghasilkan geodinamo yang menciptakan medan magnet.[139]

Atmosfer

[édit | édit sumber]
 Tempo ogé: Atmosfer ekstraterestrial.
Atmosfer Bumi

Semua planet di Tata Surya selain Merkurius[142] memiliki atmosfer dasar karena gravitasi massanya yang besar cukup kuat untuk menahan gas agar dekat dengan permukaan. Raksasa gas yang lebih besar cukup besar untuk menyimpan banyak sekali gas ringan hidrogen dan helium, sementara gas planet-planet kecil lolos ke luar angkasa.[143] Komposisi atmosfer Bumi berbeda dengan planet lain dikarenakan beragam proses kehidupan yang mentranspirasikan planet telah menghasilkan molekul oksigen bebas.[144]

Atmosfer planet dipengaruhi oleh berbagai insolasi atau energi internal, sehingga berujung pada pembentukan sistem cuaca dinamis seperti badai (di Bumi), badai debu seplanet (di Mars), antisiklon seukuran Bumi (di Jupiter; disebut Titik Merah Besar), dan lubang di atmosfer (di Neptunus).[127] Sedikitnya satu planet luar surya, HD 189733 b, diklaim memiliki sistem cuaca seperti itu, sama seperti Titik Merah Besar namun ukurannya lebih besar dua kali lipat.[145]

Akibat letaknya yang terlalu dekat dengan bintang induknya, benda-benda Jupiter panas kehilangan atmosfernya karena radiasi bintang, mirip ekor komet.[146][147] Planet-planet ini memiliki perbedaan suhu siang dan malam yang terlampau jauh sampai-sampai mampu menghasilkan angin supersonik.[148] Tetapi sisi siang dan malam HD 189733 b terlihat sama suhunya, menandakan atmosfer planet ini efektif mendistribusikan kembali energi bintang ke seluruh planet.[145]

Magnetosfer

[édit | édit sumber]
Skema magnetosfer Bumi

Salah satu ciri penting dari sebuah planet adalah momen magnet intrinsiknya yang menjadi cikal bakal magnetosfernya. Keberadaan medan magnet menandakan bahwa planet tersebut secara geologi masih hidup. Dengan kata lain, planet termagnetkan memiliki aliran bahan konduktor listrik di interiornya yang menciptakan medan magnet. Medan ini sangat memengaruhi interaksi planet dengan angin matahari. Sebuah planet yang termagnetkan membuat selubung bernama magnetosfer yang tidak bisa ditembus angin matahari. Magnetosfer dapat berukuran lebih besar daripada planet itu sendiri. Kebalikannya, planet yang tidak termagnetkan memiliki magnetosfer kecil yang tercipta oleh interaksi ionosfer dengan angin matahari, tetapi tidak melindungi planet tersebut secara efektif.[149]

Dari delapan planet di Tata Surya, hanya Venus dan Mars yang tidak memiliki medan magnet.[149] Selain itu, satelit Jupiter Ganymede punya medan magnetik. Dari semua planet termagnetkan, medan Merkurius adalah yang terlemah dan tidak mampu memantulkan angin matahari. Medan magnet Ganymede beberapa kali lipat lebih besar dan medan Jupiter adalah yang terkuat di Tata Surya (kuat sekali sampai-sampai planet ini memiliki ancaman kesehatan serius bagi misi berawak ke satelit-satelitnya pada masa depan). Medan magnet planet-planet raksasa lainnya memiliki kekuatan yang agak setara dengan Bumi, namun momen magnetnya lebih besar. Medan magnet Uranus dan Neptunus sangat miring relatif terhadap sumbu rotasi dan terlepas dari pusat planetnya.[149]

Pada tahun 2004, tim astronom di Hawaii mengamati sebuah planet luar surya yang mengitari bintang HD 179949. Planet ini terliaht menciptakan titik matahari di permukaan bintang induknya. Tim berhipotesis bahwa magnetosfer planet sedang mentransfer energi ke permukaan bintang dan meningkatkan suhunya dari 7.760 °C menjadi 8.160 °C.[150]

Ciri-ciri sekunder

[édit | édit sumber]

Beberapa planet atau planet kerdil di Tata Surya (seperti Neptunus atau Pluto) memiliki periode orbit yang sejalan satu sama lain atau dengan benda-benda yang lebih kecil (hal ini lazim terjadi di sistem satelit). Semua planet kecuali Merkurius dan Venus memiliki satelit alami yang biasa disebut "bulan". Bumi punya satu satelit, Mars dua, dan raksasa gas punya beberapa satelit dengan sistem keplanetan yang kompleks. Banyak satelit raksasa gas memiliki ciri-ciri yang sama seperti planet kebumian dan planet katai. Beberapa di antaranya bahkan dianggap ramah kehidupan (terutama Europa).[151][152][153]

Cincin Saturnus

Empat raksasa gas juga dikitari oleh cincin planet dengan ukuran dan kerumitan yang beragam. Cincin-cincin ini terdiri dari debu atau partikel, namun bisa menginangi 'anak bulan' mungil yang gravitasinya membentuk dan mempertahankan strukturnya. Meski asal usul terbentuknya tidak diketahui secara pasti, cincin planet diyakini sebagai hasil satelit alami yang masuk batas Roche planet induknya dan hancur akibat gaya gelombang pasang.[154][155]

Tidak ada ciri sekunder yang terlihat di planet-planet luar surya. Akan tetapi, katai sub-coklat Cha 110913-773444, yang dianggap sebagai planet liar, diyakini dikelilingi oleh sebuah cakram protoplanet mungil.[113]

Istilah terkait

[édit | édit sumber]

Lihat pula

[édit | édit sumber]
Portal Portal Portal Portal

Catatan kaki

[édit | édit sumber]
  1. a b c d This definition is drawn from two separate IAU declarations; a formal definition agreed by the IAU in 2006, and an informal working definition established by the IAU in 2001/2003 for objects outside of the Solar System. The 2006 definition, while official, applies only to the Solar System, while the 2003 definition applies to planets around other stars. The extrasolar planet issue was deemed too complex to resolve at the 2006 IAU conference.
  2. a b Referred to by Huygens as a Planetes novus ("new planet") in his Systema Saturnium
  3. a b c Both labelled nouvelles planétes (new planets) by Cassini in his Découverte de deux nouvelles planetes autour de Saturne[64]
  4. a b c d Both once referred to as "planets" by Cassini in his An Extract of the Journal Des Scavans.... The term "satellite", however, had already begun to be used to distinguish such bodies from those around which they orbited ("primary planets").
  5. Classified as a dwarf planet in 2006.
  6. Regarded as a planet from its discovery in 1930 until redesignated as a trans-Neptunian dwarf planet in August 2006.

Referensi

[édit | édit sumber]
  1. a b "IAU 2006 General Assembly: Result of the IAU Resolution votes". International Astronomical Union. 2006. Diakses tanggal 2009-12-30. 
  2. a b "Working Group on Extrasolar Planets (WGESP) of the International Astronomical Union". IAU. 2001. Diakses tanggal 2008-08-23. 
  3. Danadibrata, R. A. (R. Alla), 1905-1987. (2006). Kamus basa Sunda (Cit. 1 ed.). Bandung: Wedalan Panitia Penerbitan Kamus Basa Sunda, gawe bareng PT Kiblat Buku Utama, jeung Universitas Padjadjaran. ISBN 9793631910. OCLC 125409879. 
  4. Ceres, Pluto (sebelumnya merupakan planet ke-9 di Tata Surya), Makemake, Haumea, dan Eris
  5. http://www.iau.org/public/pluto/
  6. a b c d e Schneider, Jean (16 January 2013). "Interactive Extra-solar Planets Catalog". The Extrasolar Planets Encyclopaedia. Diakses tanggal 2013-01-15. 
  7. a b c NASA Staff (20 December 2011). "Kepler: A Search For Habitable Planets – Kepler-20e". NASA. Diakses tanggal 2011-12-23.  Archived 2013-02-22 di Wayback Machine
  8. a b c NASA Staff (20 December 2011). "Kepler: A Search For Habitable Planets – Kepler-20f". NASA. Diakses tanggal 2011-12-23.  Archived 2012-06-14 di Wayback Machine
  9. a b Johnson, Michele (20 December 2011). "NASA Discovers First Earth-size Planets Beyond Our Solar System". NASA. Diakses tanggal 2011-12-20.  Archived 2019-05-04 di Wayback Machine
  10. a b Hand, Eric (20 December 2011). "Kepler discovers first Earth-sized exoplanets". Nature. doi:10.1038/nature.2011.9688. 
  11. a b Overbye, Dennis (2011-12-20). "Two Earth-Size Planets Are Discovered". New York Times. http://www.nytimes.com/2011/12/21/science/space/nasas-kepler-spacecraft-discovers-2-earth-size-planets.html. Diakses pada 2011-12-21 
  12. Cassan, Arnaud; D. Kubas, J.-P. Beaulieu, M. Dominik, K. Horne, J. Greenhill, J. Wambsganss, J. Menzies, A. Williams, U. G. Jørgensen, A. Udalski, D. P. Bennett, M. D. Albrow, V. Batista, S. Brillant, J. A. R. Caldwell, A. Cole, Ch. Coutures, K. H. Cook, S. Dieters, D. Dominis Prester, J. Donatowicz, P. Fouqué, K. Hill, N. Kains et al. (12 January 2012). "One or more bound planets per Milky Way star from microlensing observations". Nature 481 (7380): 167–169. arXiv:1202.0903. Bibcode 2012Natur.481..167C. doi:10.1038/nature10684. PMID 22237108. http://www.nature.com/nature/journal/v481/n7380/full/nature10684.html. Diakses pada 11 January 2012. 
  13. Staff (January 7, 2013). "17 Billion Earth-Size Alien Planets Inhabit Milky Way". Space.com. Diakses tanggal January 8, 2013. 
  14. H. G. Liddell and R. Scott, A Greek–English Lexicon, ninth edition, (Oxford: Clarendon Press, 1940).
  15. "Definition of planet". Merriam-Webster OnLine. Diakses tanggal 2007-07-23. 
  16. a b "planet, n". Oxford English Dictionary. 2007. Diakses tanggal 2008-02-07.  Note: select the Etymology tab
  17. Neugebauer, Otto E. (1945). "The History of Ancient Astronomy Problems and Methods". Journal of Near Eastern Studies 4 (1): 1–38. doi:10.1086/370729. 
  18. Ronan, Colin. "Astronomy Before the Telescope". Astronomy in China, Korea and Japan (Walker ed.). pp. 264–265. 
  19. Kuhn, Thomas S. (1957). The Copernican Revolution. Harvard University Press. pp. 5–20. ISBN 0-674-17103-9. 
  20. a b c d Evans, James (1998). The History and Practice of Ancient Astronomy. Oxford University Press. pp. 296–7. ISBN 978-0-19-509539-5. Diakses tanggal 2008-02-04. 
  21. Francesca Rochberg (2000). "Astronomy and Calendars in Ancient Mesopotamia". Di Jack Sasson. Civilizations of the Ancient Near East III. p. 1930. 
  22. Holden, James Herschel (1996). A History of Horoscopic Astrology. AFA. p. 1. ISBN 978-0-86690-463-6. 
  23. Hermann Hunger, ed. (1992). Astrological reports to Assyrian kings. State Archives of Assyria 8. Helsinki University Press. ISBN 951-570-130-9. 
  24. Lambert, W. G.; Reiner, Erica (1987). "Babylonian Planetary Omens. Part One. Enuma Anu Enlil, Tablet 63: The Venus Tablet of Ammisaduqa". Journal of the American Oriental Society 107 (1): 93–96. doi:10.2307/602955. JSTOR 602955. 
  25. Kasak, Enn; Veede, Raul (2001). Mare Kõiva and Andres Kuperjanov. ed. "Understanding Planets in Ancient Mesopotamia (PDF)" (PDF). Electronic Journal of Folklore (Estonian Literary Museum) 16: 7–35. http://www.folklore.ee/Folklore/vol16/planets.pdf. Diakses pada 2008-02-06. 
  26. A. Sachs (May 2, 1974). "Babylonian Observational Astronomy". Philosophical Transactions of the Royal Society of London (Royal Society of London) 276 (1257): 43–50 [45 & 48–9]. Bibcode 1974RSPTA.276...43S. doi:10.1098/rsta.1974.0008. JSTOR 74273. 
  27. Burnet, John (1950). Greek philosophy: Thales to Plato. Macmillan and Co. pp. 7–11. ISBN 978-1-4067-6601-1. Diakses tanggal 2008-02-07. 
  28. a b Goldstein, Bernard R. (1997). "Saving the phenomena: the background to Ptolemy's planetary theory". Journal for the History of Astronomy (Cambridge (UK)) 28 (1): 1–12. Bibcode 1997JHA....28....1G. 
  29. Ptolemy; Toomer, G. J. (1998). Ptolemy's Almagest. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-00260-6. 
  30. J. J. O'Connor and E. F. Robertson, Aryabhata the Elder, MacTutor History of Mathematics archive
  31. Sarma, K. V. (1997) "Astronomy in India" in Selin, Helaine (editor) Encyclopaedia of the History of Science, Technology, and Medicine in Non-Western Cultures, Kluwer Academic Publishers, ISBN 0-7923-4066-3, p. 116
  32. a b =Ramasubramanian, K. (1998). "Model of planetary motion in the works of Kerala astronomers". Bulletin of the Astronomical Society of India 26: 11–31 [23–4]. Bibcode 1998BASI...26...11R. 
  33. Ramasubramanian etc. (1994)
  34. Sally P. Ragep (2007). "Ibn Sīnā: Abū ʿAlī al‐Ḥusayn ibn ʿAbdallāh ibn Sīnā". The Biographical Encyclopedia of Astronomers. Ed. Thomas Hockey. Springer Science+Business Media. 570–572. DOI:10.1888/0333750888/3736. 
  35. S. M. Razaullah Ansari (2002). History of oriental astronomy: proceedings of the joint discussion-17 at the 23rd General Assembly of the International Astronomical Union, organised by the Commission 41 (History of Astronomy), held in Kyoto, August 25–26, 1997. Springer. p. 137. ISBN 1-4020-0657-8. 
  36. Fred Espenak. "Six millennium catalog of Venus transits: 2000 BCE to 4000 CE". NASA/GSFC. Diakses tanggal 11 February 2012. 
  37. a b Van Helden, Al (1995). "Copernican System". The Galileo Project. Diakses tanggal 2008-01-28. 
  38. Lihat sitasi utama di Garis waktu penemuan planet-planet Tata Surya dan bulannya
  39. Hilton, James L. (2001-09-17). "When Did the Asteroids Become Minor Planets?". U.S. Naval Observatory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-21. Diakses tanggal 2007-04-08.  Archived 2016-06-12 di Wayback Machine
  40. Croswell, K. (1997). Planet Quest: The Epic Discovery of Alien Solar Systems. The Free Press. p. 57. ISBN 978-0-684-83252-4. 
  41. Lyttleton, Raymond A. (1936). "On the possible results of an encounter of Pluto with the Neptunian system". Monthly Notices of the Royal Astronomical Society 97: 108. Bibcode 1936MNRAS..97..108L. 
  42. Whipple, Fred (1964). "The History of the Solar System". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 52 (2): 565–594. Bibcode 1964PNAS...52..565W. doi:10.1073/pnas.52.2.565. PMC 300311. PMID 16591209. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pmcentrez&artid=300311. 
  43. Luu, Jane X.; Jewitt, David C. (1996). "The Kuiper Belt". Scientific American 274 (5): 46–52. doi:10.1038/scientificamerican0596-46. 
  44. a b doi:10.1038/355145a0
    This citation will be automatically completed in the next few minutes. You can jump the queue or expand by hand
  45. Mayor, Michel; Queloz, Didier (1995). "A Jupiter-mass companion to a solar-type star". Nature 378 (6356): 355–359. Bibcode 1995Natur.378..355M. doi:10.1038/378355a0. 
  46. "IAU General Assembly: Definition of Planet debate" (.wmv). MediaStream.cz. 2006. Diakses tanggal 2008-08-23. 
  47. Basri, Gibor (2000). "Observations of Brown Dwarfs". Annual Review of Astronomy and Astrophysics 38 (1): 485. Bibcode 2000ARA&A..38..485B. doi:10.1146/annurev.astro.38.1.485. 
  48. Green, D. W. E. (2006-09-13). (134340) Pluto, (136199) Eris, and (136199) Eris I (Dysnomia). Circular No. 8747. Central Bureau for Astronomical Telegrams, International Astronomical Union. Diarsipkan dari yang asli on June 24, 2008. http://web.archive.org/web/20080624225029/http://www.cfa.harvard.edu/iau/special/08747.pdf. Diakses pada 2011-07-05. 
  49. Saumon, D.; Hubbard, W. B.; Burrows, A.; Guillot, T.; Lunine, J. I.; Chabrier, G. (1996). "A Theory of Extrasolar Giant Planets". Astrophysical Journal 460: 993–1018. arXiv:astro-ph/9510046. Bibcode 1996ApJ...460..993S. doi:10.1086/177027. 
  50. See for example the list of references for: Butler, R. P. et al. (2006). "Catalog of Nearby Exoplanets". University of California and the Carnegie Institution. Diakses tanggal 2008-08-23.  Archived 2008-11-19 di Wayback Machine
  51. Stern, S. Alan (2004-03-22). "Gravity Rules: The Nature and Meaning of Planethood". SpaceDaily. http://www.spacedaily.com/news/outerplanets-04b.html. Diakses pada 2008-08-23 
  52. Whitney Clavin (2005-11-29). "A Planet With Planets? Spitzer Finds Cosmic Oddball". NASA. Diakses tanggal 2006-03-26.  Archived 2012-10-11 di Wayback Machine
  53. Citakan:Cite arxiv
  54. Basri, Gibor; Brown, Michael E. (2006). "Planetesimals To Brown Dwarfs: What is a Planet?". Ann. Rev. Earth Planet. Sci. 34: 193–216. arXiv:astro-ph/0608417. Bibcode 2006AREPS..34..193B. doi:10.1146/annurev.earth.34.031405.125058. 
  55. Boss, Alan P.; Basri; Kumar; Liebert; Martín; Reipurth; Zinnecker (2003). "Nomenclature: Brown Dwarfs, Gas Giant Planets, and ?". Brown Dwarfs 211: 529. Bibcode 2003IAUS..211..529B. 
  56. Staff (2006). "IAU 2006 General Assembly: Result of the IAU resolution votes". IAU. Diakses tanggal 2007-05-11. 
  57. Rincon, Paul (2006-08-16). "Planets plan boosts tally 12". BBC. http://news.bbc.co.uk/1/hi/sci/tech/4795755.stm. Diakses pada 2008-08-23 
  58. "Pluto loses status as a planet". BBC. 2006-08-24. http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/5282440.stm. Diakses pada 2008-08-23 
  59. Soter, Steven (2006). "What is a Planet". Astronomical Journal 132 (6): 2513–19. arXiv:astro-ph/0608359. Bibcode 2006AJ....132.2513S. doi:10.1086/508861. 
  60. Rincon, Paul (2006-08-25). "Pluto vote 'hijacked' in revolt". BBC. http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/5283956.stm. Diakses pada 2008-08-23 
  61. Britt, Robert Roy (2006-08-24). "Pluto Demoted: No Longer a Planet in Highly Controversial Definition". Space.com. Diakses tanggal 2008-08-23. 
  62. Britt, Robert Roy (2006-08-31). "Pluto: Down But Maybe Not Out". Space.com. Diakses tanggal 2008-08-23. 
  63. Moskowitz, Clara (2006-10-18). "Scientist who found '10th planet' discusses downgrading of Pluto". Stanford news. http://news-service.stanford.edu/news/2006/october18/mbrown-101806.html. Diakses pada 2008-08-23  Archived 2013-05-13 di Wayback Machine
  64. Giovanni Cassini (1673). Decouverte de deux Nouvelles Planetes autour de Saturne. Sabastien Mabre-Craniusy. pp. 6–14.
  65. Hilton, James L. "When did the asteroids become minor planets?". U.S. Naval Observatory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-24. Diakses tanggal 2008-05-08.  Archived 2016-06-12 di Wayback Machine
  66. "The Planet Hygea". spaceweather.com. 1849. Diakses tanggal 2008-04-18. 
  67. Ross, Kelley L. (2005). "The Days of the Week". The Friesian School. Diakses tanggal 2008-08-23. 
  68. Cochrane, Ev (1997). Martian Metamorphoses: The Planet Mars in Ancient Myth and Tradition. Aeon Press. ISBN 0-9656229-0-8. Diakses tanggal 2008-02-07. 
  69. Cameron, Alan (2005). Greek Mythography in the Roman World. Oxford University Press. ISBN 0-19-517121-7. 
  70. Zerubavel, Eviatar (1989). The Seven Day Circle: The History and Meaning of the Week. University of Chicago Press. p. 14. ISBN 0-226-98165-7. Diakses tanggal 2008-02-07. 
  71. a b Falk, Michael; Koresko, Christopher (1999). "Astronomical Names for the Days of the Week". Journal of the Royal Astronomical Society of Canada 93: 122–133. Bibcode 1999JRASC..93..122F. doi:10.1016/j.newast.2003.07.002. 
  72. "earth, n". Oxford English Dictionary. 1989. Diakses tanggal 2008-02-06. 
  73. a b Harper, Douglas (2001-09). "Earth". Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2008-08-23. 
  74. Harper, Douglas (2001-09). "Etymology of "terrain"". Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2008-01-30. 
  75. Wetherill, G. W. (1980). "Formation of the Terrestrial Planets". Annual Review of Astronomy and Astrophysics 18 (1): 77–113. Bibcode 1980ARA&A..18...77W. doi:10.1146/annurev.aa.18.090180.000453. 
  76. Inaba, S.; Ikoma, M. (2003). "Enhanced Collisional Growth of a Protoplanet that has an Atmosphere". Astronomy and Astrophysics 410 (2): 711–723. Bibcode 2003A&A...410..711I. doi:10.1051/0004-6361:20031248. 
  77. Dutkevitch, Diane (1995). The Evolution of Dust in the Terrestrial Planet Region of Circumstellar Disks Around Young Stars. PhD thesis, University of Massachusetts Amherst. Bibcode 1995PhDT..........D. Diarsipkan dari yang asli on 2007-11-25. http://web.archive.org/web/20071125124958/http://www.astro.umass.edu/theses/dianne/thesis.html. Diakses pada 2008-08-23.  Archived 2007-11-25 di Wayback Machine
  78. Matsuyama, I.; Johnstone, D.; Murray, N. (2005). "Halting Planet Migration by Photoevaporation from the Central Source". The Astrophysical Journal 585 (2): L143–L146. arXiv:astro-ph/0302042. Bibcode 2003astro.ph..2042M. doi:10.1086/374406. 
  79. Kenyon, Scott J.; Bromley, Benjamin C. (2006). "Terrestrial Planet Formation. I. The Transition from Oligarchic Growth to Chaotic Growth". Astronomical Journal 131 (3): 1837. arXiv:astro-ph/0503568. Bibcode 2006AJ....131.1837K. doi:10.1086/499807. Lay summary – Kenyon, Scott J. Personal web page. 
  80. Ida, Shigeru; Nakagawa, Yoshitsugu; Nakazawa, Kiyoshi (1987). "The Earth's core formation due to the Rayleigh-Taylor instability". Icarus 69 (2): 239. Bibcode 1987Icar...69..239I. doi:10.1016/0019-1035(87)90103-5. 
  81. Kasting, James F. (1993). "Earth's early atmosphere". Science 259 (5097): 920–6. Bibcode 1993Sci...259..920K. doi:10.1126/science.11536547. PMID 11536547. 
  82. Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (2004-01-06). Lifeless Suns Dominated The Early Universe. Rilis pérs. Diaksés dina 2011-10-23.
  83. "Astronomer Mike Brown". Gps.caltech.edu. Diakses tanggal 2011-11-04. 
  84. Scott S. Sheppard (2013-01-04). "The Jupiter Satellite Page (Now Also The Giant Planet Satellite and Moon Page)". Carnegie Institution for Science. Diakses tanggal 2013-04-12. 
  85. Rotation and pole position for the Sun and planets Rotation period in days is 360° divided by the coefficient of d.
  86. Citakan:Pdflink pp7–8
  87. a b c d e f g h i j k l m Clabon Walter Allen and Arthur N. Cox (2000). Allen's Astrophysical Quantities. Springer. p. 296. ISBN 0387987460. 
  88. a b c This rotation is negative because the pole which points north of the ecliptic rotates in the opposite direction to most other planets.
  89. Reference adds about 1 ms to Earth's stellar day given in mean solar time to account for the length of Earth's mean solar day in excess of 86400 SI seconds.
  90. Clabon Walter Allen and Arthur N. Cox (2000). Allen's Astrophysical Quantities. Springer. p. 308. ISBN 0387987460. 
  91. Chamberlain, Matthew A.; Sykes, Mark V.; Esquerdo, Gilbert A. (2007). "Ceres lightcurve analysis – Period determination". Icarus 188 (2): 451–456. Bibcode 2007Icar..188..451C. doi:10.1016/j.icarus.2006.11.025. 
  92. a b c d Rotation period of the deep interior is that of the planet's magnetic field.
  93. Pedro Lacerda, David Jewitt and Nuno Peixinho (2008-04-02). "High-Precision Photometry of Extreme KBO 2003 EL61". The Astronomical Journal 135 (5): 1749–1756. Bibcode 2008AJ....135.1749L. doi:10.1088/0004-6256/135/5/1749. http://www.iop.org/EJ/abstract/1538-3881/135/5/1749. Diakses pada 2008-09-22. 
  94. "Exoplanet Archive Planet Counts".  Archived 2012-12-12 di Archive.today
  95. Johnson, Michele; Harrington, J.D. (February 26, 2014). "NASA's Kepler Mission Announces a Planet Bonanza, 715 New Worlds". NASA. Diakses tanggal February 26, 2014.  Archived Pébruari 26, 2014, di Wayback Machine
  96. "The Habitable Exoplanets Catalog - Planetary Habitability Laboratory @ UPR Arecibo". 
  97. Kennedy, Barbara (2005-02-11). "Scientists reveal smallest extra-solar planet yet found". SpaceFlight Now. http://www.spaceflightnow.com/news/n0502/11planet/. Diakses pada 2008-08-23 
  98. European Southern Observatory (2004-08-25). Fourteen Times the Earth. Rilis pérs. Diaksés dina 2011-10-23.
  99. "Small Planet Discovered Orbiting Small Star". ScienceDaily. 2008. Diakses tanggal 2008-06-06. 
  100. Beaulieu, J.-P.; D. P. Bennett; P. Fouqué; A. Williams; et al. (2006-01-26). "Discovery of a Cool Planet of 5.5 Earth Masses Through Gravitational Microlensing". Nature 439 (7075): 437–440. arXiv:astro-ph/0601563. Bibcode 2006Natur.439..437B. doi:10.1038/nature04441. PMID 16437108. 
  101. "NASA'S Kepler Mission Discovers Its First Rocky Planet". NASA. 2011. Diakses tanggal 2011-06-13.  Archived 2015-06-27 di Wayback Machine
  102. "Gliese 581 d". The Extrasolar Planets Encyclopedia. Diakses tanggal 2008-09-13.  Archived 2012-05-10 di Wayback Machine
  103. "New 'super-Earth' found in space". BBC News. 2007-04-25. http://news.bbc.co.uk/1/hi/sci/tech/6589157.stm. Diakses pada 2008-08-23 
  104. von Bloh et al.; Bounama, C.; Cuntz, M.; Franck, S. (2007). "The Habitability of Super-Earths in Gliese 581". Astronomy and Astrophysics 476 (3): 1365–1371. arXiv:0705.3758. Bibcode 2007A&A...476.1365V. doi:10.1051/0004-6361:20077939. 
  105. Borucki, William J; Koch; Batalha; Bryson; Rowe; Fressin; Torres; Caldwell et al. (2012). "Kepler-22b: A 2.4 Earth-radius Planet in the Habitable Zone of a Sun-like Star". The Astrophysical Journal 745 (2): 120. Bibcode 2012ApJ...745..120B. doi:10.1088/0004-637X/745/2/120. http://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1112/1112.1640.pdf. 
  106. Lecavelier des Etangs, A.; Vidal-Madjar, A.; McConnell, J. C.; Hébrard, G. (2004). "Atmospheric escape from hot Jupiters". Astronomy and Astrophysics 418 (1): L1–L4. arXiv:astro-ph/0403369. Bibcode 2004A&A...418L...1L. doi:10.1051/0004-6361:20040106. 
  107. Anthony R. Curtis (ed.). "Future American and European Planet Finding Missions". Space Today Online. Diakses tanggal 2008-02-06. 
  108. Jet Propulsion Laboratory, California Institute of Technology (2007-02-21). NASA's Spitzer First To Crack Open Light of Faraway Worlds. Rilis pérs. Diaksés dina 2011-11-23.
  109. Richardson, L. Jeremy; Deming, Drake; Horning, Karen; Seager, Sara; Harrington, Joseph (2007). Nature 445 title=A spectrum of an extrasolar planet (7130): 892–5. arXiv:astro-ph/0702507. Bibcode 2007Natur.445..892R. doi:10.1038/nature05636. PMID 17314975. 
  110. Drake, Frank (2003-09-29). "The Drake Equation Revisited". Astrobiology Magazine. Diarsipkan dari yang asli on 2011-06-28. http://web.archive.org/web/20110628180502/http://www.astrobio.net/index.php?option=com_retrospection&task=detail&id=610. Diakses pada 2008-08-23 
  111. G. Basri & E.M. Brown, 2006. Annual Review of Earth and Planetary Sciences, 34: 193–216
  112. Lissauer, J. J. (1987). "Timescales for Planetary Accretion and the Structure of the Protoplanetary disk". Icarus 69 (2): 249–265. Bibcode 1987Icar...69..249L. doi:10.1016/0019-1035(87)90104-7. 
  113. a b Luhman, K. L.; Adame, Lucía; D'Alessio, Paola; Calvet, Nuria (2005). "Discovery of a Planetary-Mass Brown Dwarf with a Circumstellar Disk". Astrophysical Journal 635 (1): L93. arXiv:astro-ph/0511807. Bibcode 2005ApJ...635L..93L. doi:10.1086/498868. Lay summary – NASA Press Release (2005-11-29). 
  114. Clavin, Whitney (November 9, 2005). "A Planet with Planets? Spitzer Finds Cosmic Oddball". Spitzer Space Telescope Newsroom. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 11, 2007. Diakses tanggal 2009-11-18. 
  115. Close, Laird M. et al.; Zuckerman, B.; Song, Inseok; Barman, Travis; Marois, Christian; Rice, Emily L.; Siegler, Nick; MacIntosh, Bruce et al. (2007). "The Wide Brown Dwarf Binary Oph 1622–2405 and Discovery of A Wide, Low Mass Binary in Ophiuchus (Oph 1623–2402): A New Class of Young Evaporating Wide Binaries?". Astrophysical Journal 660 (2): 1492. arXiv:astro-ph/0608574. Bibcode 2007ApJ...660.1492C. doi:10.1086/513417. 
  116. Luhman, K. L.; Allers, K. N.; Jaffe, D. T.; Cushing, M. C.; Williams, K. A.; Slesnick, C. L.; Vacca, W. D. (2007). "Ophiuchus 1622–2405: Not a Planetary-Mass Binary". The Astrophysical Journal 659 (2): 1629–36. arXiv:astro-ph/0701242. Bibcode 2007ApJ...659.1629L. doi:10.1086/512539. 
  117. Britt, Robert Roy (2004-09-10). "Likely First Photo of Planet Beyond the Solar System". Space.com. Diakses tanggal 2008-08-23. 
  118. Bailes, M.; Bates, S. D.; Bhalerao, V.; Bhat, N. D. R.; Burgay, M.; Burke-Spolaor, S.; d'Amico, N.; Johnston, S. et al. (2011). "Transformation of a Star into a Planet in a Millisecond Pulsar Binary". Science 333 (6050): 1717–20. arXiv:1108.5201. Bibcode 2011Sci...333.1717B. doi:10.1126/science.1208890. PMID 21868629. 
  119. "Should Large Moons Be Called 'Satellite Planets'?". News.discovery.com. 2010-05-14. Diakses tanggal 2011-11-04.  Archived 2012-05-05 di Wayback Machine
  120. Citakan:Cite arxiv
  121. a b c d e Young, Charles Augustus (1902). Manual of Astronomy: A Text Book. Ginn & company. pp. 324–7. 
  122. Dvorak, R.; Kurths, J.; Freistetter, F. (2005). Chaos And Stability in Planetary Systems. New York: Springer. ISBN 3-540-28208-4. 
  123. Moorhead, Althea V.; Adams, Fred C. (2008). "Eccentricity evolution of giant planet orbits due to circumstellar disk torques". Icarus 193 (2): 475. arXiv:0708.0335. Bibcode 2008Icar..193..475M. doi:10.1016/j.icarus.2007.07.009. 
  124. "Planets – Kuiper Belt Objects". The Astrophysics Spectator. 2004-12-15. Diakses tanggal 2008-08-23. 
  125. Tatum, J. B. (2007). "17. Visual binary stars". Celestial Mechanics. Personal web page. Diakses tanggal 2008-02-02. 
  126. Trujillo, Chadwick A.; Brown, Michael E. (2002). "A Correlation between Inclination and Color in the Classical Kuiper Belt". Astrophysical Journal 566 (2): L125. arXiv:astro-ph/0201040. Bibcode 2002ApJ...566L.125T. doi:10.1086/339437. 
  127. a b Harvey, Samantha (2006-05-01). "Weather, Weather, Everywhere?". NASA. Diakses tanggal 2008-08-23.  Archived 2009-04-14 di Wayback Machine
  128. Winn, Joshua N.; Holman, Matthew J. (2005). "Obliquity Tides on Hot Jupiters". The Astrophysical Journal 628 (2): L159. arXiv:astro-ph/0506468. Bibcode 2005ApJ...628L.159W. doi:10.1086/432834. 
  129. Goldstein, R. M.; Carpenter, R. L. (1963). "Rotation of Venus: Period Estimated from Radar Measurements". Science 139 (3558): 910–1. Bibcode 1963Sci...139..910G. doi:10.1126/science.139.3558.910. PMID 17743054. 
  130. Belton, M. J. S.; Terrile R. J. (1984). Rotational properties of Uranus and Neptune. Dalam Bergstralh, J. T.. "Uranus and Neptune". In its Uranus and Neptune pp. 327–347 (SEE N85-11927 02-91) 2330: 327. Bibcode 1984urnp.nasa..327B. 
  131. Borgia, Michael P. (2006). The Outer Worlds; Uranus, Neptune, Pluto, and Beyond. Springer New York. pp. 195–206. 
  132. Lissauer, Jack J. (1993). "Planet formation". Annual review of astronomy and astrophysics. 31 (A94-12726 02–90) (1): 129–174. Bibcode 1993ARA&A..31..129L. doi:10.1146/annurev.aa.31.090193.001021. 
  133. Strobel, Nick. "Planet tables". astronomynotes.com. Diakses tanggal 2008-02-01. 
  134. Zarka, Philippe; Treumann, Rudolf A.; Ryabov, Boris P.; Ryabov, Vladimir B. (2001). "Magnetically-Driven Planetary Radio Emissions and Application to Extrasolar Planets". Astrophysics & Space Science 277 (1/2): 293. Bibcode 2001Ap&SS.277..293Z. doi:10.1023/A:1012221527425. 
  135. Citakan:Cite arxiv
  136. Brown, Michael E. (2006). "The Dwarf Planets". California Institute of Technology. Diakses tanggal 2008-02-01. 
  137. How One Astronomer Became the Unofficial Exoplanet Record-Keeper, www.scientificamerican.com
  138. Citakan:Cite arxiv
  139. a b "Planetary Interiors". Department of Physics, University of Oregon. Diakses tanggal 2008-08-23.  Archived 2012-08-08 di Wayback Machine
  140. Elkins-Tanton, Linda T. (2006). Jupiter and Saturn. New York: Chelsea House. ISBN 0-8160-5196-8. 
  141. doi:10.1016/0032-0633(95)00061-5
    This citation will be automatically completed in the next few minutes. You can jump the queue or expand by hand
  142. Hunten D. M., Shemansky D. E., Morgan T. H. (1988), The Mercury atmosphere, In: Mercury (A89-43751 19–91). University of Arizona Press, pp. 562–612
  143. doi: 10.1086/426329
    This citation will be automatically completed in the next few minutes. You can jump the queue or expand by hand
  144. Zeilik, Michael A.; Gregory, Stephan A. (1998). Introductory Astronomy & Astrophysics (4th ed.). Saunders College Publishing. p. 67. ISBN 0-03-006228-4. 
  145. a b Knutson, Heather A.; Charbonneau, David; Allen, Lori E.; Fortney, Jonathan J. (2007). "A map of the day-night contrast of the extrasolar planet HD 189733 b". Nature 447 (7141): 183–6. arXiv:0705.0993. Bibcode 2007Natur.447..183K. doi:10.1038/nature05782. PMID 17495920. Lay summary – Center for Astrophysics press release (2007-05-09). 
  146. Space Telescope Science Institute (2007-01-31). Hubble Probes Layer-cake Structure of Alien World's Atmosphere. Rilis pérs. Diaksés dina 2011-10-23.
  147. Ballester, Gilda E.; Sing, David K.; Herbert, Floyd (2007). "The signature of hot hydrogen in the atmosphere of the extrasolar planet HD 209458b". Nature 445 (7127): 511–4. Bibcode 2007Natur.445..511B. doi:10.1038/nature05525. PMID 17268463. 
  148. Harrington, Jason; Hansen, Brad M.; Luszcz, Statia H.; Seager, Sara (2006). "The phase-dependent infrared brightness of the extrasolar planet Andromeda b". Science 314 (5799): 623–6. arXiv:astro-ph/0610491. Bibcode 2006Sci...314..623H. doi:10.1126/science.1133904. PMID 17038587. Lay summary – NASA press release (2006-10-12). 
  149. a b c Kivelson, Margaret Galland; Bagenal, Fran (2007). "Planetary Magnetospheres". Di Lucyann Mcfadden, Paul Weissman, Torrence Johnson. Encyclopedia of the Solar System. Academic Press. p. 519. ISBN 978-0-12-088589-3. 
  150. Gefter, Amanda (2004-01-17). "Magnetic planet". Astronomy. Diakses tanggal 2008-01-29. 
  151. Grasset, O.; Sotin C.; Deschamps F. (2000). "On the internal structure and dynamic of Titan". Planetary and Space Science 48 (7–8): 617–636. Bibcode 2000P&SS...48..617G. doi:10.1016/S0032-0633(00)00039-8. 
  152. Fortes, A. D. (2000). "Exobiological implications of a possible ammonia-water ocean inside Titan". Icarus 146 (2): 444–452. Bibcode 2000Icar..146..444F. doi:10.1006/icar.2000.6400. 
  153. Jones, Nicola (2001-12-11). "Bacterial explanation for Europa's rosy glow". New Scientist Print Edition. http://www.newscientist.com/article.ns?id=dn1647. Diakses pada 2008-08-23 
  154. Molnar, L. A.; Dunn, D. E.; Dunn (1996). "On the Formation of Planetary Rings". Bulletin of the American Astronomical Society 28: 77–115. Bibcode 1996DPS....28.1815M. 
  155. Thérése, Encrenaz (2004). The Solar System (Third ed.). Springer. pp. 388–390. ISBN 3-540-00241-3. 

Pranala luar

[édit | édit sumber]
Wiktionary logo
Wiktionary logo
Baca ogé pedaran Wikikamus ngeunaan kecap

Citakan:Artikel pilihan

Citakan:Tata surya