Lompat ke isi

Anemia pernisiosa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Anemia pernisiosa adalah kondisi medis yang dimana tubuh kekurangan vitamin B12.[1] Anemia pernisiosa merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan malabsorpsi vitamin B12.[2] Menurunnya kemampuan tubuh menyerap zat-zat gizi (malabsorpsi) pada anemia pernisiosa disebabkan oleh kurangnya atau hilangnya faktor intrinsik yang diperlukan untuk penyerapan vitamin B12. kondisi dimana jumlah sel darah lebih rendah daripada jumlah normal sel darah merah atau hemoglobin merupakan definisi anemia. Tubuh memerlukan asupan vitamin B12 untuk dapat memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan sel pembeku darah.[3]

Penderita anemia pernisiosa akan merasakan gejala seperti mudah lelah, lemah dengan diikuti beberapa tanda awal seperti gejala awal anemia, yaitu: sesak napas, pusing, lidah merah, sakit kepala, kaki dan tangan terasa dingin, tekanan darah rendah, juga kulit menjadi pucat, nyeri di dada, dan detak jantung tidak teratur.[4]

Anemia pernisiosa dapat menyebabkan osteoporosis dan patah tulang. Gejala kekurangan vitamin B12 dapat meliputi mati rasa di tangan dan kaki, masalah memori, penglihatan kabur, kesulitan berjalan, keseimbangan yang buruk, kelemahan otot, gangguan indera perasa dan penciuman, refleks yang buruk, kecanggungan, depresi, dan kebingungan.[4][5]

Anemia pernisiosa terjadi karena respons autoimun yang menghasilkan antibodi yang menyerang sel-sel parietal pada lapisan lambung dan mencegahnya untuk membuat faktor intrinsik. Malabsorpsi juga dapat diakibatkan oleh operasi pengangkatan seluruh atau sebagian lambung atau usus halus; dari kelainan bawaan atau penyakit yang merusak lapisan lambung.[5] Ketika terdeteksi, diagnosis dilakuksn dengan tes darah , dan tes sumsum tulang. Tes darah akan menunjukkan sel darah merah yang lebih sedikit atau lebih banyak, jumlah sel darah merah muda yang rendah, kadar vitamin B12 yang rendah, dan antibodi terhadap faktor intrinsik.

Anemia pernisiosa dapat diobati dengan suntikan intramuskular atau pil vitamin B12. Suntikan juga tersedia bagi mereka yang kesulitan menelan pil. Pengobatan mungkin perlu dilakukan seumur hidup.

Anemia pernisiosa telah terjadi pada sekitar satu dari 1000 orang di Amerika Serikat dikarenakan autoimun. Di antara mereka yang berusia di atas 60 tahun, sekitar 2% mengalami kondisi ini. Kondisi ini lebih sering menyerang orang-orang keturunan Eropa Utara. Wanita lebih sering terkena daripada pria. Dengan pengobatan yang tepat, kebanyakan orang dapat hidup normal. Munculnya resiko kanker perut yang lebih tinggi mengharuskan penderita anemia pernisiosa harus memeriksakan diri secara teratur. Deskripsi yang jelas pertama kali dilakukan oleh Thomas Addison pada tahun 1849. Istilah "pernisiosa" berarti "mematikan", dan istilah ini digunakan karena, sebelum tersedianya pengobatan, penyakit ini sering berakibat fatal.[5][6]

Tanda dan Gejala

[sunting | sunting sumber]

Anemia pernisiosa sering kali muncul perlahan-lahan, dan dapat menyebabkan kerusakan secara diam-diam tanpa disadari. Jika tidak diobati, anemia pernisiosa dapat menyebabkan komplikasi neurologis, dan dalam kasus-kasus yang serius dapat menyebabkan kematian. Tubuh yang terbiasa mengalami kurang enak badan merupakan tanda awal anemia pernisiosa sehingga gejala anemia jenis ini sulit dikenali. Anemia dapat muncul dengan sejumlah gejala umum lainnya, termasuk penipisan dan kerontokan rambut, rambut beruban, sariawan, gusi berdarah, angular cheilitis, terlihat kelelahan dengan bibir pucat dan dehidrasi atau pecah-pecah serta lingkaran hitam di sekitar mata, serta kuku yang rapuh.

Pada kasus anemia pernisiosa yang berkepanjangan, kerusakan sel saraf dapat terjadi menyebabkan gejala yang lebih parah, termasuk kehilangan indera, kesulitan dalam propriosepsi, nyeri neuropatik, kesulitan berjalan, keseimbangan yang buruk, kehilangan sensasi pada kaki, kelemahan otot, penglihatan kabur (baik karena retinopati maupun neuropati optik), gangguan buang air kecil, masalah kesuburan, penurunan indera perasa dan penciuman, penurunan tingkat kesadaran, perubahan refleks, kehilangan ingatan, perubahan suasana hati, depresi, lekas marah, bicara cadel, gangguan kognitif, kebingungan, kecemasan, kecanggungan, psikosis, dan dalam kasus yang lebih parah, demensia. Pada kasus yang parah, anemia dapat menyebabkan gagal jantung kongestif. Komplikasi dari PA kronis yang parah adalah degenerasi gabungan subakut sumsum tulang belakang, yang menyebabkan hilangnya sensorik distal (tulang belakang), tidak adanya refleks pergelangan kaki, peningkatan respons refleks lutut, dan respons ekstensor plantar. Selain anemia, gejala hematologi dapat berupa sitopenia, hemolisis intramedulla, dan mikroangiopati pseudotrombotik. Kekurangan vitamin B12, yang bersifat reversibel, kadang-kadang disalahartikan sebagai leukemia myeloid akut, yang merupakan kondisi autoimun yang tidak dapat disembuhkan dan muncul dengan beberapa gejala hematologi yang sama, termasuk sumsum tulang hiperseluler dengan diferensiasi blastosis dan neutrofil yang mengalami hipersegmentasi. Anemia pernisiosa juga memengaruhi pada keterlambatan pertumbuhan fisik pada anak-anak, dan juga dapat menjadi penyebab penundaan masa puber pada remaja.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ HADEN, R. L. (1946-04-01). "The Treatment of Pernicious Anemia". Cleveland Clinic Journal of Medicine. 13 (2): 43–49. doi:10.3949/ccjm.13.2.43. ISSN 0891-1150. 
  2. ^ Lipschitz, By Dr David. "History of Vitamin B-12 and Pernicious Anemia". The Oklahoman (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-02-01. 
  3. ^ "Anemia - Vitamin B12–Deficiency Anemia | NHLBI, NIH". www.nhlbi.nih.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-02-01. 
  4. ^ a b Anemia. Hindawi Limited. 
  5. ^ a b c Tamparo, Carol D. (2016). Diseases of the human body (edisi ke-Sixth edition). Philadelphia, PA. ISBN 978-0-8036-4451-9. OCLC 932048784. 
  6. ^ Saitz, R. (2011-01-12). "Worldwide evidence-based medicine activities". Evidence-Based Medicine. 16 (1): 5–5. doi:10.1136/ebm1172. ISSN 1356-5524.