Lompat ke isi

Diet alkali

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Diet alkali mendorong untuk konsumsi buah dan sayuran dan tidak mengonsumsi makanan seperti biji-bijian, daging, keju, dan telur

Diet alkali (juga dikenal sebagai diet abu alkali, diet alkali asam, diet abu asam, dan diet asam alkali) adalah kelompok diet yang menyatakan jika jenis makanan dapat memiliki efek pada keseimbangan pH tubuh. Hal ini berasal dari hipotesis “abu asam” suatu penelitian yang mengaitkan abu asam dengan osteoprosis. Orang-orang yang melakukan diet alkali percaya bahwa makanan tertentu dapat memengaruhi keasaman (pH) tubuh dan perubahan dari pH tubuh dapat mengobati ataupun mencegah penyakit. Dari penelitian ekstensif yang telah dilakukan, peneliti tidak mendukung mekanisme diet alkali karena teori diet tersebut terbukti tidak tepat. Karena bukti konklusif tadi, diet alkali tidak dianjurkan oleh ahli diet atau profesional kesehatan lainnya.[1][2]

Diet ini dipromosikan oleh praktisi pengobatan alternatif, yang mengusulkan bahwa diet tersebut mengobati atau mencegah kanker, penyakit jantung, tingkat energi rendah, dan penyakit lainnya. Darah manusia dipertahankan antara pH 7,35 dan 7,45 oleh mekanisme homeostasis asam-basa. Tingkat di atas 7,45 disebut sebagai alkalosis dan tingkat di bawah 7,35 sebagai asidosis. Kondisi pH darah yang tidak normal pada keadaan alkalosis dan asidosis tersebut dapat berdampak serius terhadap kesehatan. Gagasan bahwa diet ini dapat memengaruhi pH darah untuk tujuan mengobati berbagai penyakit tidak didukung oleh penelitian ilmiah dan membuat asumsi yang salah tentang bagaimana fungsi diet alkali yang bertentangan dengan fisiologi manusia.[3]

Diet dengan cara menghindari konsumsi daging, daging unggas, keju, dan biji-bijian dapat membuat urin menjadi lebih basa (pH lebih tinggi) sehingga sulit untuk memprediksi efek dari diet ini karena efeknya lebih bertujuan untuk pengobatan dibandingkan dengan modifikasi diet. Hipotesis "abu asam" pernah dianggap sebagai faktor risiko osteoporosis, meskipun bobot bukti ilmiah saat ini tidak mendukung hipotesis ini.[4]

Pengobatan alternatif

[sunting | sunting sumber]

Praktisi pengobatan alternatif yang memperkenalkan diet alkali telah menganjurkan diet untuk pengobatan berbagai kondisi medis, termasuk kanker.[5] Klaim-klaim ini terutama dipromosikan di situs web, majalah, surat langsung, dan buku yang ditujukan kepada masyarakat awam.[6] Meskipun telah diusulkan bahwa diet ini dapat membantu meningkatkan energi, menurunkan berat badan, dan mengobati kanker dan penyakit jantung, tidak ada bukti yang mendukung klaim ini.[7] Selain menghindari daging dan protein lainnya, diet ini juga menganjurkan untuk menghindari makanan olahan, gula putih, tepung putih, dan kafein, dan juga dapat menambahkan program olahraga khusus dan suplemen nutrsi.[8]

Dikatakan bahwa diet ini akan meningkatkan "energi" atau mengobati penyakit kardiovaskular, namun tidak ada bukti untuk mendukung pernyataan ini.[7] Robert O. Young memperkenalkan metode diet alkali sebagai metode penurunan berat badan dalam bukunya "The pH Miracle". Menurut Academy of Nutrition and Dietetics, konsumsi sayuran hijau dan berolahraga seperti yang ditekankan dalam pola diet alkali akan membuat tubuh sehat. Namun, "teori tidak jelas" yang mendasari dietnya dan ketergantungan pada program puasa yang rumit serta suplemen nutrisi berarti bahwa diet ini "bukanlah cara yang sehat untuk menurunkan berat badan".[8] Ia juga mengatakan bahwa asam menyebabkan rheumatoid, arthritis, dan osteoarthritis sehingga diet alkali dapat digunakan untuk mengobati kondisi ini. Namun, tidak ada bukti yang dapat mendukung pernyatannya tersebut.[9]

Tes urin dan/atau air liur dilakukan untuk mengukur tingkat keasaman (pH) tubuh dan juga menentukan tingkat risiko penyakit.[6] Namun, tidak ada korelasi antara pH urin dan keasaman tubuh.[10]

Efek samping

[sunting | sunting sumber]

The British Dietetic Association menyebutkan jika diet alkali sebagai salah satu dari "5 diet terburuk yang harus dihindari selebritis di tahun 2018", dan menyebutnya sebagai "omong kosong".[11]

Diet alkali yang mendorong pengecualian untuk konsumsi kelompok olahan makanan tertentu menyebabkan ketidakseimbangan sehingga berdampak pada kurangnya nutrisi dari asam lemak esensial dan fitonutrien.[1] Banyak situs web dan buku yang mempromosikan diet ini menjual suplemen dan makanan yang sebenarnya tidak perlu dibeli bahkan di bawah persyaratan diet itu sendiri.[2] Upaya yang diperlukan untuk melaksanakan diet ini dianggap "tinggi" karena banyaknya kelompok olahan makanan yang perlu dikecualikan.[2]

Mekanisme yang diajukan

[sunting | sunting sumber]

Menurut hipotesis lampau dari abu asam yang mendasari diet ini, abu asam diproduksi oleh daging, daging unggas, keju, ikan, telur, dan biji-bijian. Abu basa diproduksi oleh buah-buahan dan sayuran, kecuali kranberi, prune, dan prem. Penunjukan abu asam atau basa didasarkan pada residu yang tersisa setelah pembakaran daripada keasaman makanan sehingga dalam diet ini makanan seperti buah jeruk yang umumnya dianggap asam dapat menghasilkan abu yang basa.[12]

Partisan diet ini mengatakan karena pH normal darah sedikit basa, maka tujuan diet ini harus berkaca pada pH darah yang sedikit basa tersebut dengan mengonsumsi makanan yang juga menghasilkan basa. Orang yang melakukan diet alkali mengatakan bahwa konsumsi makanan yang tinggi unsur-unsur penghasil asamnya akan meningkatkan keasaman (pH) di dalam tubuh di mana meningkatnya keasaman ini akan memicu terjadinya suatu penyakit.[2][7] Dari mekanisme diet yang telah disebutkan, di mana diet dapat secara signifikan mengubah keasaman (pH) darah, bertentangan dengan "semua yang kita ketahui tentang kimia tubuh manusia"[10] dan disebut sebagai "mitos" oleh American Institute for Cancer Research[10] karena "hampir tidak mungkin" menciptakan lingkungan yang kurang asam di dalam tubuh. Diet alkali diklaim dapat mengubah tingkat keasaman (pH) urin, namun belum terbukti menimbulkan perubahan signifikan dalam mengubah tingkat keasaman (pH) darah ataupun memberikan manfaat secara klinis. Karena mekanisme pengaturan alami tubuh, yang tidak memerlukan diet khusus untuk bekerja secara normal, pola diet alkali hanya dapat mengubah pH darah secara minimal dan sementara.[2][7][10]

Sebuah hipotesis menyebutkan bahwa kanker tumbuh pada kondisi tubuh yang asam dan diet alkali dapat mengubah lingkungan tubuh untuk mengobati kanker. Namun, hal ini bertentangan dengan hipotesis lain yang menyebutkan jika pertumbuhan sel kanker yang cepat akan menciptakan kondisi asam dalam tubuh sehingga dapat disimpulkan kondisi asam dalam tubuh tidak menyebabkan kanker. Rencana diet "ekstrim" seperti diet ini memiliki lebih banyak risiko daripada manfaat bagi pasien kanker.

Peran diet dan pengaruhnya terhadap keasaman (pH) urin telah dipelajari selama beberapa dekade di mana para ahli fisiologi mempelajari peran ginjal dalam mekanisme pengaturan tubuh untuk mengendalikan keasaman (pH) cairan tubuh. Ahli biologi dari Prancis, Claude Bernard memberikan pengamatan klasik tentang efek ini ketika dia menemukan bahwa mengubah pola makan kelinci dari pola makan herbivora menjadi pola makan karnivora mengubah urin dari yang awalnya bersifat basa menjadi asam. Dengan adanya pengamatan tersebut, penelitian selanjutnya difokuskan pada sifat kimia dan keasaman konstituen dari sisa-sisa makanan yang dibakar dalam bom kalorimeter, yang digambarkan sebagai abu. "Hipotesis abu makanan" mengusulkan bahwa makanan yang dikonsumsi ketika dimetabolisme dalam tubuh akan meninggalkan "abu asam" atau "abu basa" yang serupa seperti yang dioksidasi dalam pembakaran.[13]

Para ahli gizi mulai menyempurnakan hipotesis ini pada awal abad ke-20, dengan menekankan peran partikel bermuatan negatif (anion) dan partikel bermuatan positif (kation) dalam makanan. Diet tinggi klorida, fosfat, dan sulfat (kelompok anion) dianggap membentuk asam, sedangkan diet tinggi kalium, kalsium, dan magnesium (kelompok kation) dianggap membentuk basa. Penelitian lain menunjukkan konsumsi makanan tertentu, seperti kraberi, prune, dan prem dapat memengaruhi keasaman (pH) urin. Meskipun makanan ini memberikan abu basa pada penelitian di laboratorium, makanan ini mengandung asam organik lemah, asam hipurat, yang menyebabkan urin menjadi lebih asam.[13]

Sejarah penggunaan

[sunting | sunting sumber]

Secara historis, pengaplikasian diet ini untuk tujuan medis sebagian besar berfokus pada pencegahan kekambuhan batu ginjal serta pencegahan infeksi saluran kemih berulang, dengan mengandalkan kemampuan diet ini untuk memengaruhi pH urin. Bertahun-tahun yang lalu, diet ini digunakan untuk menyesuaikan keasaman di lingkungan kandung kemih tempat batu ginjal terbentuk, dan secara hipotetis dapat membantu mencegah pembentukan batu ginjal atau perkembangan infeksi saluran kemih. Namun, metode analitis yang digunakan untuk menghitung pengaruh makanan pada pH urin tidak tepat kecuali dalam istilah yang sangat umum, membuat aplikasi dari diet ini menjadi sulit. Oleh karena itu, obat-obatan yang lebih andal dalam mengubah pH urin menjadi pengobatan pilihan ketika mencoba untuk mengubah pH urin dibandingkan melakukan modifikasi diet.[14] Meskipun ada perbaikan baru-baru ini dalam mengenali variabel berbeda yang dapat memengaruhi ekskresi asam dalam urin, tingkat detail yang diperlukan untuk memprediksi pH urin berdasarkan diet masih meragukan. Perhitungan yang tepat membutuhkan pengetahuan yang sangat rinci tentang komponen nutrisi dari setiap makanan serta tingkat penyerapan nutrisi, yang dapat bervariasi secara substansial dari individu ke individu, membuat estimasi pH urin yang efektif saat ini tidak layak.[15]

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Vangsness,, Stephanie (2015-03-27). "Alkaline Diets and Cancer: Fact or Fiction? - Intelihealth". web.archive.org. Archived from the original on 2015-03-27. Diakses tanggal 2022-01-26. 
  2. ^ a b c d e Collins, Sonya. "Alkaline Diet Plan Review: Does It Work?". WebMD (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-26. 
  3. ^ Mirkin, Gabe (2009-01-11). "Acid/Alkaline Theory of Disease Is Nonsense | Quackwatch" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-26. 
  4. ^ Hanley, David A.; Whiting, Susan J. (2013). "Does a High Dietary Acid Content Cause Bone Loss, and Can Bone Loss Be Prevented With an Alkaline Diet?". Journal of Clinical Densitometry (dalam bahasa Inggris). 16 (4): 420–425. doi:10.1016/j.jocd.2013.08.014. ISSN 1094-6950. 
  5. ^ Principles and practice of gastrointestinal oncology. David Kelsen (edisi ke-2nd ed). Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins. 2008. ISBN 978-0-7817-7617-2. OCLC 166255166. 
  6. ^ a b Fenton, Tanis R.; Tough, Suzanne C.; Lyon, Andrew W.; Eliasziw, Misha; Hanley, David A. (2011-04-30). "Causal assessment of dietary acid load and bone disease: a systematic review & meta-analysis applying Hill's epidemiologic criteria for causality". Nutrition Journal. 10 (1): 41. doi:10.1186/1475-2891-10-41. ISSN 1475-2891. PMC 3114717alt=Dapat diakses gratis. PMID 21529374. 
  7. ^ a b c d Canadia Cancer Society. "An alkaline diet and cancer". Cancer. [pranala nonaktif permanen]
  8. ^ a b Kaul, Lalita (2017-02-25). "The pH Miracle for Weight Loss". web.archive.org. Archived from the original on 2017-02-25. Diakses tanggal 2022-01-26. 
  9. ^ Skarnulis, Leanna (2012-08-09). "Arthritis Diets & Supplements: Do They Work?". web.archive.org. Archived from the original on 2012-08-09. Diakses tanggal 2022-01-26. 
  10. ^ a b c d "The Alkaline Diet: Another Cancer and Diet Claim". American Institute for Cancer Research (dalam bahasa Inggris). 2010-07-08. Diakses tanggal 2022-01-26. 
  11. ^ British Dietetic Association. "Top 5 worst celeb diets to avoid in 2018". 
  12. ^ Cunningham, Eleese (2009-10-01). "What Impact Does pH Have on Food and Nutrition?". Journal of the American Dietetic Association (dalam bahasa English). 109 (10): 1816. doi:10.1016/j.jada.2009.08.028. ISSN 0002-8223. 
  13. ^ a b Dwyer, Johanna; Foulkes, Eileen; Evans, Marguerite; Ausman, Lynne (1985-07-01). "Acid/alkaline ash diets: Time for assessment and change". Journal of the American Dietetic Association (dalam bahasa Inggris). 85 (7): 841–845. doi:10.1016/S0002-8223(21)03720-2. ISSN 0002-8223. 
  14. ^ Williams, Sue Rodwell (2001). Basic nutrition and diet therapy (edisi ke-11th ed). St. Louis: Mosby. ISBN 0-323-00569-1. OCLC 48851408. 
  15. ^ Remer, Thomas (2001). "Acid-Base in Renal Failure: Influence of Diet on Acid-Base Balance". Seminars in Dialysis. 13 (4): 221–226. doi:10.1046/j.1525-139x.2000.00062.x. ISSN 0894-0959. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]

Komaroff, Anthony (29 September 2014). "Can an alkaline diet help prevent cancer?". Ask Doctor K. Harvard Health Publications. Archived from the original on 1 March 2020. Retrieved 23 November 2017.

"Top diets review for 2015". National Health Service Choices. Retrieved 22 February 2015.

About alkaline diets on ScienceBlogs