Lompat ke isi

Kelarutan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Contoh padatan terlarut (kiri).

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent)[1] Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.

Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil.

Dalam kondisi tertentu, kesetimbangan kelarutan daat terlampaui hingga menghasilkan apa yang disebut sebagai larutan supersaturasi, yang bersifat metastabil.[2] Metastabilitas kristal dapat pula mengarah pada perbedaan yang terlihat dalam jumlah zat kimia yang terlarut bergantung pada bentuk atau ukuran partikel kristalin. Suatu larutan supersaturasi secara umum mengkristal ketika 'bibit' kristal muncul dan kesetimbangan secara cepat terjadi. Fenilsalisilat adalah salah satu zat yang teramati ketika meleleh secara sempurna dan kemudian didinginkan di bawah titik fusinya.

Istilah kelarutan

[sunting | sunting sumber]

Tingkat kelarutan terentang luas, dari sangat larut (tanpa batas) (larut sepenuhnya[3]) seperti etanol dalam air, hingga sangat tidak larut, seperti perak klorida dalam air. Istilah tak larut terkadang digunakan untuk senyawa yang sangat tidak larut. Sejumlah istilah deskriptif lainnya digunakan untuk mengelompokkan tingkat kelarutan pada aplikasi yang diberikan.

Istilah Jumlah bagian pelarut yang dibutuhkan untuk melarutkan 1 bagian zat terlarut[4][5]
Sangat mudah larut <1
Mudah larut 1 – 10
Larut 10 – 30
Agak sukar larut 30 – 100
Sukar larut 100 – 1000
Sangat sukar larut 1000 – 10,000
Praktis tidak larut ≥ 10,000

Ambang batas untuk menggambarkan sesuatu sebagai tidak dapat larut, atau istilah yang serupa dengan itu, mungkin tergantung pada aplikasinya. Sebagai contoh, satu sumber menyatakan bahwa suatu zat digambarkan sebagai "tidak larut" ketika kelarutannya kurang dari 0,1 g per 100 mL pelarut.[6]

Kelarutan endapan

[sunting | sunting sumber]

Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis anorganik kualitatif yang melibatkan pembentukan endapan. Endapan merupakan zat yang memisahkan diri sebagai suatu fasa padat yang keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal (kristalin) atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan cara penyaringan atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan.

Kelarutan (S) suatu endapan, menurut definisi merupakan sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi, seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu, dan pada komposisi pelarutnya. Perubahan kelarutan dengan tekanan, tak mempunyai arti penting yang praktis dalam analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer; perubahan yang sedikit dari tekanan atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebih penting adalah perubahan kelarutan dengan suhu. Umumnya dapat dikatakan, bahwa kelarutan endapan bertambah besar dengan kenaikan suhu, meskipun dalam beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat), terjadi yang sebaliknya. Laju kenaikan kelarutan dengan suhu berbeda-beda, dalam beberapa hal yang kecil sekali, dalam hal-hal lainnya sangat besar. Pada beberapa hal perubahan kelarutan dengan berubahnya suhu dapat menjadi dasar untuk pemisahan. Misalnya, pemisahan ion timbal dari perak dan raksa(I) dapat dicapai dengan mengendapkan ketiga ion itu mula-mula sebagai klorida, diteruskan dengan menambahkan air panas pada campuran. Air panas ini akan melarutkan timbal(II) klorida, tetapi perak dan raksa(I) klorida praktis tak larut dalamnya. Setelah menyaring larutan panas itu, ion timbal akan ditemukan dalam filtrat dan dapat diidentifikasikan dengan reaksi-reaksi khas.[7]

Adanya endapan yang terlarut mempengaruhi berbagai parameter air, seperti Total Dissolved Solids atau nilai pH larutan. Total dissolved solids adalah jumlah padatan terlarut, biasanya dalam satuan ppm (parts per million). Sementara pH adalah potensial hidrogen atau derajat keasaman, yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen pada suatu senyawa. Penting untuk mengukur TDS dan pH pada larutan dalam berbagai aplikasi, seperti industri, purifikasi air minum, air bersih, dan lain-lain. Alat lab untuk mengukur TDS disebut TDS meter, sementara alat lab untuk mengukur pH disebut pH meter air dan pH meter tanah.

Perubahan kelarutan

[sunting | sunting sumber]

Perubahan kelarutan dengan komposisi pelarut mempunyai sedikit arti penting dalam analisis anorganik kualitatif. Meskipun kebanyakan pengujian dilakukan dalam larutan berair, dalam beberapa hal lebih menguntungkan bila memakai zat lain (seperti alkohol, eter, dan sebagainya) sebagai pelarut. Pemisahan logam-logam alkali misalnya, dapat dicapai dengan mengekstraksi garam-garamnya secara selektif dengan berbagai pelarut. Dalam hal-hal lain pereaksi yang dipakai dalam pengujian, dilarutkan dalam pelarut, dan penambahan pereaksi itu pada larutan uji sebenarnya mengubah komposisi medium. Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran itu. ada perbedaan yang menyolok antara efek dari apa yang disebut ion-sekutu dan ion-asing. Ion-sekutu adalah suatu ion yang juga merupakan salah satu bahan endapan. Dengan perak nitrat misalnya, baik ion perak maupun ion klorida merupakan ion-sekutu, tetapi semua ion lainnya adalah ion-asing.

Umumnya dapat dikatakan, bahwa kelarutan suatu endapan berkurang banyak sekali jika salah satu ion-sekutu terdapat dengan berlebihan. Meskipun efek ini mungkin diimbangi dengan pembentukan suatu kompleks yang dapat larut dengan ion-sekutu yang berlebihan itu. Misalnya, kelarutan perak sianida dapat ditekan dengan menambahkan ion-ion perak berlebihan dengan larutan. Di lain pihak, jika ion sianida ditambahkan berlebihan, mula-mula kelarutan berkurang sedikit tetapi bila jumlah sianida lebih banyak ditambahkan, endapan akan melarut seluruhnya disebabkan oleh pembentukan ion kompleks disiano-argentat [Ag(CN)2]-. Dengan adanya ion-asing, kelarutan endapan bertambah, tetapi penambahan ini umumnya sedikit, kecuali bila terjadi reaksi kimia (seperti reaksi pembentukan kompleks atau reaksi asam-basa) antara endapan dengan ion-asing, di mana pertambahan kelarutan lebih menyolok, Karena pentingnya efek ion-sekutu dan ion-asing atas kelarutan endapan dalam analisis anorganik kualitatif.[7]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Atkins, P. W.; De Paula, Julio. Physical Chemistry (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-7). ISBN 0-19-879285-9. 
  2. ^ "Cancerweb.ncl.ac.uk". Online Medical Dictionary (dalam bahasa Inggris). Newcastle University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 Januari 2009. 
  3. ^ Clugston M. and Fleming R. (2000). Advanced Chemistry (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1). Oxford: Oxford Publishing. hlm. 108. 
  4. ^ "Pharmacopeia of the United States of America, 32nd revision, and the National Formulary, 27th edition," 2009, hlm. 1 sampai 12.
  5. ^ Panitia Farmakope Indonesia (1979). Farmakope Indonesia (edisi ke-3). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 
  6. ^ Rogers, Elizabeth; Stovall, Iris (2000). "Fundamentals of Chemistry: Solubility". Department of Chemistry (dalam bahasa Inggris). University of Wisconsin. Diakses tanggal 22 April 2015. 
  7. ^ a b Svehla, G. (1985). Vogel, Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro (edisi ke-5 Bagian 1). Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]