Lompat ke isi

Mencuri perhatian

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Papan iklan adalah contoh paling umum dalam pencurian perhatian.
Merupakan rekaman audio artikel tentang Mencuri Perhatian

Mencuri perhatian adalah teori ilmu sosiologi ekonomi dan psikologi yang menggambarkan situasi dimana pelaku usaha melakukan pemasaran kepada konsumen dengan menyajikan iklan tanpa persetujuan dan imbalan apapun. Pelaku usaha mengalihkan perhatian calon pelanggan dengan memberikan konten iklan yang dapat menyita perhatian dari pelanggan.[1][2]

Interupsi dengan memberikan iklan yang menggangu dapat mencuri waktu konsumen untuk hal-hal yang bermanfaat. Mencuri perhatian dikatakan sebagai suatu tindak kejahatan dan dikritik sebagai contoh pemasaran yang tidak etis.[1] Hal ini sesuai dengan konsep perhatian dalam ekonomi, yang menyatakan bahwa perhatian adalah sumber daya yang mahal dan langka.[3]

Dasar psikologis

[sunting | sunting sumber]

Manusia dapat mengalami pencurian perhatian dikarenakan faktor stimulus manusia untuk memberikan perhatian kepada suatu hal yang menarik perhatian, dalam istilah psikologis disebut dengan orientasi eksogen. Pelaku usaha dapat mengiklankan produk secara sistematis sehingga menyebabkan konsumen teralihkan dan sulit untuk melakukan penolakan.[2] Contoh dari tipe pengalihan perhatian ini ialah iklan dengan penggambaran visual yang tebal, design produk yang padat, dan pengiriman notifikasi tidak penting secara terus menerus.[4]

Mobil truk keliling sering digunakan di Jepang sebagai alat penyiar berita politik dan komersial.

Peristiwa

[sunting | sunting sumber]

Contoh dari peristiwa pencuri perhatian, antara lain pemasangan reklame iklan, pengiriman pesan siaran dari aplikasi, surel spam, suara dari mobil keliling yang menyiarkan penjualan, dan layar televisi yang menayangkan iklan atau pariwara di yang sama seperti papan iklan di lokasi dengan pemirsa yang tertawan di pom bensin, bandar udara, stasiun kereta api, ruang tunggu dan taksi.[5]

Era digital membuat peningkatan minat masyarakat terhadap media visual. Menurut penelitian pada tahun 2017, peminat televisi di Indonesia masih berada pada tingkat teratas sebesar 96%, media di luar ruangan sebesar 53% dan internet sebesar 44%.[6] Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap media visual, baik televisi maupun internet sangatlah tinggi sehingga kemunculan iklan visual yang tidak diinginkan sulit untuk dihindari.

Kritik terhadap mencuri perhatian muncul karena perbuatan ini merupakan kegiatan pemasaran yang tidak etis.[1] Mereka yang mengkritik merasa bahwa tindakan ini menyebabkan penerimaan informasi yang berlebihan yang menjuru pada pengeluaran keuangan yang tidak sehat, dan membahayakan kebebasan dalam berfikir.[1] Pada tahun 2017, dilansir dari Wired , Tim Wu, seorang akademisi hukum memaparkan pentingnya peran pemerintah dalam pengaturan kebijakan mengenai pencurian perhatian.[1] Ia dan pakar lainnya mengkhawatirkan dampak perkembangan teknologi yang dapat meningkatkan peristiwa atas fenomena ini.[1][2]

Sosial media dan berbagai aspek lainnya dalam kehidupan modern dapat merusak kemampuan untuk berkonsentrasi. Konsentrasi yang hilang dapat membuang waktu, uang dan kesadaran secara percuma. Perhatian manusia sebagai seorang individu tidak seharusnya dapat dicuri begitu saja sehingga pemerintah sebagai pemangku kebijakan diharapkan mampu untuk dapat mengantisipasi peristiwa ini.[7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f Wu, Tim. "The Crisis of Attention Theft—Ads That Steal Your Time for Nothing in Return". Wired (dalam bahasa Inggris). ISSN 1059-1028. Diakses tanggal 15-10-2022. 
  2. ^ a b c Mcfedries, Paul (22-05-2014). "Stop, Attention Thief!". IEEE Spectrum (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15-10-2022. 
  3. ^ McCullough, Malcolm (2015). Ambient commons : attention in the age of embodied information. Cambridge, Massachusetts. hlm. 15–16. ISBN 978-0-262-31348-3. OCLC 1124548849. 
  4. ^ Quinn, Christopher (05-11-2022). "What Do Advertisers Gain From Stealing Your Attention Online?". GREY Journal (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15-10-2022. 
  5. ^ Pamungkas, Indra (2018). "Analisis perilaku captive audience pada kegiatan entertainment Branding melalui insertion sinetron jodoh wasiat bapak sebagai Kegiatan komunikasi pemasaran". Jurnal Liski. Vo. 4 No.1: 74–75.  line feed character di |title= pada posisi 63 (bantuan)
  6. ^ Azizah, Norra (28-07-2017). Maharani, Esthi, ed. "Tren Menonton TV dan Internet Bersamaan Alami Peningkatan". Republika Online. Diakses tanggal 15-10-2022. 
  7. ^ Hari, Johann (02-01-2022). "Your attention didn't collapse. It was stolen". the Guardian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15-10-2022.