Lompat ke isi

Waiwaswata Manu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Waiwaswata Manu
वैवस्वतमनु
Lukisan dari India (abad ke-19) menggambarkan Waiwaswata Manu dan tujuh resi (Saptaresi) menyelamatkan diri dari banjir besar.
Lukisan dari India (abad ke-19) menggambarkan Waiwaswata Manu dan tujuh resi (Saptaresi) menyelamatkan diri dari banjir besar.
Tokoh dalam mitologi Hindu
NamaWaiwaswata Manu
Ejaan Dewanagariवैवस्वतमनु
Ejaan IASTVaivasvatamanu
Nama lainSradadewa Manu
Gelarmanu
Kitab referensiPurana, Mahabharata
Rasmanusia
AyahWiwaswat (Surya)
IbuSaranya
SaudaraYama, Yami, Aswin, Rewanta
IstriSrada
AnakIkswaku, Dresta, Narisyanta, Dista, Nrega, Karusa, Saryati, Nabaga, Pransu, Persadra[1]
Ila[2]

Waiwaswata Manu (Dewanagari: वैवस्वतमनु; ,IASTVaivasvatamanu, वैवस्वतमनु) atau Sradadewa Manu (Dewanagari: श्राद्धदेवमनु; ,IASTŚrāddhadevamanu, श्राद्धदेवमनु) adalah pemimpin manwantara ketujuh (zaman sekarang) menurut kepercayaan Hindu. Dia merupakan putra dewa Surya dan Saranya. Karena merupakan putra dewa matahari (Surya alias Wiwaswat), maka dia disebut Waiwaswata.[3]

Menurut berbagai kitab Purana, Waiwaswata Manu hidup pada zaman Satyayuga, saat dewa Wisnu turun ke dunia dalam wujud seekor ikan (matsya). Keturunannya memerintah sebuah kerajaan yang disebut Kosala, dengan pusat pemerintahan di Ayodhya. Garis keturunannya dikenal sebagai Dinasti Surya atau Suryawangsa.[4]

Pada manwantara ketujuh (sekarang), yang menjadi para dewa adalah para Aditya, Sadhya, Basu, Wiswadewa, dan Aswin. Yang menyandang gelar Indra adalah Purandara atau Urjaswi. Tujuh resi agung (saptaresi) pada manwantara sekarang adalah Atri, Kasyapa, Gautama, Bharadwaja, Wiswamitra, Wasista, dan Jamadagni.

Kisah air bah

[sunting | sunting sumber]
Ilustrasi Waiwaswata Manu dan Matsya-awatara berukuran raksasa, dari buku Bhagawatapurana koleksi British Library, London.

Dalam kitab Matsyapurana diceritakan, pada zaman Satyayuga, bumi dilanda bencana air bah. Sebelum hal itu terjadi, Wisnu, dewa pemelihara alam semesta turun ke bumi untuk memberi peringatan pada Waiwaswata Manu, pemimpin umat manusia pada saat itu. Wisnu turun ke bumi dalam wujud seekor ikan.[5]

Pada saat Waiwaswata Manu membasuh muka di sungai, munculah ikan kecil yang meminta perlindungan sang raja. Sang raja menempatkan ikan tersebut di sebuah tempat air. Namun dalam waktu yang singkat, badan ikan tersebut bertambah besar dan memenuhi tempat air yang disediakan sang raja. Akhirnya sang raja memindahkan ikan tersebut ke tempat air yang lebih besar. Karena hal yang sama terjadi lagi, maka sang raja memindahkan ikan tersebut ke sebuah kolam. Di kolam tersebut, badan sang ikan kian bertambah besar, memenuhi daya tampung kolam. Akhirnya sang raja memindahkan ikan tersebut ke sungai Gangga, hingga akhirnya ke samudra. Di samudra, badan ikan tersebut kian membesar. Sang raja terkesima, lalu sadar bahwa ikan tersebut tiada lain merupakan Wisnu sendiri yang turun menjelma di bumi. Akhirnya, ikan tersebut menampakkan wujud aslinya, yaitu Wisnu.[6]

Wisnu memberitahu Waiwaswata Manu bahwa bencana air bah akan melanda bumi. Maka dari itu, Wisnu memberikan bahtera yang dibuat oleh para dewa kepada sang raja (versi yang umum menyebutkan bahwa Wisnu memerintahkan sang raja untuk membuat bahtera). Setelah bahtera disiapkan, sang raja membawa makhluk hidup berpasangan ke dalam bahtera tersebut untuk diselamatkan. Akhirnya pada hari yang ditakdirkan, bencana air bah melanda bumi. Bencana tersebut diawali dengan bencana kekeringan, lalu mendung, hingga turunlah hujan lebat yang dengan cepatnya membanjiri bumi. Dalam situasi tersebut, Wisnu menjelma sebagai ikan raksasa bertanduk. Sang raja mengikat bahteranya ke tanduk ikan tersebut. Yang ia gunakan sebagai tali adalah seekor naga. Ikan penjelmaan Wisnu menuntun bahtera sang raja mengarungi badai. Akhirnya, sang raja beserta segala makhluk yang ada dalam bahtera selamat dari bencana air bah. Setelah air bah yang melanda bumi surut, sang raja dan makhluk hidup lainnya menempati bumi kembali.[7][8][9]

Keturunan dan warisan

[sunting | sunting sumber]

Waiwaswata Manu mendirikan kota yang disebut Ayodhya, letaknya di Kerajaan Kosala. Waiwaswata Manu memiliki beberapa putra yang memerintah kerajaan masing-masing. Mereka adalah Ikswaku, Karusa, Dista, Dresta, Nrega, Narisyanta, Saryati, Pransu, Persadra, Nabaga, dan Ila (versi lain tidak menyebutkan Karusa, Dista, Nrega, dan Pransu, tetapi menyebutkan Kusanaba dan Resta). Ila sesungguhnya seorang wanita (versi lain menyebutkan bahwa Ila adalah seorang lelaki yang berubah menjadi wanita), tetapi sewaktu-waktu dapat berubah menjadi seorang pria bernama Sudyumna karena ia menanggung sebuah kutukan. Di antara para putranya, Waiwaswata Manu memilih Ikswaku sebagai raja Kosala. Keturunan Ikswaku merupakan para raja dari Dinasti Surya. Para raja yang mahsyur dalam legenda India, seperti misalnya Bhagiratha dan Rama, lahir dalam dinasti ini.

Dalam kitab Mahabharata disebutkan:[10][11]

[…] Dan Manu diberkati dengan kebijaksanaan yang tinggi dan bertindak sesuai darma. Dan ia menurunkan banyak orang. Dan umat manusia ialah keturunan Manu sehingga disebut manawa. Dan dari Manu-lah seluruh manusia termasuk brahmana, kesatria, waisya, sudra, dan lain-lain berasal, sehingga disebut manawa. Akhirnya, para brahmana bersatu dengan para kesatria. Dan para putra Manu yang menjadi brahmana mengabdikan hidup untuk mempelajari Weda. Dan Manu memiliki sepuluh putra yang bernama Ikswaku, Dresta, Narisyanta, Dista, Nrega, Karusa, Saryati, Nabaga, Pransu, Persadra, dan seorang putri bernama Ila. Mereka semua menempuh jalan hidup sebagai kesatria. Selain mereka, Manu memiliki 50 putra lagi. Namun kita ketahui bahwa mereka telah binasa akibat bertikai satu sama lain.[12]

 
 
 
 
Saranya
 
Surya
 
Caya
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Srada
 
W. Manu
 
S. Manu
 
Candra
 
Tara
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ikswaku
 
8 putra
 
Ila
 
 
 
Budha
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Dinasti
Surya
 
 
 
 
 
 
 
 
Dinasti
Candra
 

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Vaivasvata Manu: 3 definitions". 29 June 2012. 
  2. ^ "Story of Ilā". 28 January 2019. 
  3. ^ Francis Hamilton (1819). Geneaolgies of the Hindus: extracted from their sacred writings; with an introduction and alphabetical index. Printed for the author. hlm. 89. 
  4. ^ The Hare Krsnas – The Manus – Manus of the Present Universe
  5. ^ Alain Daniélou (11 February 2003). A Brief History of IndiaPerlu mendaftar (gratis). Inner Traditions / Bear & Co. hlm. 19. ISBN 978-1-59477-794-3. 
  6. ^ David Dean Shulman (1980). Tamil Temple Myths: Sacrifice and Divine Marriage in the South Indian Saiva Tradition. Princeton University Press. ISBN 978-1-4008-5692-3. 
  7. ^ S'rîmad Bhâgavatam (Bhâgavata Purâna)Canto 8 Chapter 24 Text 12
  8. ^ Ragozin, Zénaïde Alexeïevna (2008-03-14). The story of Vedic India as embodied ... – Google Books. Diakses tanggal 2010-12-08. 
  9. ^ Matsya Purana, Ch.I, 10–33
  10. ^ Mahabharata Book 1:Adi Parva:Sambhava Parva:Section LXXV, p. 183.
  11. ^ The Laws of Manu Diarsipkan 17 April 2013 di Wayback Machine., translated by George Bühler.
  12. ^ Swami Parmeshwaranand (1 January 2001). Encyclopaedic Dictionary of Puranas. Sarup & Sons. ISBN 978-81-7625-226-3. , p. 638.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
Didahului oleh:
Caksusa Manu
Manu ke-7
Manwantara VII
(sekarang)
Diteruskan oleh:
Sawarni Manu